REFORMASI
PROTESTAN DAN GERAKAN EKUMENISME
Pengantar
Fakta
bahwa Gereja saat ini terdiri dari banyak aliran dan denominasi. Hal ini
terjadi karena ada gerakan pembaharuan (reformasi) dalam tubuh Gereja itu
sendiri. Gerakan pembaharuan ini kebanyaakan membawa perpecahan yang kemudian
munculah gereja-gereja seperti yang ada saat ini. Namun apakah semua orang
Kristen tahu mengapa ada perpecahan dan apa usaha penyatuan kembali yang pernah
dilakukan? Kami kelompok merasa terpanggil untuk membagi sedikit pengetahuan
kami tentang jawaban-jawaban atas pertanyaan di atas, maka presentasi berikut
akan membahas secara singkat dan padat tentang fakta perpecahan tersebut serta
usaha ekumenismenya.
Kami akan memulai degan membahas konsep
reformasi yakni tentang arti kata reformasi dan reformasi dalam gereja,
kemudian dilanjutkan dengan ulasan tentang latar belakang reformasi, konteks,
tokoh, dan inti pokok ajaran yang dikembangkan. Pada akhirnya kami menyajikan suatu
fakta usaha ekumenisme yang pernah dilakukan Gereja. Artikel singkat ini akan
diakhiri dengan kata penutup sebagai suatu kesimpulan sementara.
Reformasi,
Fakta Dan Data Historis, Serta Usaha Ekumenisme
a. Refromasi
Dalam Gereja
Kata
reformasi artinya perubahan secara drastis untuk
perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau
Negara.[1]
Dalam konteks Gereja, reformasi adalah suatu gerakan untuk mengadakan
pembaharuan dalam Kekristenan Barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad
ke-17, hendak mengembalikan Kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan iman
kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah. Dalam Gereja
terdapat Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli
dan Yohanes Calvin dan juga Reformasi Katolik dengan tokoh-tokoh yang menonjol
seperti St. Pius V,
St. Ignatius Loyola, St. Teresa dari Avila, St. Yohanes dari Salib,
St. Fransiskus dari Sales.
b. Fakta
Gerekan Reformasi Dalam Gereja
1. Marthin
Luther (1484-1546)
Martin
Luther adalah seorang Imam Katolik Roma dan biarawan Agutinian juga pengajar di
Universitas Wetenberg-Jerman.[2]
Beliau memberontak dan mengadakan reformasi dalam Gereja oleh sebab adanya
beberapa fakta kehidupan Gereja yang menyimpang dari ajaran Alkitab dan
prinsip-prinsip Wahyu Allah seperti; jual-beli surat-surat indulgensi. Hal ini
memperlihatkan seolah-olah dosa bisa dihapus dengan membeli surat indulgensi
tersebut, selain itu adanya supremasi Paus atas seluruh aspek kehidupan umat
beriman. Luther kemudian menyatakan sikap dengan mencetak 95 tesis sebagai
bentuk protesnya yang disebarkanya di berbagai pintu Gereja di Wittenberg.[3]
Inti
ajaran Luther ialah bahwa keselamatan dan konsekwensinya, kehidupan kekal tidak
diperoleh dengan perbuatan-perbuatan baik, namun diterima oleh orang percaya
sebagai anugerah bebas dari rahmat Allah melalui iman dalam Yesus Kristus sebagai
penebus dosa, (sola fide/hanya iman, sola
gratia/hanya anugerah, sola scriptura/hanya Kitab Suci).[4] Tahun-tahun kemudian Luther mendapat banyak
dukungan dari pengikutnya maupun dari pangeran-pangeran di Jerman, sedangkan
dari pihak Gereja Katolik terbit suatu bulla berjudul Exurge Domine oleh Paus
Leo X untuk meminta Luther menarik beberapa ajarannya yang dianggap sesat.
Luther menolaknya dan diekskomunikasi oleh Gereja Katolik, Luther kemudian
mendirikan suatu aliran Kristen yang disebut Lutheran.
