Sabtu, 30 Mei 2020

Upacara Podo Pentong


UPACARA PODO PENTONG DAN MAKNANYA
 BAGI MASYARAKAT MARONGGELA
Oleh : Sintus Bezy, S.Fil

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1      Kata Pengantar
          Di Maronggela terdapat suatu praktek budaya yang sangat menarik untuk diketahui dan direfleksikan. Acara ini disebut Podo’ Pentong. Kata podo pentong secara harafia artinya antar bambu. Padanan kata Podo’ (antar) dan Pentong (seruas bambu yang sudah dilubangi pada sisinya), yang bisa menghsilkan bunyi tertentu.  Dalama bahasa Indonesia pentong ini disebut kentungan. 
Upacara podo pentong terjadi setahun sekali yaitu pada hari yang telah disepakati oleh para tetua adat khususnya Dor Maronggela. Upacara ini sangat sacral sebab pelaksanaanya harus melalui beberapa tahap dimana ada larangan dan pantangan tertentu serta doa-doa adat. Selain di Maronggela upacara Podo’ Pentong  juga d ilaksanakan di kampung-kampung tetangga sedaerah Riung. Semua warga pelaksana upacara dan orang Maronggela khususnya sangat antusias menyambut upacara ini, sehingga berbagai persiapan kecil-kecilan menyongsong berlangsungnya upacara pasti dipersiapkan minimal 2 atau 3 hari sebelumnya. Persiapan yang paling utama adalah bahan dan juga fisik serta mental masyarakat. Bahan dasar pembuatan pentong in sangat sederhana dan mudah didapatkan di kawasan hutan milik warga, yakni bamboo yang dalam bahasa daerah disebut pering dan alat pukulnya terbat dari satu kayu kering dengan panjang 10-20 cm sebagai alat yang akan dipukulkan pada pentong dan menghasilkan bunyi. Sedangkan alasan perlunya persiapan fisik sebab akan ada acara rame pentong yang berlangsung hingga larut malam, sedangkan persiapan mental itu menyangkut hasil apa yang didapatkan.
          Dalam tulisan singkat hasil penelitian saya ini akan diulas secara baik dan detail tentang upacara podo pentong  serta temuan makna serta niali penting bagi masyarakat yang menjalaninya.  Saya mengucapkan limpah terima kasih kepada banyak pihak yang mendukung penelitian kecil ini. Pertama kepada Pater Superior Biara OCD Maronggela, atasan saya yang telah mengizinkan saya untuk bisa melakukan wawancara langsung denga para narasumber di waktu-waktu senggang biara. Kedua saya ucapkan llimpah terima kasih saya kepada para narasumber para tetua yang masih hidup. Anda adalah pemegang tradisi, saya tidak bisa membanyangkan apa yang akan terjadi ketika generasi mereka ini hilang. Kepada Bapak Petrus Lengu selaku Dor Maronggela yang telah rela menerima dan memberikan informasi yang sebanyak banyaknya kepada saya. Kepada bapak Videlis Balkom selaku teman diskusi saya yang juga tidak bosan-bosan menceritakan kekakyaan Maronggela ini. Terima kasih yang mendalam juga saya ucapkan kepada bapak Fransiskus Rema yang berhasil membuat saya kewalahan untuk menampung begitu banya informasi seputaran trasdisi Maronggaela lupa saya sampaikan terima kasih berlimpah untuk saudara Hermanus Nggawal, S.Fil teman penelitian saya namun di kampung yang berbeda, beliua berhasil mempresentasekan hasil penelitiannya dalam bentuk Skripsi. Maka hasil kerja sama yang baik saya memberi judul tulisan ini Podo Pentong.
1.2         Rumusan Masalah
1.2.1       Siapa itu Orang Maronggela?
1.2.2       Bagaimana Acara Podo Pentong dilaksanakan?
1.2.3       Apa Makna dari Upacara Podo Pentong?

