Minggu, 28 April 2019

Yoman Rembung


“Namanya Rembung”

Refleksi singkat tentang nama Rembung,
 fam seorang sahabat yang bernama Yohanes Brahmans Rembung (Yoman).

            Di hari Minggu 31 Maret 2019, Santiago meluncur ke Kota Kupang. Apa yang akan terjadi, kemana secara spesifik sasaran kepergiannya? Semua tidak terkonsepkan, itulah yang selalu dilakukan oleh Santiago. Semua terjadi begitu saja, kemana dan apa yang akan terjadi mengalir begitu saja (pentha rei), anda tidak akan lewat di sungai degan air yang sama sebab air selalu mengalir. [1]Heraklitos menjadi filosof yang melandasi semua pemikiran dan gerak hidup Santiago, khususnya sehari itu. Walaupun segala sesuatu mengalir begitu saja, namun ke-mengaliran itu selalu mengandung makna, tergantung siapa yang ingin menggalinya. Makna tidak harus terdapat dari peristiwa yang indah dan amazing, segala peristiwa selalu mengandung makna dan nilai.
      Minggu ini Santiago meluncur ke suatu tempat di mana kampus STIKES MARANATHA berada. Santiago terpukau dengan para calon perawat yang koskosan sekitar STIKES, lebih dari itu begitu mengasykkan. Di Baumata Santiago berjumpa dengan Makarius teman sekampung dan seperjuangannya, mereka sebenarnya sudah berjanjian untuk bertemu, namun semua bersalahan sehingga perencanaan jadi buyar. Buyarnya perencanaan menjadikan Santiago tidak memiliki rencana baru lagi selain jalani dan jalani saja,  kemana dan bagaimana serta apa yang terjadi, semua diserahkan kepada kenyataan, satu hal yang pasti bahwa peristiwa baru akan terjadi.
    Marlin Manore artis Amerika yang pernah diisukan selingkuh dengan Soekarno bahkan menyatakan bahwa Ia menjadi terkenal hanya karena sering melakukan kesalahan, sebab baginya kesalahan menjadikan orang untuk mengetahui sesuatu yang baru dan berbeda. Thomas Alva Edison justerubersyukurdariseratus kali percobaan, pertama-tama bukan karena Ia menemukan sesuatu kebenaran yang Ia cari tetapi justeru karena Ia bisa mengetahui 99 kesalahan yang tidak perlu diulanginya lagi. Pengalaman itulah yang membuat Santiago tidak pernah takut berbuat salah, walau pergi ke Baumata ternyata adalah kesalahan, Santiago tidak takut sebab nantinya Ia akan tahu mana kebenarannya.
            Santiago sebenarnya adalah mahasiswa semester akhir di salah satu Universitas di kota Kupang yang sedang menggarap skripsinya, dengan judul Filsafat Nama Menurut Pi’i Pato’ Pada Kebudayaan Maronggela. Seperti kebanyakan kebudayaan lain yang ada di Indonesia begitupun Kebudayaan Maronggela, Desa Wolomeze, Kabupaten Ngada-NTT juga memiliki tradisi pemberian nama kepada calon anggota keluarga yaitu bayi yang baru lahir, tradisi itulah yang disebut P’i Pato’ atau pemberian nama dengan pinang muda yang dibelah dua sebagai sarana penentu apakah nenek moyang menyetujui nama yang ditawarkan atau tidak. Tradisi ini biasanya terjadi pada hari kelima setelah bayi lahir. Pemberian nama dilakukan oleh seorang kepala suku atau seseorang yang dituakan dalam keluarga dan semua anggota suku diharapkan hadir dalam acara “nampo’ ngalit/ pi’i pato’ tersebut. Alasan mendasar adalah karena sang bayi akan menjadi anggota resmi dari suku Maronggela maka dibutuhkan partisipasi seluruh anggota suku untuk menyambut kedatanngannya. Inilah unsur sosialitas dari pi’i pato’.
       Persoalan tentang mekanisme pemberian nama sudah bisa Santiago bayangkan dan pikirkan bagaiamana harus diatuliskan, bahkan Santiago telah melakukan semiar proposal dengan judul yang sama di atas dan diterima oleh dosen pembimbing serta diharapkan untuk melakukan penelitian yang lalu terdokumentasi dalam bentuk skripsi. Penelitian Santiago sebenarnya tidak hanya menyangku tmekanisme pi’i pato’! Bukan hanya untuk menjawabi pertanyaan bagaimana harus melakukan, kapan, siapa yang harus hadir serta apa bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam acara pi’i pato’? Mengingat judul yang ditawarkan adalah menyangkut filsafat nama maka penelitian Santiago harus bisa menjawab persoalan apa filsafat nama menurut pi’i pato’? Santiago telah menghabiskan dua bulan berusaha menjawab pertanyaan itu dengan kemampuan serta pengetahuan yang ia miliki. Semua pertanyaan dasar sudah ia jawab perlahan tetap tidak memadahi. Pengetahuan yang Ia miliki tidak menjawab secara defenitif persoalan atau pertanyaan di atas, pengetahuan harus diakui datang dan bersumber dari orang lain, maka Santiago harus bertanya kepada orang yang lebih mengetahui jawaban dari pertanyaan apa filsafat nama menurut pi’ipato’.
            Pertanyaan telah coba Santiago tanyakan kepada orang-orang di kampung Maronggela sesuai 5w1h, namun jawaban yang sama selalu dilontarkan dari mulut tua-tua adat bahwa itu sudah tradisi dan kita generasi muda saat ini hanya melanjutkan. Itu sudah tradisi. Jawaban ini sungguh tidak memuaskan bagi Santiago dan tidak memenuhi dahaga inteleknya dan bahkan tidak memenuhi kriteria ujian skripsi. Santiago coba mewanwancarai orang-orang yang lebih tahu daripada tua-tua adat, misalnya mengapa harus pada hari kelima barulah pi’i pato’ bisa dilakukan? Mengapa harus gunakan pinang dan bukan gunakan hal lain? Santiago berusaha menjawabnya sendiri dan barulah ditanyakan kebenarannya kepada tua-tua adat, hanya saja itu pun belum memuaskan sehingga harus dibutuhkan input dari orang lain.
xxxxxxxxxxx
xxxxxx
xxx
x