Teologi Perjamuan Kudus
menurut Luther
Salah satu hal yang ditolak
oleh para reformator dalam pembaruan ajaran Gereja adalah konsep Gereja
Katolik seperti yang
dijelaskan di atas
yaitu doktrin transubstansiasi. Dapat
dikatakan bahwa Luther adalah orang
pertama yang menentang ajaran ini. Ada
banyak tulisan- tulisan dan pemikiran Luther yang menguraikan tentang
Perjamuan Kudus. Di mulai dari maksud perjamuan Kudus,
Luther mengartikan Perjamuan
Kudus bertolak dari
kata-kata penetapan yaitu sebagai
firman Allah, peraturan,
dan perintah-Nya.Perjamuan Kudus
ditetapkan oleh Kristus sendiri,
bukan hasil pikiran manusia.Jadi Perjamuan Kudus adalah tubuh dan darah yang benar
dari Kristus, yaitu tubuh dan darah yang diberikan kepada kita anggota-anggota
jemaat di dalam dan di
bawah roti dan
anggur untuk dimakan
dan diminum menurut
firman dan penetapan Kristus.
Firman itulah yang membuat Perjamuan Kudus
menjadi Perjamuan Kudus dan
firman-lah yang membedakannya, supaya Perjamuan Kudus bukanlah roti dan anggur
biasa melainkan tubuh dan
darah Kristus. 13 Ini untuk
menolak kepercayaan Gereja
Katolik yang menanggap bahwa
sakramen memiliki posisi
yang tinggi dan
dapat membawa keselamatan dibanding firm firman.
Pandangan
Luter tentang perjamuan kudus, Ia menolak ajaran gereja katolik apalagi tentang
konsep transubstansiasi bahwa roti dan anggur yang kita terima setelah
dikonsekrir itu menjadi tubuh dan darahKristus, baginya yang membuat roti itu
kudus adalah semata-mata karena firman. Ia mengajarkan konsep konsubstansiasi,
jadi roti dan anggur itu sama-sama didiami oleh tubuh dan darah kristus. Ajaran
gereja, transubstansiasi (roti dan anggur substansinya berubah menjadi tubuh
dan darah kritus) tapi Luter konsubstansiasi roti dan anggur tidak berubah
namun, substansi tubuh dan darah kristus mendiaminya.
2. Ulrich
Zwingli (1484-1531)
Ulrich
Zwingli mengadakan reformasi di Swiss dan mendirikan Gereja reformasi Swiss.
Beliau adalah seorang pakaar Alkitab dan sarjana humanis. adapaun beberapa hal yang ditolak Swingli
dari tradisi Katolik yakni ; percaya terhadapa santo-santa, selibatis, thabisan
imam, gambar-gambar kudus, dan lain-lain. Penekanan Zwingli pada Kitab Suci,
maka beberapa praktek keagamaan Katolik yang tidak berlandas pada Kitab Suci
ditolaknya. Ia menolak pemakain musik dalam ibadat, pandangannya tentang
sakramen, baginya sakramen adalah semacam sumpah untuk membuktikan kerelaan
dirinya mendengarkan dan menaati firman Allah. Maka Zwingli oleh karena banyak
dukungan dari para politisi saat itu berhasil membenuk suatu gereja reformasi. [5]
Swingli
menekankan doktrin pneumatology dan menekankan namanya pendidikan, dan doktrin
dan hidup kristiani. Secara menonat.
Anabaptis (klpk yg menerima baptisan ulang) alkitab adalah satu2nya sikap iman
dan prilaku demi kesalamtan dan prilaku manusia bukan untuk teologi yg ruwet.
3. Yohanes
Calvin (1509-1564)
Beliau
adalah seorang lawyer (hakim) berkebangasaan Prancis. Terinspirasi dari
semangat reformasi di Geneva yang dipimpin oleh Guillaume Farel. Oleh karena
dukungan politik dan posisi yang baik serta banyak menulis maka Calvin mendapat
tempat, Ia sebenarnya sangat menekankan pada pembacaan Kitab Suci secara
literer artinya apa yang tertulis dalam Kitab Suci itulah yang harus dilakukan.
Konsekwensinya semua praktek atau ajaran yang tidak bersumber pada Kitab Suci
secara eksplisit ditolaknya. Ia menyarankan bahwa Kitab Suci juga diterapkan
untuk semua aspek kehidupan umat baik dalam menggereja maupun bermasyarakat.
Teologi Calvin yang mencolok adalah ajarannya tentang predestinasi bawasanya
orang selamat itu karena sudah ditentukan oleh Allah sejak semula. Hidup moral
yang keras sebagai bukti keselamatan.[6]
Maka kita tidak dapat terlepas dari lima pokok
Calvinisme yang dikenal dengan T-U-L-I-P; Total Depravity (Kerusakan rotal),
Unconditional election (Pemilihan tak bersyarat), Limitet atonement (Penebusan
terbatas), Irressistible grace (Anugerah yang tak dapat ditolak) dan
Preseverance of the saints (Ketekunan orang-orang kudus), yang mendasarinya iala ajarannya
tentang kedaulatan Allah, dan kebobrokan manusia. Penekannya pada Kitab Suci,
semua yang diajarakan oelh Kitab Suci itulah juga yang diajarkan oleh Calvin
seperti tentang Trinitas, keilahian Kristus, anugerah perjanjian, pembenaran
karena iman, penyucian, kedatangan Kritus yang kedua, ketidaksalahan Alkitab.