1.3      Manfaat Penulisan
1.3.1       Dapat mengetahui siapa itu Orang Maronggela.
1.3.2       Mengetahui bagaiman acara podo pentong dilaksanakan.
1.3.3       Menemukan Makna Di Balik Pelaksanaan Upacara Podo Pentong.



BAB II
MAKNA DAN NILAI UPACARA  PODO PENTONG
BAGI MASYRAKAT MARONGGELA

2.1      Makna Upacara  Podo Pentong Bagi Orang Maronggela
2.1.1 Orang Maronggela
Pada beberapa tulisan saya sudah dipaparkan secara detail mengenai Orang Maronggela. Dalam melengkapi tuntutan suatu artikel sederhana ini maka adalah lebih baih jika saaya harus menyertakan lagi data tentang siapa itu orang Maronggela.
Orang Maronggela adalah sekelompok manusia yang menetap dan hidup di suatu kampung yang bernama Maronggela. Dari sejarah yang diceritakan turun temuru dan dari berbagai bukti arkeolog serta peninggalana sebenarnya orang-orang Maronggela ini datang dari Warukia. Kampung tua milik orang MAronggela di tempat yang bernama Warukia. Pada tahun 80-an warga Warukia ini bertranslokasi ke Maronggela dengan beberapa alasan yakni tanah Warukia tidak terlalu member harapan untuk diolah dan mendaparkan hasil, sebab letak kampung tersebut berada di dataran tinggi. Alasan berikut ialah akses ke pusast kabupaten dan kecamatan sangat susah sebab Warukia begitu terisolir.
Orang Maronggela yang adalah orang Warukia ini adalah gabungan dari 2 suku besar yang menjadi satu yakni berasal dari suku Rettas dan berasal dari suku Poso. Menurut ceritera para tua adat, suku Retas itu datangnnya dari Wolomeze sedangnkan suku Poso datangnya dari Sulawesi. Secara geografis, tanah milik suku retas itu adalah Warukia sendangkan bukit Poso dan  Maronggela sekarang adalah tanah milik suku Poso. Namun berkat kawin mengawin maka dua suku ini menjadi lebur. Secara structural dalam kampung orang-orang Suku Retas lebih merasa superior sebab merekalah yang melindungi suku Poso.
Pengalaman masa lalu ini terbawa hingga saat ini, saya melihat ada perasaan superiorrotas dari orang-orang suku Retas. Itu Nampak dari ekspresi para tetua ketika mereka sedang menceritakan asal-usul dan kebanggaan sukunya, di samping merasa superior orang-orang suku Retas harus rendah hati sebab tanah yang mereka diami saat ini adalah tanah milik orang suku Poso. Sedangkan perasaan inferior juga datang dari masyarakat suku Poso, mereka selalu mengingat budi baik dari
Terlepas dari cerita masa lalu, saat ini yang perlu diketahui adalah bahwa Orang Maronggela telah bersatu dan mendiami satu kampung yang sama serta melakukan budaya yang sama dan  dimaknai secara bersama tanpa ada perbedaan asal-usul suku tertentu. Kegiatan adat dilakuka sepanjang tahun. Saya melihat bahwa upacara-upacara adat tersebut dipengaruhi oleh lingkungan serta musim tertentu. misalnya saat musim kemarau tiba orang lebih sibuk untuk berburu sebab pada musim ini tidak ada pekerjaan pertanian yan dilakukak. Untuk mengisi waktu-waktu mereka dilakukan acara berburu baik secara adat atau berburu secara pribadi.
Maronggela saat ini adalah nama suatu kampung yang dinaikan statusnya menjadi nama suatu kecamatan. Ketika orang menyebut kecamatan Riung Barat itu diidentikkan dengan Maronggela. Penduduk kini datang dari berbagai daerah sebab transmigrasi . tetapi focus penelitian saya tetap pada kampung Moronggela secsara spesifik, sebab budaya Podo Pentong ini masih dilaksanakan secara baik.
2.2      Acara Podo Pentong
2.2.1       Arti Podo Pentong
Podo Pentong secara dalam bahasa Maronggela adalah gabungang kata Podo dan kata Pentong. Podo adalah kata kerja mengantar sesuatu barang tertentu.  sedangkan Pentong adalah nama suatu alat yang terbuat dari seruas bamboo (dalam bahasa Maronggela disebut pering) yang dilubangi sisi luarnya sehingga berbentuk rongga dan jika dipukul akan menghasilkan bunyi.  Podo pentong sebenarnya suatu upacara adat Orang maronggela memabwa pentong tersebut atau mengantarnya ke suatu gunung dekat kampung tersebut. Pentong itu akan dibelah menjai dua bagia oleh orang-orang yang telah dipercarakan. Pada akhir upacara, kepala suuku atau dor akan melakukan ritual sesajian kepada leluhur dan membuka batu di tempat tersbut untuk mengetahui panenan tahun ini melimpah atau tidak.  Adapun tahap-tahap dalam podo pentong;
2.2.2 Tahap-tahap podo pentong
Acara podo pentong tidak dibuat dalam sehari saja. Semingggu sebelumnya Dor sudah menyampaikan kepada woe wongko atau warga kampung bahwa akan ada acara podo pentong.
a.  Informasi
Tahap informasi ini terjadi minimal satu dua hari sebelum rangakain upacara Podo pentong dilakukan. Pada tahap ini Dor akan memberikan informasi dengan berjalan sepanjang lorong kampung sambil berteriak supaya semua orang mendengarnya.. teriakkan tersebut hanyalah informasi bahwa  pada hari tertentu akan ada acara Podo pentong.
Seminggu sebelum acara Podo pentong diadakan acara ghan weton, yang sudah saya jelaskan pada bagian lain.

b.  Tara pentong
Tahap ini terjadi dimana semua warga mulai mempersiapkan Pentong itu. Tara pentong adalah kesempatan dimana masing-masing kepala keluarga di rumhanya sendiri harus memiliki pentong ini. Tara pentong dibuat pada keeseokan harinya setelah diinformasikan, seorang perwakilan dari  keluarga umumnya ayah atau siapa saja lelaki dewasa dalam rumah boleh pergi.  Pentong tersebut terbuat dari satu ruas bamboo (pering) yang dilubangi pada sisinya. Memiliki pegangan dan gagang penahan, sehingga ketika pentong diletakan pada lantai/ tanah sangat indah. Selain pentong tersebut dibuat juga sebatang kayu kira-kira 20 cm sebagai alat pukulnya, sehingga bamboo tersebut bisa menghasilkan bunyi.
c.    Rame Pentong
Malam setelah tara pentong semua warga berkumpul di rumah adat[1]. Sepanjang malam sambil membunyikan pentongnya semua yang berkumpuk itu baik tua maupun muda, laki dan perempuan akan menyanyikan lagu-lagu adat dengan syair-syair yang indah.
d.  Ramit San
Keesokan harinya semua menuju kebun dan sawah masing-masing sambil membawa pentongnya dan melakuka ritual ramit san yaitu mengumpulkan semua tanaman yang diserang hama, tikus dan lain-lain, sebagian dimasukan ke dalam pentong tersebut. Hingga siang sekitar jam 2 atau 3 soreh semua kembali ke rumah ada dan berkumpul tentu tetap sambil bernyayni sair ria. Dengan didiringi music petong. Setela semua berkumpul, mereka akan melanjutkan tahap berikut yaitu Podo Pentong.
e.  Podo Pentong
Upacara ini yakni semua dibawa pimpina bapak kepala suku (dor), menuju suatu bukit kecil yang terletak tidak jauh dari kampung. Pada puncak bukit kecil tersebut ada suatu tempat yang telah dipercayakan sebagai tempat penentu nasib. Perjalanan ke tempat tersebut tidaklah lama, semua berjalan bersama sambil tetap membunyikan pentong dan tetap menyanyikan siar-sair adat.
f.   Kelak Pentong
Setelah sampai pada tempat kelak pentong, Dor akan menginstruksikan untuk membela semua pentong, usai kepalk pentong aka nada acara pintu pazir, yakni mengucapka siair adat tersebut.  Baisanya sambil memecahakan sebutir telur untuk mengahargai para leluhhur di tempat tersebut. Selama uapcara ditempat itu semua harus haning, tidak ada yang bersuara bahkan tidak diijinkan untuk kentut ataupun bersin.
g.  Lakek Watu
Dor akan membuka suau batu yang mana mereka meyakinisebagai batu nasib. Dari balik batu  akan muncul beberapa ekor semut merah. Nah penentuan nasib dilihat dari semut-semut tersebut, jika semut terlihat gemuk dan kenyang maka panen musim ini akan banyak, tetapi jika semut terlihat kurus dan lapar maka panen musim ini memang akan  merosot dan bahkan gagal panen. Semut diyakini sebagai hermes atau pengantara antara para leluhur dan orang yang masi hidup.