            Kesalahan yang terjadi hari ini justeru menemukan Santiago dengan sesorang bernama Yoman Rembung. Beliau adalah seorang mahasiwa di salah satu universitas yang ada di kota Kupang ini. Santiago tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa Ia akan berjumpa dengan orang yang menjadi sasaran wawancaranya (Narasumber), Yoman Rembung sapaan hariannya, namun Ia memiliki nama panjang ialah Yohanes Brahmans Rembung. Santiago lalu mewawancarainya bukan nama baptis tetapi tentang nama Rembung itu sendiri. Rembung dalam bahasa Maronggela (Nampe), diartikan sebagai tunas muda, atau rumput muda yang baru tumbuh dan masih hijau. Rembung biasanya sangat cocok untuk makanan hewan seperti kuda, kerbau dan sapi serta hewan-hewan mamalia lainnya.
            Filsafat nama untuk nama Rembung yang dimaksud di sini dipakai metodologi filsafat Timur bukan pemikiran analitis tapi suatu pandangan hidup atau (way of life), dibedakan dari filsafat Barat yang cendrung spekulatif, rational, serta sistematis. Maka filsafat nama adalah pandangan tentang nama atau apa makna sebuah nama. Filsafat nama Rembung berarti menjawabi persoalan apa arti kata Rembung, dan mengapa nama Rembung serta makna nama Rembung secara filosofis. Melanjutkan penjelasan di atas, Rembung secara harafiah berarti tunas muda. Nama Rembung diambil dari nama kakeknya atau ayah dari ayahnya, dengan harapan bahwa kelak si kecil Rembung ini akan bertumbuh menjadi seperti Rembung kakeknya. Nama pada tempat ini mengandung dua unsur yaitu masa lalu dan masa depan. Unsur masa lalu berati nama Rembung mengenang nama kakeknya yang hidup di masa lalu, maka Rembung dalam keluarga selalu dipanggil Ma’. Ma’ itu artinya bapa. Memanggil Rembung dengan sapaan Ma’ mengenang bapa dari ayahnya atau kakeknya pemilik nama Rembung yang sesungguhnya. Dalam tradisi Maronggela kakek selalu diceritakansebagaitokoh yang hebat, pernah mengalahkan beberapa orang dalam suatu pertempuran atau bahkan pernah membunuh orang dll.
       Dimensi masa depan dari nama Rembung mengandung harapan bahwa Rembung kecil bertumbuh seperti Rembung tua yang sarat akan prestasi dan kehebatan di masa lalu. Hal ini terbukti melalui kata-kata dalam do’a adat yang disebut Pintu Pazir Pi’i Pato. Refleksi sederhana dari Rembung, yang adalah tunas muda, yang hijau dan segar, indah dipandang dan menghiasi pemandangan, serta enak dinikmati, dan  juga makanan untuk hewan. Maka pribadi Rembung atau orang yang bernama Rembung ini pertama, segar dan muda, layaknya tunas muda dia adalah dan seharusnya menampilkan diri sebagai orang yang selalu segar dalam pemikiran, perkataan dan tindakan. Segar menandakan bahwa Ia selalu menyumbang pemikiran yang baru dan memperbaiki pemikiran yang lama, perkataannya selalu mendatangkan pengetahuan yang baru dan menyejukan serta menginspirasi orang yang mendengarnya, tindakannya juga diharapkan.………..

Sekian dulu, nanti ada lanjutan



[1]Heraklitos seorang filosof Yunani Kuno mengungkapkan konsep “pantharei” segala sesuatu mengalir, segala sesuatu bergerak/berubah. Heraklitos bertentangan dengan Parmenides yang mengungkapkan bahwa segala sesuatu tidak bergerak, “ada” dan bukan “tiada”.

Sejarah suku Poso' (Maronggela).

Sejarah Suku Poso'   
oleh Sintus Bezy  
cerita ini  penulis baca dari buku kengan yang ditulis oleh mahasiwa Sebelas Maret
yang KKN di Maronggela.

      Sekilas kampung lama Warukia, terbentuk dari dua suku yatu suku Poso’ yang merupakan suku berasal dari Gowa di Sulawesi, karena perang mereka mengungsi ke Flores dan menetap di kampung Poso’. Pasangan keluarga itu adalah Bapak Ndeze’ dan Mama Lenang. Setelah Ndeze’ dan Lenang sampai di kampung Poso’ mereka membuka ladang serta membuat perkampungan bersama keluarganya. Beberapa tahun kemudian lahirlah seorang anak laki-laki dari keturunan Bapak Ndeze’ yang diberi nama Pu’un. Setelah besar Pu’un meminang seorang anak perempuan yang berasal dari kampung Namut. Perempuan tersebut adalah anak dari Dalu Namut. Setelah melewati adat pernikahan berdasarkan adat suku Poso’ akhirnya perempuan tersebut dibawah ke rumah sang suami di kampung Poso’. Kehidupan keluarga tersebut tidak berlangsung lama. Kehidupan keluarga tersebut tidak berlangsung lama, beberapa waktu setelah perkawinan terjadi perselisihan  yang menjadi awal dan penyebab bergabungya suku Poso’ dengan beberapa suku lainnya seperti retas sehingga membentuk Warukia.
        