(Berbagai aliran)
Mengenai
pandangannya tentng sakramen , Calvin mnyetakan bahwa sakramen itu adalah
pertma sabagai tanda eksternal bahwa Tuhan memeteraikan kepada kita
janji-janinya akan kehendak yang baik kepada kita demia menopang kelemahan
kita,, dan sebgai tanda yg kelihatan dari perkara yang suci, maka sakramen itu
dilihat sebagai akomodasi Allah akan kelemahan manusia. Tentu semua para reformataor
termasuk Calvin hanya menerima dua sakramen yakni baptis dan ekaristi. (siprianus), lateran semua org yg ada dlm gr
katolik itu slamat. (Agustinus-Latheran), extra eccleseia (yhudi, islam).
Jabatan dalam gereja menurut calvin (pendeta, penatua, pengajar, daikon).
Thomas Aquinas dalam himne ekaristi.
4. Gereja
Anglikan
Gereja
Inggris memisahkan diri dari Paus dan Gereja Katolik Roma. Hal ini terpengaruh dari
berbagai gerakan reformasi Protestan di seluruh Eropa. Fenomena lain seperti
kemerosotan feodalisme, kebangkitan nasionalisme, penemuan mesin cetak dan
pencerahan. Perpisahan ini pertama-tama oleh masalah politik lalu diikuti
dengan urusan teologi. Persoalan pertama
sebenarnya berasala dari Raja Henry VIII yang ingin menceraikan pernikahannya
dengan Chatarina dan mau menikah lagi dengan Anne Bolyen. Tapi hal itu tidak
disetujui oleh Paus Klemens VII saat itu karena bertentangan dengan hukum
Gereja.[7]
Anglikan,
soal scriptura (problem penafsiran), akal budi (bukan hnya telog dan iman tapi
semua org)
c. Ekumenisme
Gereja
saat ini memang sudah terpecah dan memunculkan banyak aliran serta denominasi
yang masing-masing memiliki teologi dan praktek iman yan berbeda. Namun hal itu
tidak menandakan bahwa Gereja tidak bisa bersatu, buktinya ada semangat untuk
mengupayakan persatuan didorong oleh kesadaran bahwa Orang Kristen adalah satu
di dalam Kristus melalui baptisan bersama mereka dalam Kristus, dan meski gereja`
dalam berbagai bentuknya tetap menjadi satu tubuh dalam Kristus. Gerakan
ekumenis berusaha untuk membuat kesatuan itu lebih terlihat dan efektif dalam
kehidupan gereja-gereja itu sendiri, dan dalam kesaksian bersama mereka dan
pelayanan kepada dunia. Dalam dekade 80-an yang lalu, himbauan bagi persatuan
gereja begitu gencar dikumandangkan. Khususnya sejak Sidang Raya Dewan
Gereja-gereja se-Dunia (DGD; WCC - World
Council of Churches) yang keenam
pada bulan Juli 1983 di Vancouver, B. G., Kanada, semangat untuk menciptakan
gereja yang bersatu semakin diupayakan.
Gerakan
ekumenis pada dasarnya mengidamkan terciptanya satu Gereja yang universal dalam
satu kesatuan (unity) yang terdiri dari berbagai ras dan bangsa. Tekanannya
adalah pada upaya terciptanya suatu Gereja yang satu iman dan satu tata ibadah
maupun organisasinya. Tujuan utamanya adalah supaya terwujud suatu Gereja yang Esa
berdasarkan Yohanes 17:21. Alasannya, oleh karena Tuhan dari Gereja adalah Satu
(Efesus 4:4-6), maka Gereja adalah satu. Argumentasi seperti di atas tidak
selalu diterima oleh setiap kalangan, karena, Keesaan Gereja tidak tergantung
kepada pengertian kita yang subjektif atau kemauan kita untuk "merasa diri
satu", bukan juga melalui usaha manusia di lapangan ekumenis, melainkan Keesaan
itu pada dasarnya telah diberikan kepada Gereja yaitu orang-orang yang telah
percaya kepada Yesus Kristus. Ketika orang percaya bersatu dalam iman kepada
Yesus Kristus, mereka memiliki kuasa dan jangkauan pengaruh dalam menghadapi
dunia seperti halnya Allah Bapa dan Allah Anak bersatu menghadapi dunia ini.[8]
Sejak
tahun 1990 gagasan tentang koinonia (persekutuan) telah menjadi pusat diskusi
ekumenis tentang eklesiologi. Penekanan ekumenisme yaitu BEM (Baptis, ekaristi,
dan ministry/pelayanan). Berasal dari
Perjanjian Baru, istilah ini menunjukkan baik orang percaya hubungan individu
dengan Kristus dan hubungan gereja satu sama lain, keduanya secara spiritual
dan praktis. Ekspresi klasiknya berasal dari Majelis Ketujuh WCC di Canberra
pada tahun 1991 dan Konferensi Dunia Kelima tentang Iman dan Tata Tertib
diadakan di Santiago de Compostela pada tahun 1993.