h.  Ghan Rupang
Bekal yang dibawah dari rumah akan dimakan setelah semua upacara usai. Makan bekal tanpa minum air. Setelah itu barulah semua warga pulang kembali ke rumah adat dan dilanjutkan dengan pertemuan bersama untuk upaca ghan weton. Anak-anak dan siapa saja yang tidak berkepentinga diijinkan pulang dahulu ke rumah mereka sedangkan para tetua tetap harus melakukan pertemuan. Pada hari inilah akan ditentukan waktu untuk Ghan Weton.
2.3      Makna Podo Pentong
Tentu semua upaca adat yang dilakuka oleh masyarakat pada suatu tempat pasti memilik makna tertentu bagi masyarakat tersebut.  Makna dan nilai inilah yang tetap walaupun bentuk pengungkapannya semakin hari semakih tergeser namun ada yang tetap itulah nilai yang terkandung di dalam suatu upaca tersebut.
Saya menemukan beberapa nilai dan makna dari upaca Podo pentong.
2.3.1 Nilai religious;
Nilai religious yang terkandung bisa dilihat dari, syair-syair doa yang diucapkan. Doa berarti suatu ungkapan sukur atau permohonan kepada suatu wujud tertentu yang diyakini sebagai pribadi yang bisa mengabulkan semua permohonan umatnya. Pada buku Tuhan Dalam Pintu Pazir, karya Berto Bolong dan Cyrilus Sungga, dijelaskan bahwa semua doa yang terkandung dalam pintu pazir terarah kepada Tuhan Allah yang mana disembah oleh semua agama samawi. Dalam keyakinan Orang Maronggela Tuhan Allah sebagai wujud tertinggi yang dalam bahasa daerah disebut Mbo Muri. Namun ada lagi wujud-wujud lain yang eksisntensinya lebih rendah dari mbo muri. Mereka disebut Mbo Nusi, Wura Bapu, Mata Wae Ulung temok. Mereka inilah wujud yang sangat dekat dengan manusia dan bahkan hidup berdampingan dengan manusia. Beberapa doa adat juga diarahkan kepada wujud-wujud ini, sebab mereka juga diyakini memiliki kekuatan yang bisa mengabulkan dan mendengarkan doa manusia.
Pada Upaca Podo Pentong, doa dilakukan saat hendak membuka batu.  Semua warga dalam kebersamaan meyakini hal yang sama, percaya pada semut pembawa nasib itu.  Ritual podo pentong yang terjadi setahun sekali bagi Orang Maronggela sangat antusias menyambutnya.
2.3.2 Nilai Historis
Orang Maronggela hingga kini masi melestarikan budaya podo pentong walau bentuk pengungkapanya sudah bergeser begitu jauh. Banyak tata tertib upacara yang disepelehkan kini, padahal dahulu tidak satupun dianggap main-main. Bagi saya fakta bahwa ada pergeseran penghayatan namun nilai historis itu tetap ada bahwa Orang Maronggela masih melaksanakn upacara podo pentong.



BAB III
PENUTUP
       Budaya adalah hasil olah pikir yang diwujudkan dalam tindakan nyata, hal tersebut diwarisi dari generasi ke generasi berikut dengan suatu nilai yang terkandung di dalamnya. Budaya lahir pada suatu masyrakat terntu. Bentuk-bentuk budaya biasana dipengaruhi oleh factor lingkungan dan iklim setempat. Budaya yang sangat popular kini datangnya dari Barat. Semua orang terbawa oleh budaya Pop ini hingga menggerus budaya-budaya local, padahal budaya local itu adalah hasil dari diri mereka sendiri. Budaya bisa diartikan sebagai diri yang diekspresikan, kehilangan budaya sama artinya dengan kehilangan jati diri. Dalam hal tertentu budaya diartikan sebagai penentu kehidupan moral seseorang, singga ungkapan tidak berbudaya sama denga tidak bermoral.
          Orang Maronggela hingga kini ketika saya meneliti masi mengahayti budayanya secara baik. Namun untuk keseriusan penghayatan sudah bergeser semakin pudar. Saya menemukan bahwa tinggal beberapa keluarga yang masi sangat berpegan teguh pada budaya seperti Dor setempat dan beberapa (ata ga’e) orang yang dituakan dalam kampung. Orang – orang tersebut masi menghayati sehingga keseharian hidup mereka selalu diwarnai dengan tindakan budaya. Sejak masuknya agama Katolik ada beberepa bentuk budaya diberi terang Kristen sehingga kasanah kebudayaan semakin kaya. Namun sejak masuknya budaya Pop, penghayatan akan budaya semakin pudar bagi yang lainnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri, untuk beberapa pulu tahun kemudian, semua bentuk budaya ini akan hilang. Dunia dimana dikuasai oleh kaum kapitalis semua bentuk budaya selalu akan diwarnai secara komersial. Jika saya melakukakn ini apa yang bisa saya peroleh secara komersial.
          Terlepas dari itu semua adalah sangat penting semua budaya tersebut diinfentariskan sehingga ketika tiba waktunya tidak ada yang bisa menceritakan secara baik, tidak ada lagi yang dapat mempraktekkannya secara sempurna, dan kehilangan nilai pegangan yang harus dihayati, ketika itulah orang aakan mencari lembaran-lembaran bentuk inventaris ini sebagai acuan mereka. Jati diri mereka akan ditemukan kembali.
          Saya mengucapkan banyak terima kasi kepada semua pihak yang mendukung penelitian kecil saya ini. Pertama kepada Pater pemipin biara OCD Maronggela (P. Ubaldus) serta para formator lainya yang telah member kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian ini. Kedua kepada para narasumber yang sangat bersemangat memberikan informasi mereka. Mereka adalah bapak Dor Maronggela (bpk Petrus Lengu), serta tetua adat lainnya. Ketiga saya harus berterima kasi kepada ..
 Podo Pentong.
Daftar Pustaka :
PINTU PAZIR
PROBLEM TANAH
FILSAFAT

Nara Sumber :
1, Bpk.
Screenshot_2019-08-20-21-42-40-1.png



[1] Rumah adat terletak di tengah kampong sebagai symbol persatuan dan kesatuan semua warga. Depan rumah adat biasanya ditanam suatu Watu Ngadu dan atau Kazu Ngadu. Saat ini rame pentong tidak terjadi di rumah adat namun di rumah ketua adat yakni bapak Dor.

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...