         Ada beberapa peninggalan di Suku Poso' yaitu:
   1. Watu Landor: watu landor merupakan sebuah batu lonca yang digunakan suku Poso' untuk menentukan apakah seorang laki-laki dan perempuan diperbolehkan melakukan perkawinan. Watu Landor terdiri dari tiga batu yang memiliki fungsi yang berbeda-beda.  terdapat satu buah batu yang  paling tinggi kira-kira 1,5 meter yang akan dilompati oleh laki-laki dan batu yang berukuran sedang kira-kira 1 meter untuk dilompati perempuan sedangkan batu yang paling kecil digunakan untuk melakukan acara adat potong gigi (Rosong Ngis).
    2. Gumbang Zuma; merupakan situs bersejarah peninggalan Suku Poso' yang diwariskan untuk suku Warukia. Suku Poso' membuat Gumbang Zuma' dengan alasan bahwa dahulu warga Suku Poso' hidup di atas puncak gunu Poso' yang dipimpin oleh Gelarang Poso'. Mereka mengeluh akan susahnya mendapat air minum dimana tempat tersebut benar-benar tidak terdapat mata air. warga suku Poso' berhasil membuat dua buah lubang yang dilengkapi dengan tutup dan alu yang digunakan untuk mengetuk dasar lubang pada saat meminta air hujan kepada leluhur. Lubang pertama diberi nama Gumbans Zuma' Wina atau Gumbang Zuma' Perempuan yang digunakan warga Suku Poso' untuk cuci dan mandi. Lubang kedua diberi nama Gumbang Zuma Rana atau Gumbang Zuma Laki-laki yang digunakan untuk keperluan minum.

tulisan ini saya dapatkan dari buku kenangan
yg ditulis oleh masahiswa dari Universitas
Sebelas Maret. dengan judul Mronggela Miniatur 
Surga Di Timur Indonesia.

Senin, 08 April 2019

Maria Menghadirkan TUHAN



Maria Menghadirkan TUHAN Bagi Siapa Saja Yang DijumpaiNya.

Oleh : Bro. Sintus, OCD

Dikatakan bahwa di bawah altar utama Basilika St Petrus tersimpan tulang belulang sang santo, sehingga banyak orang datang untuk berziarah ke kota Roma demi mendapat rahmat dari santo Petrus. Tradisi juga menceritakan bahwa St. Thomas rasul setelah mewartakan Injil di India mati  dan dikuburkan di sana, begitupun St. Yakobus yang kuburnya terdapat di Spanyol yakni di kota Santiago. Negara-negara baik Roma, India maupun Spanyol mengklaim bahwa ada relikwi St. Petrus, Thomas, dan Yakobus yang tersimpan di tempat mereka dan kemudian dijadikan obyek wisata.
 Pada abad-abad lalu dan bahkan sampai sekarang banyak peziarah Kristiani  dari belahan dunia datang mengunjungi tempat-tempat kudus tersebut. Pesrsoalah tentang apakah tulang-belulang itu betul-betul milik sang Santo atau cuman replikasi, itu persoalan kemudian tetapi yang pasti bagi kita bahwa ada negara tertentu yang mengklaim menjaga dan menyimpan tulang-belulang para Santo tersebut dan kita meyakininya. Namun tidak dengan Maria Ibu Yesus. Kita tidak pernah dengar satu kotapun yang mengklaim bahwa menyimpan tulang belulangnya. Dan jikapun di Efesus atau di Yerusalem tempat Maria mengakhiri hidupnya diklaim bahwa ada makam Maria tetapi tidak dapat dipercaya seratus persen, karena tidak ada orang yang berziarh ke sana.
Gereja tidak memberi defenisi yang pasti apakah Maria sempat mati atau tidak. Jika memang Maria pernah mati berarati Ia juga pernah dikuburkan dan klaim bahwa ada makam Maria bisa benar juga. Namun jika Maria tidak sempat mati, hal tersebutpun dapat dipercaya. Banyak teolog yang meyakini bahwa Maria memang pernah mati. Jika Yesus yang adalah Allah saja wafat, mengapa Maria tidak  mengalami kematian, itu argument mereka. Dalam sebuah refleksi di Katolik life, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa "Bunda tidak lebih tinggi dari Putera". Pernyataannya itu memperkuat keyakinan bahwa Maria mengalami kematian jasmani. Karena Yesus sendiri harus wafat, maka logis sekali jika kita beranggapan bahwa Bunda Maria juga wafat secara fisik sebelum ia diangkat ke surga. Karena kita yakin bahwa Bunda Maria dikandung tanpa dosa dan tetap "penuh rahmat" sepanjang hidupnya di dunia, logis juga jika kita beranggapan bahwa tubuh jasmaninya dihindarkan dari kerusakan setelah kematiannya.
Tetapi  bisa benar juga kalau kita meyakini bahwa Mari tidak mati secara fisik.. Dogma Santa Perawan Maria diangkat ke surga dirayakan untuk menghormati suatu kebenaran, yaitu bahwa setelah akhir hidupnya di dunia, Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Dalam Kitab Kejadian 5:24 dan 2 Raja-raja 2:1-12 Kitab Suci menceritakan bagaimana tubuh Henokh dan Elia diangkat ke surga. Jadi hal diangkat ke surga bukanlah hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Walau  Gereja tidak pernah menegaskan secara resmi apakah Bunda Maria benar-benar meninggal secara jasmani, meskipun banyak ahli yang beranggapan demikian. Tetapi yang harus digaris bawahi di sini ialah bahwa Maria telah mengakhiri pesiarahanNya di dunia ini. Dia telah diangkat ke dalam kemuliaan Surga.
             Bukti lain tentang Maria diangkat ke Surga dengan jiwa dan badanya ialah bahwa Maria menampakan diri. Hanya orang yang telah mengakhiri peziarahan di dunia ini yang dapat menampakan diri. Henok setelah hidup bergaul dengan Allah, tidak ada lagi. Ia telah diangkat ke Surga. Ataupun Elia yang setelah selesai hidup di dunia ini dihantar dengan kereta kuda berapi menuju Surga dan disaksikan oleh Elisa muridnya. Elia memang tidak mengalami mati fisik, tetapi karena Ia telah hidup pada ratusan tahun sebelum Yesus dan pada zaman Yesus Ia menampakan diri. Ataupun juga tentang Musa. Musa mati sebelum memasuki Israel dan sampai sekarang para arkeolog mencoba untuk menemukan kuburnya tetapi tidak berhasil. Bisa disimpulkan bahwa Musa juga memang telah bangkit dengan jiwa dan raganya. Saya tegaskan lagi hanya mereka yang telah mengahiri peziarahan di dunia ini yang dapat menampakan diri. Pada pesta transfigurasi ada tokoh Musa dan Elia yang bercakap-cakap dengan-Nya. 2 nabi perjanjian lama ini menampakan diri. Yesus juga setelah bangkit, menampakan diri kepada murid-murid-Nya. Mariapun seperti itu. Kita tahu Maria menampakan diri di  berbagai tempat dan yang paling terkenal di Lourdes, Fatima dan juga di Gaudalupe. Jika Maria sempat mati fisik, berbarti dia telah dibangkitkan dan seperti Yesus atau Musa yang menampakan diri lagi. Dan jika Maria tidak mengalami mati fisik Dia sama seperti Elia yang menampakan diri lagi. Elia, Musa Yesus menjadi contoh dalam Kitab Suci dan karena Maria juga menampakan diri berarti memaang Maria telah diangkat ke surga jiwa dan raganya.
Berpedoman pada bukti di atas maka gereja Mendogmakan keyakinan Maria diangkat ke Surga dengan jiwa dan raganya, tetapi bukan ini satu-satunya ada alasan lain yang lebih spekulatif teologis untuk menjawabi mengapa Gereja menepatkan dogma Maria diangkat kesurga. Memang kata “Diangkat ke Surga” tidak ada dalam Kitab Suci. Sehingga banyak orang yang menafsir secara harafiah mengalami kesulitan dalam memamahami keyakina ini. Namun demikian, pertama-tama kita patut berdiam diri dan merenungkan peran Bunda Maria dalam Misteri keselamatan, sebab inilah yang menjdai dasar dari keyakinan Santa Perawan Maria diangkat ke Surga. Kita yakin bahwa sejak awal perkandungnya, karena kasih karunia dari Allah, Maria bebas dari segala noda dosa termasuk dosa asal. Malaikat Gabriel menyapanya sebagi penuh rahmat. Sementara Elisabet memujinya melebihi semua wanita yang ada di kolong langit ini. Maria telah dipilih untuk menjadi Bunda dari juruselamat kita. Dari kuasa Roh Kudus ia mengandung Yesus Kristus Putera Allah, melalui dirinyalah Allah merubah rupa seperti manusia. Maria kemudian disebut sebagai Theotokos (yang melahirkan Allah).
Ada seorang penulis mengungkapkan bahwa jika kita menelusuri hidupnya. Tokoh Maria memang betul-betul menghadirkan Tuhan kita kepada orang-orang yang dijumpainya. Seperti kepada Elisabet dan puteranya, sehingga Yohanes Pembaptis yang masih dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan atas kehadiran Tuhan. Demikian juga menghadirkan Tuhan kepada para gembala sederhaana tetapi juga kepada 3 majus dari Timur yang bijaksana. Juga kepada warga Kana yang kehabisan anggur saat pesta, Tuhan meluluskan kehendak Maria dan melakukan mukjizatnya yang pertama. Terlebih lagi Maria berdiri di kaki Salib Putera-Nya memberi-Nya dukungan dan berbagi derita lewat kasihnya seperti yang halnya diberikan oleh seorang ibu. Dan akhirnya Maria ada bersama para rasul pada hari pentakosta ketika roh kudus turun atas para rasul dan kelahiran Gereja. Kita masing-masing dapat melihat serta merenungkan Maria sebagai hamba Allah yang setia, yang ikut ambil bagian secara intim dalam kelahiran, kehidupan, wafat dan kebangkitan Tuhan.
Dari sini kita yakin sebagaimana yang diajarkan dalam kekatolikan bahwa janji Tuhan yang diberikan kepada setiap kita akan ikut serta dalam kehidupan yang kekal, termasuk kebangkitan badan, digenapi dalam diri Maria. Maria diangkat ke surga sebenarnya sebagai konsekwensi dari perkandungannya tanpa noda.  Kita meykini bahwa mati dan kehancuran badan adalah akibat dosa. Dan karena Maria tidak berdosa maka pasti Maria kalaupun mati itu berarti sebagai keikut sertaannya dalam kematian Kristus dan Dia tidak akan mengalami kerusakan badan. Maria turut serta dalam kematian Puterra-Nya dan juga turut serta dalam kebangkitnanya. Uskup Theoteknos dari Livias menyampaikan “Sebab Kristus mengambil kemanusian-Nya yang tak bernoda dari kemanusiaan Maria yang tak bernoda, dan apabila Ia telah mempersiapkan satu tempat di surga bagi para rasulnya, betapa terlebih lagi Dia mempersiapkan bagi Bunda-Nya, jika Henok telah diangkat dan Elia telah naik ke surga betapa lebih lagi Maria, yang bagaikan bulan bercahaya cemerlang diantara bintang-bintang dan mengungguli segala nabi dan rasul.
Dari bukti-bukti analogis dan teologis tentang Maria diangkat ke surga maka pada tanggal 1 November 1950 Paus Pius XII dalam Munificentissimus Deus memaklumkan bahwa “Bunda Allah yang tak bernoda dosa, Maria yang tetap perawan selamanya, sesudah menyelesaikan hidupnya di dunia ini, diangkat memasuki kemuliaan surga beserta badan dan jiwanya”. Dengan dogma yang baru ditetapkan ini maka  penghormatan kepada Maria yang semulanya muncul dari kalangan umat dan bukan dari para pemimpin Gereja semakin berkembang pesat. Gambar-gambar Maria telah dijumpai di dalam katakombe-katakombe Roma tempat umat Kristen bertemu, bahkan sejak abad keempat, dan  sejak saat itu devosi kepada Maria secara eksplisit berkembang dengan baik. Maria dipuja oleh umat Katolik Roma Ortodoks Timur dan Anglikan Agung.
 Satu hal yang perlu kita teladani dari tokoh Maria ialah bagaiman dengan kesederhanaan, kemurnian dan ketaatannya dalam menghadirkan Tuhan bagi semua orang. Kepada para gembala miskin sederhana dan juga kepada 3 majus dari Timur yang bijak. Kita sebagai pengikut Kristus sebenarnya diperkenankan meneladani contoh baik ini. Dalam pelayanan kita setiap hari tidak membatasi diri hanya bagi orang-orang tertentu tetapi untuk siapa saja. Mewartakan Injil Tuhan untuk mereka yang lemah tetapi juga untuk mereka yang kuat. Berani melayani mereka yang bijak bestari tetapi juga untuk orang yang pas-pasan. Menghadirkan Tuhan juga untuk yang miskin papa dan juga untuk yang kaya raya. Kehadiran kita jika itu membawa nama Tuhan pasti sangat berbahagia bagi mereka yang kita jumpai.
            Semoga permenungan ini semakin menambah wawasan kita tentang Maria yang di angkat ke surga dan kita juga terinspirasi untuk meneladani sikapnya teristimewa dalam menghadirkan Tuhan kepada sesama dengan tidak memandang status.. .. Mungkin dengan cara ini kita juga diakhirat nanti termasuk salah satu orang yang ditebus Tuhan dan menjadi orang yang juga mengalami kebangkitan badan seperti Maria. Amminnnn.

Rabu, 03 April 2019

Kapal Sudah Berlayar


sintus
Kapal Sudah Berlayar
Dan Dermaga Sudah Terbakar!

(Terkenang saudara Ollen Langkamua, Sisko Barus, Billy Suna,
Sobat Rurume, Vinsen Gou, Tony Waso, Faris Datho, Andre Fao mereka yang pernah ada
serta menginspirasi diriku, teman-teman dan Ordo Suci)

       Santiago teringat akan kata-kata Martin Heideger Hidup adalah suatu keterlemparan”,[1] manusia tidak pernah mengingini untuk dilahirkan di mana, dari keluarga yang seperti apa, serta harus dibekali dengan bakat yang bagaimana? Siapakah yang pernah mengingini untuk dilahirkan ke dunia ini? Sebab kelahiran adalah suatu misteri, seperti juga kematian. Kehidupan hanyalah bentangan antara misteri kelahiran dan misteri kematian, maka kehidupan sebenarnya keterlemparan. Nihil dan kosong serta ketiadaan, apa yang terpenting dalam hidupmu? Hanyalah ketiadaan. Salah satu fakta yang memilukan manusia di era modern sekalipun adalah “mengetahui bahwa dia akan mati”.  Mengapa harus lahir jika dengan kelahiran itu aku akan mati lagi??? Mengapa?
          “Kapal sudah berlayar! Ketika engkau menoleh ke belakang, dermaga juga sudah terbakar! Engkau ada di dalam kapal, engkau ada di lautan lepas, tidak tahu ke mana, sebab daratanpun tidak engkau lihat! Tuhanpun tidak engkau lihat! [2] engkau sudah dilahirkan, itu yang harus diterima, jika diberi waktu untuk berpikir sebelum dilahirkan ke dunia ini, pasti banyak yang memilih untuk dilahirkan dari keluarga yang serba bahagia, dengan kesempurnaan fisik yang memikat, bakat yang banyak dan kemampuan yang melampau rata-rata. Siapa yang bisa kembali ke rahim ibunya untuk berpikir sebelum dilahirkan? Tidak ada ! Frederick Nietzche ratusan tahun yang lalu sudah memikirkan tentang situasi ketika manusia kehilangan nilai, kehilangan pegangan, harapan, ketika nihilisme menyelimuti manusia.  Nietzche bukan inspirator Nazi seperti yang diketahui kita selama ini, sebab Ia tidak percaya kepada satu ideologipun, ketidakpercayaan terhadap adanya Tuhan baginya sama dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak ada, kepercayaan terhadap sesuatu itulah yang Nitzche tolak, termasuk kepercayaan terhadap Nazisme Hitler.
          Santiago sudah menghabiskan banyak hari bertapa dan berkontemplasi, ia rela meninggalkan segalanya yang menjadi penghalang pencarian dirinya. Satu saja yang ingin didapatkan Santiago yaitu “Deus” “God” Got” merasakan kehadirannya saja sudah cukup bagi Santiago. Tetapi memang hanyalah ketiadaan yang Ia temukan. Apakah God sama dengan ketiadaan? Apa pentingnya mencari sesuatu yang tidak ada? Apakah mungkin ketiadaan bisa didapatkan? Santiago menyangkal metafiska tradisional bahwa “Ada” itu ada, ketiadaan juga “ada” dari fakta yang ditemukannya afirmasi sementara bahwa ada itu memeng tiada.  Jika God itu ada, mengapa tidak dapat dirasakan? Mengapa God tidak menolong disaat aku lemah?” Tanya Santiago.
          Bukan hanya Santiago yang merasakan bahwa God itu tiada. Sahabat-sahabatnyapun merasakan ketiadaan itu, terlalu banyak waktu terkuras tanpa dirasakan bahwa God itu hadir. Para pertapa itu seorang demi seorang memutuskan untuk kembali ke dunia real, God tidak ada dalam Biara, God sudah mati di sana! Ignasius Loyola berujar bahwa “satu-satunya tempat yang memungkinkan engkau berjumpa dengan God hanyalah dunia”. Dunia. Dunia. God ada dalam dunia, bukan terkurung dalam kesempitan sell suci, bukan dalam kekakuan time table, bukan dalam rutinitas baku Ordo Suci! God ada dalam dunia, yah, dalam dunia kerja, dunia olahraga, dunia musik dan lain-lain. God ada di sana. Bukankan para murid juga diperintah Isa untuk kembali ke Galilea? Setelah Isa bangkit dari antara orang mati dan menampakkan diri kepada murid-muridnya, Ia memerintahkan mereka utuk kembali ke Galilea sebab mereka sedang berada di Yudea. Di galilealah mereka akan berjumpa Isa. Galilea tempat para murid menjalankan aktivitas harian mereka, bekerja, kembalilah ke dunia di sanalah God ada!
          Santiago hanya mengafirmasikan jangan sampai jalan yang dipilih oleh para saudarnya itu tepat bahwa God sebenarnya ada di dunia. Jangan-jangan hidup yang Ia jalani saat ini hanyalah ilusi, sebab segala sesuatu hanyalah ketidak pastian.
Sintuz Bezy
Penfui, 03/04/2019
Ollen, Egi dan Aris
aku dan sisko
andre




[1] Martin Heideger, (tulisan ini bukan tulisan ilmiah, jadi saya hanya menyebutkan siapa filsuf yang melontarkan kata-kata di atas, untuk mengetahui lebih alanjut silahkan cari di sumber-sumber terpercaya).
[2] Frederich Nietzche

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...