Kesatuan
dan kehidupan sakramental umum yang dimasuki oleh seseorang baptisan dan
dirayakan bersama dalam satu persekutuan ekaristi; kehidupan bersama di mana
anggota dan kementerian saling diakui dan didamaikan; dan misi bersama bersaksi
kepada semua orang tentang Injil kasih karunia Allah dan melayani seluruh
ciptaan. Tujuan pencarian persekutuan penuh terwujud ketika semua gereja mampu
mengenali satu sama lain gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik dalam
kepenuhannya.
Penutup
Sekalipun Gereja sekarang ini
terpecah-pecah, namun kelak pada akhir zaman kesatuan akan menjadi kenyataan.
Singkatnya, perpecahan di dalam Gereja agaknya tidak dapat dihindari, oleh
karena keadaan Gereja yang sempurna di dunia ini tidaklah dapat dicapai
berhubung dengan berkembangnya pemikiran manusia dan teologi Kristen yang
menimbulkan perbedaan tajam dalam pemikiran. Satu hal yang perlu diingat adalah
bahwa kesatuan di antara orang percaya bukanlah merupakan tujuan akhir,
melainkan kesatuan itu sendiri bertpjuan untuk pengembangan pelayanan di dalam
tubuh Kristus serta untuk mendemonstrasikan kasih Kristus.
Penekanan ekumenisme adalah dialog
dengan yang lain. Dalam usaha ekumenisme ditekankan tentang pentingnya
kesaksian dan dialog orang Kristen, serta adanya himbauan supaya misi-misi yang
dilakukan oleh orang Kristen tidak bersifat agresif atau menghakimi kepercayaan
lain. Maka, orang Kristen tidak boleh berpikiran dikotomis, sebaliknya orang
Kristen harus berpola pikiran injili dan ekumenis pada saat yang bersamaan,
oleh karena kedua tekanan itu adalah saling melengkapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Amstrong, Karen. (2018). Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian
Tuhan dalam Agama-Agama Manusia, Terj. Zainul Am. Bandung: PT Mizan
Pustaka.
Urban, Linwood. (2003). Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Jakrta: BPK Gunung Mulia.
Fitzgerald, Thomas E. (2004). The Ecumenical Movement, An Introductory. USA: Preager. Tersedia dalam pdf.
Jurnal
Lukito, Daniel Lucas. (1991). Kecenderungan Gerakan Oikumene Dewasa Ini.
66. Diakses pada 5 September 2021 melalui link Themelios.net/artikel-jurnal.
Interner
Badan Pustaka
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Reformasi
(Def.1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses 3 September 2021, melalui https://kbbi.web.id/.
Nama
Anggota Kelompok :
1.
Yohanes
Lende : Ft. 4071
2. Kristoforus Leba : Ft. 4069
3. Yuventus Bere Seran : Ft. 4070
4. Krisantus Yustus : Ft. 4068
[1] Badan Pustaka Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa (n.d). Reformasi (Def.1).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online. Diakses 3 September 2021, melalui https://kbbi.web.id/.
[2] Karen Amstrong, Sejarah
Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia
Terj. Zainul Am, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2018), hlm. 413-436
[3] Linwood Urban, Sejarah
Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakrta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 368-369.
[4] Thomas E. Fitzgerald, The
Ecumenical Movement, An Introductory, (USA: Preager, 2004), hlm. 47
[5]
Ibid.,
hlm. 48
[6]
Ibid.,
hlm. 48-49
[7]
Ibid.,
hlm.50-51
[8]
Daniel Lucas Lukito, Kecenderungan Gerakan Oikumene Dewasa Ini,
1991, hlm. 66, Themelios.net/artikel-jurnal, diakses pada 5 September 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar