Sabtu, 11 Desember 2021

Demokrasi Subtantif

 

DEMOKRASI SUBTANTIF, 

SUATU REFLEKSI

 oleh: Sintus Bezy, S.Fil

Dinamika Demokrasi Di Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan- Sekarang.

Pernah ada dalam sejarah dunia kita muncul dua blok yakni, blok Barat dan blok Timur. Dua blok ini merepresentasikan dua ideologi dan sistem pemerintahan yang berbeda, kapitalisme-liberal dan komunisme. Keduanya adalah rival satu dengan yang lain. Blok barat diwakili oleh negara Amerika Serikat (US) dan negara-negera Eropa Barat seperti German Barat, Inggris, Prancis. Sedangkan blok Timur diwakili oleh negara Rusia, Jerman Timur sampai ke Cina dan lain-lain. Dalam mengelola pemerintahanya negara kapitalis-liberal sangat berkaitan erat degan sistem demokrasi sedangkan negara komunis menerapkan sistem komunis sosialis.[1] 

Indonesia dibawah pimpinan Sukarno menyatakan sikap sebagai negara nonblok, bukan demokrasi liberal dan juga bukan komunis. Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila, tentu sistem ini khas, unik. Inti perbedaanya ialah dalam hal prinsip berbangsa dan bernegara, jika dalam demokrasi liberal, supremasi hukum terjamin, kebebasan individu terjamin, hal-hal privat termasuk penentuan agama tidak diurus oleh negara maka dalam demokrasi Pancasil justeru yang terjadi sebaliknya. Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi prisip pertama, implikasinya semua warga wajib menganut salah satu agama. Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai prinsip kedua, sedangkan ketiga ialah Persatuan Indonesia, keempat sendiri ialah demokrasi dengan bunyinya “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwakilan dan prisip terakhir yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sosial justice. Dalam urusan demokrasi itu sendiri, jika memang ada keputusan dari suara terbanyak tetap keputusan tersebut tidak boleh mengabaikan salah satu prinsip dari Pancasila, jadi demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila.[2]

Sepanjang 70 tahun kemerdekaan Indonesia, sistem demokrasi terus berubah dalam penerapannya. Pembagian berikut ini bisa membantu kiat memahaminya. A. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi konstitusional yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dank arena itu bisa disebut juga demokrasi parlementer. Dalam sejarah kita kenal beberapa Perdana Mentri seperti Sutan Sahrir yang menjalankan peran politik.  B. Masa Republik Indonesia II (1959-1965), adalah zaman demokrasi terpimpin. Ternyata sistem ini banyak menyimpang dari demokrasi konstitusional itu sendiri. Pada era ini Presiden Sukarno sebagai peimpin tertinggi dan Ia juga mencetus konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) yang berujung pada G30SPKI. C. Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yakni demokrasi Pancasila sebenarnya adalah demokrasi konstitusional denga peran presidensial yang lebih luas. Ini adalah era Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto yang kemudian meninggalkan beban sejarah tak terselesaikan hingga saat ini. D. Masa Republik Indonsia IV (1998-sekarang), adalah masa reformasi yang mana segala roh demokrasi yang sesungguhnya dikembalikan, terjadi banyak koreksi untuk masa republik III. Hingga kini kita hidup di era reformasi.[3]

Saat ini kita bangsa Indonesia berada pada masa reformasi, banyak praktik demokrasi dibedahi ke arah yang lebih baik. Namus justeru pada kepemimpinan Pak Jokowidodo ini, dan atas nama demokrasi, kebeasan berbicara, mengemukakan pendapat, berserikat maka muculah juga persoalan baru. 1. Persoalan ideologis. Sebagian kelompok berbaju agama masih menganggap bahwa Ideologi Pancasila itu belum berakhir, demokrasi buruk, pemimpinnya rusak sehingga mereka tetap mempropagandakan ideologi-ideologi khilafah seperti organisasi HTI dan FPI (Front Pembela Islam), walaupun pada akhirnya secara hukum kedua Organisasi ini bubar. Namun demikian para pengantu atau manusia-manusianya tetap ada, maka potensi untuk menyebarkan paham Khilafah tetap mungkin terjadi. 2. Persoalan HAM. Hak Asasi Manusia (human rights) masih banyak bermasalah, namun jauh daripada itu atas nama kebebasan, ruang public kita dinodai dengan berbagai informasi hoax, fitnahan satu kepada yang lainya. 3. Persoalan Ekonomi, dimana kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin lebar. Serta 4. Persoalan Pertahanan Negara, masalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), rasisme, SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan). Persolan itu nyata dan sedang kita alami saat ini. Pertanyaan yang muncul dalam merespon berbagai persoalan di atas ialah, bagaiamana supremasi hukum Indonesia sebab negara kita bedasarkan pada hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan pada kekuasaan semata (Machtstaat), maka hukum adalah penjamin dan panglima dalam mengatur tata tertib serta keberlangsungan negara kita.[4] Selain dari itu adalah masalah politik identitas yang sangat kentara pada Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu hingga penjarannya Ahok. Semua ini butuh kejelasan demokrasi.

Demokrasi Subtantif

Demokrasi

        Kita mengenal berbagai istilah tentang demokrasi, seperti demokrasi konstitusional, demokrai, parlementer, demokrasi, Pancasila, demokrasi langsung, demokrasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet dan sebagaianya. Namun secara sederhana demokrasi bisa diartikan sebagai government by the people. Kata Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani demos yang artinya rakyat dan kratein yakni memerintah. Demokrasi dimengerti sebagai suatu pemerintahan oleh rakyat. Masyarakat Yunanai menerpatkan sistem demokrasi ini sebagai pilihan yang berbeda sebab sebelumnya sistem pemerintahan Tirani dan Oligarki tidak bertahan lama dan cenderung merugikan rakyat. Dalam penerapanya bisa menggunakan demorasi langsung dimana masyarakat itu sendiri yang mengatur semua tata kelola kenegaraan atau demokrasi perwakilan dimana masyarakat memilih beberapa orang yang menjadi wakil untuk menjabat sebagai pemimpin dan jabatan lainya dengan prinsip utama bahwa masyarakatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.[5]

           Walaupun sistem demokrasi Yunani ini dikitik oleh Plato dengan alasan bahwa demokrasi sangat berpotensi menjadi tirani. Plato mengusungkan negara itu harus dipimpin oleh seorang Filsuf-Raja sebab orang tersebut pasti memiliki kompeten dalam pengetahuan, praktik hidup sehingga Ia bisa memimpin rakyatnya. Berbeda dalam demokrasi, setiap orang setara dan memiliki hak meilih serta dipilih untuk menjadi pemimpin. Bahayanya adalah jika yang terpilih itu justeru mereka yang kurang kompeten, segala kepususannya akan bisa merugikan kelangsunga suatu negara. Bagi saya Plato berbicara dan mengkritik demokrasi sebab pada masa Ia hidup yang diterpakan adalah demokrasi murni dimana rakyat langsung yang mengatur tata kelolah kenegaraannya. Dalam perkembangan sejarah paham demokrasi terus berubah ke arah yang semakin sempurna. Tokoh-tokoh pemikir lain yang sangat mempengarui perkembangan demokrasi ialah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, serta banyak tokoh lainya. Namun yang paling menarik bagi saya adalah  Montesque dengan membagi kekuasaan dalam demokrasi itu kepada tiga lembaga pemegang kekuasaan dalam istilah politis teknis diebut ‘trias politika’, perama eksekutif;  yakni mereka yang menjalani hukum (Presiden, Gubernur, Bupati, Lurah), kedua legislative; yakni mereka yang menciptakan hukum (DPR, MPR, DPRD, DPD) dan ketiga yudikatif; mereka yang mengontrol hukum/penegak hukum (MK, MA, Hakim, Jaksa Agung).[6]

Perkembangan Paham Demokrasi

     Pada awal mula sistem demokrasi ini dipakai di Yunani, yakni demokrasi langsung (direct democracy). Perlu diketahu bahwa demokrasi langsung ini hanya berlaku pada kota-kota di Yunani seperti Athena dengan penduduknya sekitar 3000 orang dan yang menjalankan atau membuat keputusan politis dalam demokrasi langsung ini hanyalah mereka yang adalah anggota polis (negara kota) yakni lelaki dewasa, sedangkan perempuan dan anak-anak serta budak tidak terhitung. Dalam negara modern saat ini tidak bisa lagi menerapkan demokrasi langsung sebab masyarakatnya banyak dan plural maka pakailah demokrasi representative (melalui wakil-wakil rakyat), mereka diberi mandate atau kepercayaan untuk menata, membuat keputusan-keputusan politis sosial atas nama rakyat yang diwakili. Memasuki era abad pertengahan demokrasi menjadi hilang oleh sebab sistem pemerintahan saat itu yang feodal, ini tentu terdapat di negara-negara Eropa Barat. Bangsa Romawi yang mewarisi sistem demokrasi Yunani dikalahkan maka sistem demokrasi juga hilang. Abad pertengahan inilah dimana Paus dan Raja bekerja sama dalam urusan politik sehingga tidak aka nada kemungkinan untuk rakyat jelata dipilih jadi pemimpin. [7]

          Renaissance yakni suatu gerakan untuk kembali ke budaya-budaya Yunani-Romawi maka dengan sendirinya berbagai warisan Yunani termasuk sekularisasi juga demokrasi dihidupkan kembali sehingga terjadi perang dan revolusi yang menuntut hak-hak kebebasan semua warga, di Prancis sendiri kita kenal tida semboyanya yakni kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan. Lalu munculah berbagai filsuf yang memberikan teori tentang kontrak sosial seperti John Locke dimana dituntunt hak-hak person seperti hak hidup, hak kebebasan dan hak memiliki harta benda. Montesque lalu membagi demokrasi kepada trias politica (yudikativ, eksekutif, legislative) sehingga tidak ada penguasa tunggal. Dari sana menimbulkan berbagai revolusi lain seperti revolusi Amerika melawan Inggris, sehingga demokrasi pada tahap ini mendapat tempat, digunakan dalam rana politis. Dengan mendasarkan dirinya pada kebebasan individu, persamaan hak, serta hak pilih untuk semua warga negara. [8]

      Tentu sejarah perkembangan demokrasi dari Yunani Klasik sampai ke era modern ini sangat kompleks tetapi kali ini saya sekedar memberi gambaran sederhana. Dalam perkembanganya nanti terdapat perdebatan lebih lanjut tentang demokrasi konstitusional, khas pada abad ke 19 dimana supremasi hukum menjadi penggerak demokrasi. Semua diatur oleh hukum. Pada abad 20 terdapat fenomena lain, dimana ada kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, munculah kaum kapitalis sehingga demokrasi merambah pada bidang sosial ekonomi juga.

Prisip-Prinsip Demokrasi

        Dalam suatu sistem demokrasi liberal dengan supremasi hukum seperti yang telah diulas di atas maka terdapat beberapa prinsip. Bicara tentang prinsip berarti tentang sesuatu yang seharusnya, subtantif dan penting diperhatikan oleh semua anggota negara penganut demokrasi tersebut. Degan demikian beberapa prisip itu ialah:

a.       Kedaulatan rakyat

b.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah

c.       Kekuasaan mayoritas

d.      Hak-hak minoritas dijamin

e.       Jaminan hak asasi manusia

f.        Pilihan yang bebas adil dan jujur mengenai hidupnya dijamin

g.      Persamaan di depan hukum

h.      Proses hukum yang wajar

i.        Pembatasa  pemerintahan secara konstitusional

j.        Pluralism sosial, ekonomi, politik

k.      Nilai-nilai toleransi, kerja sama dan mufakat.   

Relevansi Demokrasi Pancasila Di Indonesia

      Dalam membahas subtema ini saya sendiri sangat terbatu dengan sutu buku yang berjudul Mewacanakan Kembali Demokrasi Pancasila Yang Diperbarui Sebuah Polemik dengan editornya Anick HT. Dengan berangkat dari berbagai persoalan Indonesia kontemporer para penulis berusaha mempertanyakan dan menegaskan kembali demokrasi Pancasila yang semestinya. Titik berangkat mereka adalah kasus Pilkada DKI tahun 2017 dengan kemenangan Anis Baswedan dan dipenjaranya Ahok Basuki Purnama. Ada empat isu pokok yang diangkat Pertama, membicarakan berbagai embrio platform yang berbeda yang saling bertentangan tentu ada saat ini tentang kemana Indonesia harus dibentuk. Bagi saya hal inilah berkaitan dengan politik identitas, bahaya ideologi baru selain Pancasila. Kedua membicarakan tentang mengapa para elit perlu menegaskan komitmen pada demokrasi Pancasila yang diperbarui, tentu ini sangat berbeda dengan demokrasi Pancasila era Sukarno dan Suharto. Dijelakan pula dimana perbedaan antara demokrasi Pancasila dan demokrasi liberal di Barat. Ketiga, penjelasan tentang apa yang kurang dalam praktek demokrasi Indonesia saat ini agar mencapi platform ideal demokrasi Pancasila yang diperbaharui. Keempat,  apa yang bisa kita kerjakan untuk mengkonsolidasikan demokrasi Pancasila yang diperbarui.[9]

       Denny J. A mempertegas demokrasi Pancasila yang diperbarui itu kedalam lima bagian yakni pertama, demokrasi Pancasila mengadopsi mekanisme politik seperti di dunia Barat. Demokari Pancasila juga mengadopsi paham-paham Hak Asasi Manusia yang dirumuskan oleh PBB. Bagi Denny hal inilah menjadi prisip minimum agar disebut sebagai sistem demokrasi modern. Maka implementasi sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab sangat berkaitan dengan HAM.  Implikasi lain yakni hak persamaan ekonomi sosial politik dijamin, tetapi tetap memperhatikan asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Hak-hak minoritas dilindungi.[10]

        Kedua, agama memaninkan peranan penting dalam berbangsa. Tentu ini berbeda dengan dunia Barat. Di Indonesia terdapat menteri agama yang persis tidak ada di negara demokrasi Barat sebab mereka yakin urusan keagaamaan menjadi hal privat, tidak dibawa ke ruang public. Sedangkan di Indonesia sendiri, agama begitu berperan, sila pertama Pancasila menjamin keberadaan agama di Indonesia. Dari situ kita bisa memahami bahwa demokrasi Pancasila unik dan bisa diterapkan.  Menarik untuk didalami lebih lanjut bawasannya di Indonesia ada berbagai agama yang berbeda, semua agama itu diterima dan mestinya tidak ada persekusi antara satu dengan yang lain. [11]

       Ketiga, hadirnya undang-undang yang melindungi kebebasan beragama dan keyakinan masyarakat, justeru karena peran agama yang lebih besar dalam masyarakat maka perlu ada UU yang melindunginya. UU ini bertujuan untuk menjamin orang beragama tetapi juga mengoreksi pandangan agama yang sangat merugikan kemanusiaan itu sendiri. Ada berbagai peraturan syariah Islam yang mestinya hanya berlaku untuk mereka yang beragama Islam dan tidak boleh dipaksakan kepada orang beragama lain.  Dan undang-undang melindungi kebebasan beragama ini khas di Indonesia, sebagai implementasi dari demokrasi Pancasila.

        Keempat, Pancasila menjadi perekat bangsa. Berbagai keragaman agama di Indonesia menemukan titik perjumpaan atau persatuan mereka dalam Pancasila. Bagi Denny Pancasila itu bisa dilihat sebagai mutiara yang masing-masing agama temukan dalam ajarannya. Persoalan berbau agama memang sering kita alami, sulit untuk bersatu secara doktriner tetapi bahwa kita mesti tetap menerima perbedaan tersebut, Pancasila bagi saya adalah sebagai wadah yang menjamin atau mempertemuka perbedaan tersebut.

        Kelima, Pemerintah di bawah Presiden yang domandatkan konstitusi dan undang-undang menjaga dan melindungi keberagaman itu. Gagalnya pemerintah sebagai penjga dan pelindung keberagaman akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup bernegara Indonesia.[12]

       Lima prinsip demokrasi Pancasila yang diulas oleh Denny J.A di atas dalam rangka merespon kasus sesudah pilkada DKI Jakarta yang menurut banyak pakar disertai sarat kepentingan, tetapi juga tersingkapnya banyak intensi tersembunyi seperti kaum-kaum radikal. Tentu demokrasi Pancasila yang Denny refleksikan ini masih dalam tataran berkaitan dengan peran agama. Saya menemukan input baru bahwa untuk menjawai pertanyaan apa kekhasan demokrasi Pancasila dari demokrasi liberal barat, jawabanya demokrasi Pancasila itu masih menerima peran agama dalam ruang public. Lebih dari itu dalam demokrasi Pancasila sumber atau ideologi utama adalah Pancasila itu sendiri yang bagi saya dalamnya juga tersirat hampir semua prisip demokrasi modern, seperti keadilan sosial (sosial justice), kemanusiaan (humanisme), persatuan (nasionalisme), ketuhanan, demokrasi.

Refleksi Personal

         Refleksi personal saya ini tentu sebagai pengembangan lebih lanjut dari tema demokrasi subtantif. Apa arti kata subtantif, bagi saya subtantif artinya yang seharusnya, hal prinsipiil. Demokrasi subtantif dalam hal ini adalah suatu demokrasi yang semestinya ada. Dalam visi Indonesia menyongsong ulang tahunya yang ke 100 di tahun 2045, pemerintah telah memetakan empat pilar sebagai visi bersama yakni: pembangunan manusia dan penguasaan iptek, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Tema yang saya angkat pada artikel ini tepat menjadi bagian dari visi ke empat. Dalam rangka kepentingan ketahanan nasional serta tata kelola pemerintahan maka perlu yang namannya demokrasi subtantif.

          Dari realitas saat ini seperti yang telah saya tulis di atas bahwa kita menemukan banyak persoalan dalam negeri ini yang tentu menggerogoti demokrasi itu sendiri. Persoalan seperti masalah politik identitas, dimana satu identitas tertentu mau mendominasi dan mengatur orang dengan identitas berbeda. Hal ini persoalan yang nyata kita alami seperti dalam kasus Pilkada DKI pada tahun 2017. Politik identitas ini menjadi wadah bagi para politisi untuk menunggangi agama demi kepentingan politiknya. Agama terlihat sebagai kuda tunggangan yang kehilangan kendali dan tidak tahu kemana arahnya. Dalam menangkal permasalah politik identitas dengan isu-isu radikalisme maka edukasi tentang demokrasi itu sangat perlu. Bagi saya secara pribadi, kita di Indonesia menjalankan demokrasi yang unik yang disebut demokrasi Pancasila. Pacasila adalah prinsip dasar kita berdemokrasi sehingga unsur-unsur yang dijabarkan dalam Pancasila tidak mesti dihilangkan.

      Saya sangat tertarik dengan tulisa Denny J.A di atas tentang realitas demokrasi di Indonesia. Demokrasi Pancasila yang diperbaharui untuk membedakannya dari demokrasi Pancasila Sukarno dan terlebih khusus Suharto. Demokrasi Pancasila yang diperbarui dalam artian bahwa Indonesia menerima imput lain yang memperkaya Pancasila seperti HAM, dimana hak-hak semua warga dijamin. Denny juga menekankan pada peran agama dalam demokrasi Pancasila di Indonesia yang tentu tidak terdapat pada demokrasi liberal di Barat. Agama dalam hal ini adalah suatu organisasi yang sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa di Indonesia. Tetapi bagi saya demokrasi subtantif itu penting dalam rangka tidak membiarkan agama sangat mendominasi dan bahkan dalam setiap keputusan politis public mesti berdasarkan agama sebab pada prinsipnya kita bukan negara agama.

       Demokrasi subtantif mempertegas peran-peran trias politika, sehingga akan ada keseimbangan sebab ekesekutif tidak memiliki kekuasaan yang absolut, ia dikontrol oleh legislative dan yudikatif. Contoh sederhana, jika seorang Bupati dalam kebijakannya merugikan rakyat dengan melanggar HAM, maka waluapun Ia menjabat sebagai bupati tetap Ia mesti dihukum. Kekuasaan eksekutif selalu dicek oleh legislative, untuk sebuah keputusan besar dan diundangkan maka perlu peran serta legislative. Dengan demokrasi subtantif maka trias politik bisa berjalan secara baik.

         Demokrasi subtantif juga menjamin supremasi hukum. Sebagai negara hukum tentu Indonesia juga mendasari semua kehidupannya berdasarkan hukum yang berlaku. Hukum kita bersumber dari Pancasila itu sendiri dan dari Undang-Undang. Oleh sebab itu, berdasarkan hukum yang berlaku semua warga dijamin hak-haknya, dan barang siapa yang melanggar peraturan yang berlaku meski dihukum secara setimpal agar bisa menimbulkan efek jerah.

           Sebagai konklusi refleksi filosofi saya ini maka saya bersyukur sebab Indonesia menganut sistem demokrasi yang menurut banyak ahli lebih baik daripada sistem monarki, aristokrasi dan lainya. Namun yang perlu diperhatikan agar demokrasi kita tetap efektif dalam penerapan maka perlu pemahaman yang mendalam serta mengusahakan hingga ke substansi demokrasi itu sendriri. Kita di Indonesia mengantu demokrasi Pancasila yang khas dan unik, maka perlulah untuk memerptegas identitas kita.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Bagus, Lorens., Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996.

Magnis Suseno, Franz., Mencari Makna Kebangsaan,  Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Budiardjo, Miriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2014-edisi revisi.

Sunarso., Membedah Demokrasi Sejarah, Konsep, dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: UNY Press, 2015.

Deny J.A dalam Anick HT (ed), Mewacanakan Kembali Demokrasi Pancasila Yand Diperbarui, Sebuah Polemik, Jakarta: Cerah Budaya Indonesia, 2017

Internet:

                Danur Lambang Pristiandaru, dalam Kompas.com



[1] Danur Lambang Pristiandaru, dalam Kompas.com, diakses pada tanggal 9/12/2021. (https://www.kompas.com/global/read/2021/11/27/180100070/daftar-negara-blok-barat-dan-blok-timur-dalam-perang-dingin?page=all)

[2] Franz Magnis Suseno, Mencari Makna Kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 67-68

[3] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2007-edisi revisi), hlm. 127-135

[4] Ibid., hlm. 106

[5] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996),  hlm. 154

[6] Sunarso, Membedah Demokrasi Sejarah, Konsep, dan Implementasinya di Indonesia, (Yogyakarta: UNY Press, 2015), hlm.22

[7] Miriam, Op.Cit., hlm. 110

[8] Ibid., hlm. 111

[9] Deny J.A dalam Anick HT (ed), Mewacanakan Kembali Demokrasi Pancasila Yand Diperbarui, Sebuah Polemik, (Jakarta: Cerah Budaya Indonesia, 2017), hlm. ix-xi

[10]Ibid., hlm. 8

[11] Ibid.

[12] Ibid., hlm.10

Rabu, 08 Desember 2021

Henri Bergson

Henri Bergson[1]

Biografi:

Henri Bergson seorang filsuf prancis lahir di Paris 18 Oktober 1859. Ayahnya adalah seorang pemusik dan komponis yang mengungsi dari Polandia. Ibunya berasal dari inggirs. Ayah dan ibunya penganut agama Yahudi dan Bergson dibesarkan dalam suasana Yahudi. Ia tertarik kepada Gereja Katolik tetapi tidak dibaptiskan sebagai bentuk kehormatannya terhadap komunitas Yahudi. Ia meninggal di Paris 1941. Bergson mendapatkan pendidikan yang bagus selama di Paris, Ia belajar bersama Emil Durkheim dan Jean Jaures. Henri kemudian mengajar di Universitas namun cepat pension oleh karena alasan kesehatannya.

Henri Bergson dalam hal pemikirannya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin dan juga pemikiran Herbert Spencer.

Karya-Karya Henri Bergson:

1.     Essai sur les donnees immediates de la conscience   (1889: Waktu dan Kehendak Bebas).

2.     Matiere et memoire (1896; Materi dan Ingatan).

3.     Duree et simultaneite (1922; Lamanya dan Keserentakan).

4.     L’evolution creatice (1907; Evolusi Kreatif)

Les deux sources de la morale et de la religion (1932; Kedua Sumber Moral dan Agama.

5.     Dalam bidang politik Bergson berperan, PD I: Mengabdi kepada negara sebagai utusan pemerintah Prancis. Ketua Komisi Kerja Sama Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Terlibat dalam persiapan pembaruan pendidikan di Prancis. Terpilih sebagai anggota Academie Francaise (1914). Menerima nobel Kesastraan (1928).

Pemikiran:

a.     Pemikiran Bergson Tentang Moral dan Agama

1.     Tentang Moral.

Bergson membagi persoalan moral ini menjadi dua bagian yakni moral tertutup dan moral terbuka. Moral tertutup menandakan masyarakat yang tertutup. Masyarakat tertutup bukan berarti karena keterbatasan ruang atau hanya meliputi sebagian orang saja tetapi karena dikuasai oleh suatu moral yang hanya berlaku dalam masyarakat tertentu saja atau tidak berlaku universal. Prinsip dasar moral tertutup ialah kerukunan di dalam dan permusuhan di luar. Dalam suatu negara, setiap warga memihak kepada sesama warga negara dan melawan musuh. Sumber moral tertutup adalah desakan sosial atau desakan kerukunan yang harus dimengerti sejalan dengan insting. Bagi Bergson kewajiban etis tidak berasal dari rasio tetapi berasal dari desakan sosial untuk tetap mempertahankan kehidupan dan kerukunan masyarakat. Sedangkan moral terbuka menandakan masyarakat terbuka. Moral terbuka bersifat universal dan mencari kesatuan antara seluruh umat manusia. Moral terbuka juga bersifat dinamis akibat dari perubahan masyarakat. Moral terbuka berasal dari emotion creatrice atau emosi kreatif yang mendorong individu melakukan suatu tindakan etis. Moral terbuka tidak didasarkan pada kewajiban, melainkan imbauan dan aspirasi. Hal ini telah ditunjukkan tokoh-tokoh dunia yang menggugah banyak orang untuk melalui tindakan mereka yang mencanangkan cinta universal sebagai cita-cita dan diwujudkan dalam kepribadian dan kehidupan mereka. Tindakan dari mereka yang memilik moral terbuka menggugah orang lain bukan karena desakan sosial dan alasan-alasan rasional tetapi karena keteladanan mereka.

2.     Tentang Agama

Bergson juga mengklasifikasikan agama menjadi dua yakni agama statis dan agama dinamis. Agama statis menurutnya, sangat lah berguna dalam menunjang kesatuan sosial. Dalam agama statis, penganut agama cenderung mengutamakan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat umum karena mempunyai intelegensi. Intelegensi adalah kemungkinan bagi manusia untuk menggunakan dan menciptakan alat-alat buatan sehingga dengan intelegensinya manusia berusaha menjalankan pengaruhnya atas dunia material dan mengabaikan kepentingan umum. Oleh karena itu, akal budi sangat lah kritis dan mendorong orang mementingkan diri sendiri. Menurut Bergson, hal ini dapat mengancam kebersamaan dalam masyarakat. Pengaruh akal budi perlu diimbangi oleh la function fabularitic (bisa dikatakan sebagai mitos atau fantasi) yang dipandang berasal dari dewa-dewa yang berisi larangan dan adat kebiasaan. Melalui pelaksanaan tradisi adat dan penghukuman atas pelanggaran, para dewa dipandang telah menjaga susunan masyarakat dari perpecahan. Sedangakan agama dinamis Agama dinamis menurut Bergson adalah mistik. Para mistikus bersatu dengan usaha kreatif Allah (oleh Bergson disebut Elan Vital). Para mistikus merasakan kesatuan dengan Allah secara tertentu. Menurut Bergson, Tuhan adalah cinta dan objek cinta. Bergson mengatakan bahwa ada tujuan ilahi dalam proses evolusi yakni usaha Allah agar setiap makhluk mendapatkan kasihnya. Pengalaman akan kasih Allah tidak dapat dipahami oleh intelek, tetapi hanya dapat dipahami melalui intuisi. Melalui intuisi manusia mencapai taraf reflektif atau mencapai pengalaman mistik. Menurut Bergson Elan Vital (dapat dikatakan sebagai Allah) dikomunikasikan orang-orang tertentu yang disebut mistikus. Para mistikus mengalami kontak atau komunikasi secara intens dengan Tuhan. Kaum mistik inilah yang berpartisipasi dalam kasih Tuhan bagi umat manusia.

Menurut Bergson, dalam agama Kristen mistik mencapai bentuknya yang paling lengkap karena di situ mistik disertai aktivitas dan kreativitas. Dalam agama dinamis para menganut agama mengamalkan hal yang dipercayai atau diimani dalam aktivitas dan karya. Pengalaman bersama Allah diaktualisasikan dalam realitas hidup. Melalui pengalaman mistik manusia dapat merasakan adanya energi kreatif yang bekerja dalam dunia yakni cinta. Sama seperti moral terbuka, agama terbuka juga mengamalkan cinta universal untuk semua orang, tidak hanya untuk kelompok tertentu saja.

b.     Pemikiran Tentang Dure dan Kebebasan



[1] Sebagian besar isi artikel ini saya salin dari materi presentasi kelompok, pada kelas Capita Selecta semester VII, Universitas Sanata Dharma tahun ajaran 2021/2022. Sebagian lainya adalah hasil pencarian saya secara personal. 

Jumat, 22 Oktober 2021

Sokrates

 Apakah Sokrates Pernah Hidup?

Banyak orang yang meragukan apakah benar sosok seorang Sokrates yang sangat dikagumi oleh Platon itu pernah ada di atas muka bumi ini? Seperti mereka mempertanyakan Yesus, demikian bapak filsafat ini terus dipertentangkan apakah benar beliau tokoh historis? Alasan mempertanyakan historisitas Sokrates dipengaruhi oleh ilmu positive saat ini yang selalu menuntuk bukti fisik minimal sediit peninggalan yang bisa meyakinkan orang bahwa Sokrates memang tokoh sejarah. 

Persoalan ini lalu diangakat dalam acara Komedi, bersama Rocky Gerung. Beliau mempertahankan pendapatnya, jika kita percaya pada Platon maka tentu juga kita percaya bahwa Republik adalah karynya. Jika kita percaya bahwa Platon pernah hidup, kita membaca karyanya dan tentu kita percaya bahwa Sokrates memang tokoh sejarah dan guru Platon, sebab Platon menulis tentang diskusi-diskusi Sokrates.

Sokrates menamai dirinya sebagai bidan. Metode filsafatnya adalah metode kebidanan. Sebab seperti bidan yang membantu seorang ibu untuk melahirkan bayinya dengan baik dan selamat. Filsuf bagi Sokrates adalah seperti bidan berusaha membantu orang lain untuk melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang cemerlang dari dalam dirinya. Yah filsuf tidak pernah mengajarkan suatu doktrin kebenaran defenitif. Segala sesuatu selalu dianggap salah bagi seorang filsus sejati. Sebab pengetahuan yang pasti hanyalah 'tahu bahwa saya tidak tahu', kata Sokrates.

Bagi saya pertanyaan tentang apakah Sokrates pernah hidup, tidak terlalu penting. Yang paling penting adalah apa sumbangan terbaik Sokrates dalam mengukir sejarah hidupnya dan orang-orang sekitarnya. Seperti Sokrates kitapun hidup, ada dan mengalami banyak hal serta mengetahui segala sesuatu. Tetapi apakah itu penting? Tidak itu justeru tidak sangat penting, yang paling peting sebenarnya adalah apa sumbangan kita kepada kehidupan ini? Mampukah kita seperti Sokrates yang rela menjadi bidan pengetahuan? 

Suatu kepiluan saat ini adalah ketika terlalu banyak orang yang bangga dengan pengetahuannya, sehingga itu menjadi basis untuk merendahkan orang lain. Pengetahuan adalah kekuatan (Knowledge is power). Satu tangisan bagi mereka, jika dengan pengetahuan tidak membantu orang lain. Ibu saya selalu mengingatkan saya akan Filsafat padi, semakin berisi semakin merunduk. Sokrates tokoh yang sangat ideal untuk menjadi teladan dalam pengetahuan. Teladan dalam filsafat hidup. Yang terpenting adalah bukan apa yang kita ketahui, tetapi bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tersebut. Sebab ada banyak orang yang mengetahui banyak hal tetapi salah mengaplikasikannya. Pilu. Derita dan memalukan. Serta justeru dirinya menjadi bahan tertawaan, ceracaan serta hinaan untuk orang lain. 

Sokrates, tokoh historis yang sangat luar biasa. Pencinta kebijaksanaan sejati. Dan orang bijak yang pernah ada di muka bumi ini. Sokrates bapak filsafat. Aku tidak akan pernah mengabaikan semua ajarannya, walaupun belum semua yang aku  pahami, tetapi yang sudah aku pahami akan aku terapkan dalam kehidupan. Bukan supaya dunia melihat, tetapi supaya tidak diketahui oleh dunia bahwa aku tahu banyak hal. Bukan aku semakin sombong tetapi supaya aku semakin rendah hati dan semakin merunduk serta terus memiliki dahaga yang besar untuk mencari tahu. Sebab pengetahuan itu berkembang terus seperti Herraklitos katakan. Pantha Rei, sungai itu mengalir. Belajar tidak pernah puas, dan mengajar tidak pernah bosan, kata Konfusius.

Terima kasih Sokratesku….


Sintuz Bezy,

Kupang, Selasa 22/01/19


Epikurus

 

Tuhan Lemah dan Jahat!!!

Hehehe, bagi sebagian orang mungkin pernyataan ini hanyalah lelucon yang keluar dari mulut orang yang kurang kerjaan. Bagaimana tidak? Sebab dia mengatakan bahwa Tuhan itu jahat. Apakah dirinya tidak pernah tahu bahwa kehidupan yang baik ini adalah anugerah Tuhan.? Ini tentu pernyataan yang hanya mengundang lucu… 

Namun jika ini hanya pernyataan lelucon, buktikan bahwa Tuhan itu kuat, buktikan bahwa Tuhan itu ada, buktikan bahwa kehidupan kita dikendalikan oleh-Nya. Bukankah hal itu mustahil? Kita tidak cukup kuat untuk mengafismasi bahwa Tuhan itu eksis. Metafisika kuno hanyalah khayalan akan eksistensi Tuhan. Nietzsche sudah membunuh Tuhan. Tuhan sudah mati, dan memang Tuhan sebenarnya tidak ada. Surga hanyalah utopis, lanjut Marx. Mengapa kaum agama begitu yakin terhadap sesuatu yang tiak ada? Mengapa mereka menyembah, proyeksi dirinya sendiri? Feuerbach melengkapi.

Adapun toko bernama Epikurus, dia seorang pencinta kebijaksanaan, sudah sejak awal mempertanyakan keberadaan Tuhan. Bagi agama-agama Tuhan itu dilihat sebagai sosok yag sangaat kuat, mahakusa dsb. Epikurus mempertanyakan tentang keyakinan ini. Ia komparasikan dengan pengalam pendeeritaan manusia. Fakta bahwa ada banyak orang yang menderita, banyak yang megalami kesusahan. Banyak yang kalah dalam hidup. Banyak yang mati bodoh, karena beriman kepada Tuhan. 

Dimanakah Tuhan, hingga Dia tidak meolong orang-orang malang ini? Dimanakah kekuasaaNya ? Epikurus lalu menyimpulkan, mungkin Tuhan mau menghapus penderitaan tetapi Dia tidak mampu. Tuhan macam apa yang tidak mampu menghapus penderitaan? Lemahkan Dia? Pasti kekuasaan-Nya tidak benar-benar ada. Atau mungkin Tuhan mampu menghapus penderitaan ini tapi Dia tidak mau. Mengapa sejahat itu Tuhan, Dia tetap membiarkan penderitaan terjadi pada manusia padahal manusia adalah pengikut setia Diri-Nya. Mungkin saja Tuhan mau dan sanggup menghapus penderitaan manusia, tapi mengapa sampai sekarang belum Ia lakukan? Berarti Tuhan tidak ada.!

        Perpus OCD Jogja, Jumad 22/10/21

Sintuz Bezy 

 

Reformasi Protestan

REFORMASI PROTESTAN DAN GERAKAN EKUMENISME

Pengantar

            Fakta bahwa Gereja saat ini terdiri dari banyak aliran dan denominasi. Hal ini terjadi karena ada gerakan pembaharuan (reformasi) dalam tubuh Gereja itu sendiri. Gerakan pembaharuan ini kebanyaakan membawa perpecahan yang kemudian munculah gereja-gereja seperti yang ada saat ini. Namun apakah semua orang Kristen tahu mengapa ada perpecahan dan apa usaha penyatuan kembali yang pernah dilakukan? Kami kelompok merasa terpanggil untuk membagi sedikit pengetahuan kami tentang jawaban-jawaban atas pertanyaan di atas, maka presentasi berikut akan membahas secara singkat dan padat tentang fakta perpecahan tersebut serta usaha ekumenismenya.

Kami akan memulai degan membahas konsep reformasi yakni tentang arti kata reformasi dan reformasi dalam gereja, kemudian dilanjutkan dengan ulasan tentang latar belakang reformasi, konteks, tokoh, dan inti pokok ajaran yang dikembangkan. Pada akhirnya kami menyajikan suatu fakta usaha ekumenisme yang pernah dilakukan Gereja. Artikel singkat ini akan diakhiri dengan kata penutup sebagai suatu kesimpulan sementara.  

Reformasi, Fakta Dan Data Historis, Serta Usaha Ekumenisme

a.      Refromasi Dalam Gereja

Kata reformasi artinya perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau Negara.[1] Dalam konteks Gereja, reformasi adalah suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam Kekristenan Barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17, hendak mengembalikan Kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan iman kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah. Dalam Gereja terdapat Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli dan Yohanes Calvin dan juga Reformasi Katolik dengan tokoh-tokoh yang menonjol seperti St. Pius V, St. Ignatius Loyola, St. Teresa dari Avila, St. Yohanes dari Salib, St. Fransiskus dari Sales.

b.     Fakta Gerekan Reformasi Dalam Gereja

1.       Marthin Luther (1484-1546)

Martin Luther adalah seorang Imam Katolik Roma dan biarawan Agutinian juga pengajar di Universitas Wetenberg-Jerman.[2] Beliau memberontak dan mengadakan reformasi dalam Gereja oleh sebab adanya beberapa fakta kehidupan Gereja yang menyimpang dari ajaran Alkitab dan prinsip-prinsip Wahyu Allah seperti; jual-beli surat-surat indulgensi. Hal ini memperlihatkan seolah-olah dosa bisa dihapus dengan membeli surat indulgensi tersebut, selain itu adanya supremasi Paus atas seluruh aspek kehidupan umat beriman. Luther kemudian menyatakan sikap dengan mencetak 95 tesis sebagai bentuk protesnya yang disebarkanya di berbagai pintu Gereja di Wittenberg.[3]

Inti ajaran Luther ialah bahwa keselamatan dan konsekwensinya, kehidupan kekal tidak diperoleh dengan perbuatan-perbuatan baik, namun diterima oleh orang percaya sebagai anugerah bebas dari rahmat Allah melalui iman dalam Yesus Kristus sebagai penebus dosa, (sola fide/hanya iman, sola gratia/hanya anugerah, sola scriptura/hanya Kitab Suci).[4]  Tahun-tahun kemudian Luther mendapat banyak dukungan dari pengikutnya maupun dari pangeran-pangeran di Jerman, sedangkan dari pihak Gereja Katolik terbit suatu bulla berjudul Exurge Domine oleh Paus Leo X untuk meminta Luther menarik beberapa ajarannya yang dianggap sesat. Luther menolaknya dan diekskomunikasi oleh Gereja Katolik, Luther kemudian mendirikan suatu aliran Kristen yang disebut Lutheran.

Teologi Perjamuan Kudus menurut Luther

Salah satu hal yang ditolak oleh para reformator dalam pembaruan ajaran Gereja adalah konsep  Gereja  Katolik  seperti  yang  dijelaskan  di  atas  yaitu  doktrin transubstansiasi. Dapat dikatakan bahwa Luther adalah  orang pertama yang menentang ajaran ini. Ada  banyak tulisan- tulisan dan pemikiran Luther yang menguraikan tentang Perjamuan Kudus. Di mulai dari maksud  perjamuan  Kudus,  Luther  mengartikan  Perjamuan  Kudus  bertolak  dari  kata-kata  penetapan yaitu  sebagai  firman  Allah,  peraturan,  dan  perintah-Nya.Perjamuan  Kudus  ditetapkan  oleh Kristus sendiri, bukan hasil pikiran manusia.Jadi Perjamuan Kudus adalah tubuh dan darah yang benar dari Kristus, yaitu tubuh dan darah yang diberikan kepada kita anggota-anggota jemaat di dalam  dan  di  bawah  roti  dan  anggur  untuk  dimakan  dan  diminum  menurut  firman  dan penetapan  Kristus.  Firman itulah  yang  membuat Perjamuan  Kudus  menjadi Perjamuan  Kudus dan firman-lah yang membedakannya, supaya Perjamuan Kudus bukanlah roti dan anggur biasa melainkan  tubuh  dan  darah  Kristus. 13 Ini  untuk  menolak  kepercayaan  Gereja  Katolik  yang menanggap  bahwa  sakramen  memiliki  posisi  yang  tinggi  dan  dapat  membawa  keselamatan dibanding firm firman.

Pandangan Luter tentang perjamuan kudus, Ia menolak ajaran gereja katolik apalagi tentang konsep transubstansiasi bahwa roti dan anggur yang kita terima setelah dikonsekrir itu menjadi tubuh dan darahKristus, baginya yang membuat roti itu kudus adalah semata-mata karena firman. Ia mengajarkan konsep konsubstansiasi, jadi roti dan anggur itu sama-sama didiami oleh tubuh dan darah kristus. Ajaran gereja, transubstansiasi (roti dan anggur substansinya berubah menjadi tubuh dan darah kritus) tapi Luter konsubstansiasi roti dan anggur tidak berubah namun, substansi tubuh dan darah kristus mendiaminya.

2.      Ulrich Zwingli (1484-1531)

Ulrich Zwingli mengadakan reformasi di Swiss dan mendirikan Gereja reformasi Swiss. Beliau adalah seorang pakaar Alkitab dan sarjana humanis.  adapaun beberapa hal yang ditolak Swingli dari tradisi Katolik yakni ; percaya terhadapa santo-santa, selibatis, thabisan imam, gambar-gambar kudus, dan lain-lain. Penekanan Zwingli pada Kitab Suci, maka beberapa praktek keagamaan Katolik yang tidak berlandas pada Kitab Suci ditolaknya. Ia menolak pemakain musik dalam ibadat, pandangannya tentang sakramen, baginya sakramen adalah semacam sumpah untuk membuktikan kerelaan dirinya mendengarkan dan menaati firman Allah. Maka Zwingli oleh karena banyak dukungan dari para politisi saat itu berhasil membenuk suatu gereja reformasi. [5]

Swingli menekankan doktrin pneumatology dan menekankan namanya pendidikan, dan doktrin dan hidup kristiani.  Secara menonat. Anabaptis (klpk yg menerima baptisan ulang) alkitab adalah satu2nya sikap iman dan prilaku demi kesalamtan dan prilaku manusia bukan untuk teologi yg ruwet.

3.      Yohanes Calvin (1509-1564)

Beliau adalah seorang lawyer (hakim) berkebangasaan Prancis. Terinspirasi dari semangat reformasi di Geneva yang dipimpin oleh Guillaume Farel. Oleh karena dukungan politik dan posisi yang baik serta banyak menulis maka Calvin mendapat tempat, Ia sebenarnya sangat menekankan pada pembacaan Kitab Suci secara literer artinya apa yang tertulis dalam Kitab Suci itulah yang harus dilakukan. Konsekwensinya semua praktek atau ajaran yang tidak bersumber pada Kitab Suci secara eksplisit ditolaknya. Ia menyarankan bahwa Kitab Suci juga diterapkan untuk semua aspek kehidupan umat baik dalam menggereja maupun bermasyarakat. Teologi Calvin yang mencolok adalah ajarannya tentang predestinasi bawasanya orang selamat itu karena sudah ditentukan oleh Allah sejak semula. Hidup moral yang keras sebagai bukti keselamatan.[6]

Maka kita tidak dapat terlepas dari lima pokok Calvinisme yang dikenal dengan T-U-L-I-P; Total Depravity (Kerusakan rotal), Unconditional election (Pemilihan tak bersyarat), Limitet atonement (Penebusan terbatas), Irressistible grace (Anugerah yang tak dapat ditolak) dan Preseverance of the saints (Ketekunan orang-orang kudus), yang mendasarinya iala ajarannya tentang kedaulatan Allah, dan kebobrokan manusia. Penekannya pada Kitab Suci, semua yang diajarakan oelh Kitab Suci itulah juga yang diajarkan oleh Calvin seperti tentang Trinitas, keilahian Kristus, anugerah perjanjian, pembenaran karena iman, penyucian, kedatangan Kritus yang kedua, ketidaksalahan Alkitab. (Berbagai aliran)

Mengenai pandangannya tentng sakramen , Calvin mnyetakan bahwa sakramen itu adalah pertma sabagai tanda eksternal bahwa Tuhan memeteraikan kepada kita janji-janinya akan kehendak yang baik kepada kita demia menopang kelemahan kita,, dan sebgai tanda yg kelihatan dari perkara yang suci, maka sakramen itu dilihat sebagai akomodasi Allah akan kelemahan manusia. Tentu semua para reformataor termasuk Calvin hanya menerima dua sakramen yakni baptis dan ekaristi.  (siprianus), lateran semua org yg ada dlm gr katolik itu slamat. (Agustinus-Latheran), extra eccleseia (yhudi, islam). Jabatan dalam gereja menurut calvin (pendeta, penatua, pengajar, daikon). Thomas Aquinas dalam himne ekaristi.

4.      Gereja Anglikan

Gereja Inggris memisahkan diri dari Paus dan Gereja Katolik Roma. Hal ini terpengaruh dari berbagai gerakan reformasi Protestan di seluruh Eropa. Fenomena lain seperti kemerosotan feodalisme, kebangkitan nasionalisme, penemuan mesin cetak dan pencerahan. Perpisahan ini pertama-tama oleh masalah politik lalu diikuti dengan  urusan teologi. Persoalan pertama sebenarnya berasala dari Raja Henry VIII yang ingin menceraikan pernikahannya dengan Chatarina dan mau menikah lagi dengan Anne Bolyen. Tapi hal itu tidak disetujui oleh Paus Klemens VII saat itu karena bertentangan dengan hukum Gereja.[7]

Anglikan, soal scriptura (problem penafsiran), akal budi (bukan hnya telog dan iman tapi semua org)

c.      Ekumenisme

Gereja saat ini memang sudah terpecah dan memunculkan banyak aliran serta denominasi yang masing-masing memiliki teologi dan praktek iman yan berbeda. Namun hal itu tidak menandakan bahwa Gereja tidak bisa bersatu, buktinya ada semangat untuk mengupayakan persatuan didorong oleh kesadaran bahwa Orang Kristen adalah satu di dalam Kristus melalui baptisan bersama mereka dalam Kristus, dan meski gereja` dalam berbagai bentuknya tetap menjadi satu tubuh dalam Kristus. Gerakan ekumenis berusaha untuk membuat kesatuan itu lebih terlihat dan efektif dalam kehidupan gereja-gereja itu sendiri, dan dalam kesaksian bersama mereka dan pelayanan kepada dunia. Dalam dekade 80-an yang lalu, himbauan bagi persatuan gereja begitu gencar dikumandangkan. Khususnya sejak Sidang Raya Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD; WCC - World Council of Churches) yang keenam pada bulan Juli 1983 di Vancouver, B. G., Kanada, semangat untuk menciptakan gereja yang bersatu semakin diupayakan.

Gerakan ekumenis pada dasarnya mengidamkan terciptanya satu Gereja yang universal dalam satu kesatuan (unity) yang terdiri dari berbagai ras dan bangsa. Tekanannya adalah pada upaya terciptanya suatu Gereja yang satu iman dan satu tata ibadah maupun organisasinya. Tujuan utamanya adalah supaya terwujud suatu Gereja yang Esa berdasarkan Yohanes 17:21. Alasannya, oleh karena Tuhan dari Gereja adalah Satu (Efesus 4:4-6), maka Gereja adalah satu. Argumentasi seperti di atas tidak selalu diterima oleh setiap kalangan, karena, Keesaan Gereja tidak tergantung kepada pengertian kita yang subjektif atau kemauan kita untuk "merasa diri satu", bukan juga melalui usaha manusia di lapangan ekumenis, melainkan Keesaan itu pada dasarnya telah diberikan kepada Gereja yaitu orang-orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus. Ketika orang percaya bersatu dalam iman kepada Yesus Kristus, mereka memiliki kuasa dan jangkauan pengaruh dalam menghadapi dunia seperti halnya Allah Bapa dan Allah Anak bersatu menghadapi dunia ini.[8]

Sejak tahun 1990 gagasan tentang koinonia (persekutuan) telah menjadi pusat diskusi ekumenis tentang eklesiologi. Penekanan ekumenisme yaitu BEM (Baptis, ekaristi, dan ministry/pelayanan).  Berasal dari Perjanjian Baru, istilah ini menunjukkan baik orang percaya hubungan individu dengan Kristus dan hubungan gereja satu sama lain, keduanya secara spiritual dan praktis. Ekspresi klasiknya berasal dari Majelis Ketujuh WCC di Canberra pada tahun 1991 dan Konferensi Dunia Kelima tentang Iman dan Tata Tertib diadakan di Santiago de Compostela pada tahun 1993.

Kesatuan dan kehidupan sakramental umum yang dimasuki oleh seseorang baptisan dan dirayakan bersama dalam satu persekutuan ekaristi; kehidupan bersama di mana anggota dan kementerian saling diakui dan didamaikan; dan misi bersama bersaksi kepada semua orang tentang Injil kasih karunia Allah dan melayani seluruh ciptaan. Tujuan pencarian persekutuan penuh terwujud ketika semua gereja mampu mengenali satu sama lain gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik dalam kepenuhannya.

Penutup

Sekalipun Gereja sekarang ini terpecah-pecah, namun kelak pada akhir zaman kesatuan akan menjadi kenyataan. Singkatnya, perpecahan di dalam Gereja agaknya tidak dapat dihindari, oleh karena keadaan Gereja yang sempurna di dunia ini tidaklah dapat dicapai berhubung dengan berkembangnya pemikiran manusia dan teologi Kristen yang menimbulkan perbedaan tajam dalam pemikiran. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kesatuan di antara orang percaya bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan kesatuan itu sendiri bertpjuan untuk pengembangan pelayanan di dalam tubuh Kristus serta untuk mendemonstrasikan kasih Kristus.

Penekanan ekumenisme adalah dialog dengan yang lain. Dalam usaha ekumenisme ditekankan tentang pentingnya kesaksian dan dialog orang Kristen, serta adanya himbauan supaya misi-misi yang dilakukan oleh orang Kristen tidak bersifat agresif atau menghakimi kepercayaan lain. Maka, orang Kristen tidak boleh berpikiran dikotomis, sebaliknya orang Kristen harus berpola pikiran injili dan ekumenis pada saat yang bersamaan, oleh karena kedua tekanan itu adalah saling melengkapi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amstrong, Karen. (2018). Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia, Terj. Zainul Am. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Urban, Linwood. (2003). Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Jakrta: BPK Gunung Mulia.

Fitzgerald, Thomas E. (2004). The Ecumenical Movement, An Introductory. USA: Preager. Tersedia dalam pdf.

 

 

Jurnal

Lukito, Daniel Lucas. (1991). Kecenderungan Gerakan Oikumene Dewasa Ini. 66. Diakses pada 5 September 2021 melalui link Themelios.net/artikel-jurnal.

 

Interner

 

Badan Pustaka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Reformasi (Def.1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses 3 September 2021, melalui https://kbbi.web.id/.

 

Nama Anggota Kelompok :

1.        Yohanes Lende          : Ft. 4071

2.      Kristoforus Leba       : Ft. 4069

3.       Yuventus Bere Seran : Ft. 4070

4.      Krisantus Yustus      : Ft. 4068



[1] Badan Pustaka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Reformasi (Def.1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses 3 September 2021, melalui https://kbbi.web.id/.

[2] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia Terj. Zainul Am, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2018), hlm. 413-436

[3] Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakrta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 368-369.

[4] Thomas E. Fitzgerald, The Ecumenical Movement, An Introductory, (USA: Preager, 2004), hlm. 47

[5] Ibid., hlm. 48

[6] Ibid., hlm. 48-49

[7] Ibid., hlm.50-51

[8] Daniel Lucas Lukito, Kecenderungan Gerakan Oikumene Dewasa Ini, 1991, hlm. 66, Themelios.net/artikel-jurnal, diakses pada 5 September 2021

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...