sintus |
Dan Dermaga Sudah Terbakar!
(Terkenang
saudara Ollen Langkamua, Sisko Barus, Billy Suna,
Sobat
Rurume, Vinsen Gou, Tony Waso, Faris Datho, Andre Fao mereka yang pernah ada
serta
menginspirasi diriku, teman-teman dan Ordo Suci)
Santiago teringat akan
kata-kata Martin Heideger “Hidup
adalah suatu keterlemparan”,[1] manusia tidak pernah mengingini untuk dilahirkan di mana, dari
keluarga yang seperti apa, serta harus dibekali dengan bakat yang bagaimana? Siapakah
yang pernah mengingini untuk dilahirkan ke dunia ini? Sebab kelahiran adalah
suatu misteri, seperti juga kematian. Kehidupan hanyalah bentangan antara
misteri kelahiran dan misteri kematian, maka kehidupan sebenarnya
keterlemparan. Nihil dan kosong serta ketiadaan, apa yang terpenting dalam
hidupmu? Hanyalah ketiadaan. Salah satu fakta yang memilukan manusia di era
modern sekalipun adalah “mengetahui bahwa dia akan mati”. Mengapa harus lahir jika dengan kelahiran itu
aku akan mati lagi??? Mengapa?
“Kapal sudah
berlayar! Ketika engkau menoleh ke belakang, dermaga juga sudah terbakar!
Engkau ada di dalam kapal, engkau ada di lautan lepas, tidak tahu ke mana,
sebab daratanpun tidak engkau lihat! Tuhanpun tidak engkau lihat! [2] engkau sudah dilahirkan, itu yang harus diterima, jika diberi
waktu untuk berpikir sebelum dilahirkan ke dunia ini, pasti banyak yang memilih
untuk dilahirkan dari keluarga yang serba bahagia, dengan kesempurnaan fisik
yang memikat, bakat yang banyak dan kemampuan yang melampau rata-rata. Siapa yang
bisa kembali ke rahim ibunya untuk berpikir sebelum dilahirkan? Tidak ada !
Frederick Nietzche ratusan tahun yang lalu sudah memikirkan tentang situasi
ketika manusia kehilangan nilai, kehilangan pegangan, harapan, ketika nihilisme
menyelimuti manusia. Nietzche bukan
inspirator Nazi seperti yang diketahui kita selama ini, sebab Ia tidak percaya
kepada satu ideologipun, ketidakpercayaan terhadap adanya Tuhan baginya sama
dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak ada, kepercayaan terhadap sesuatu
itulah yang Nitzche tolak, termasuk kepercayaan terhadap Nazisme Hitler.
Santiago sudah
menghabiskan banyak hari bertapa dan berkontemplasi, ia rela meninggalkan
segalanya yang menjadi penghalang pencarian dirinya. Satu saja yang ingin
didapatkan Santiago yaitu “Deus” “God” Got” merasakan kehadirannya saja
sudah cukup bagi Santiago. Tetapi memang hanyalah ketiadaan yang Ia temukan.
Apakah God sama dengan ketiadaan? Apa pentingnya mencari sesuatu yang tidak
ada? Apakah mungkin ketiadaan bisa didapatkan? Santiago menyangkal metafiska
tradisional bahwa “Ada” itu ada, ketiadaan juga “ada” dari fakta yang
ditemukannya afirmasi sementara bahwa ada itu memeng tiada. Jika God itu ada, mengapa tidak
dapat dirasakan? Mengapa God tidak menolong disaat aku lemah?” Tanya Santiago.
Bukan hanya
Santiago yang merasakan bahwa God itu tiada. Sahabat-sahabatnyapun merasakan
ketiadaan itu, terlalu banyak waktu terkuras tanpa dirasakan bahwa God itu
hadir. Para pertapa itu seorang demi seorang memutuskan untuk kembali ke dunia
real, God tidak ada dalam Biara, God sudah mati di sana! Ignasius Loyola
berujar bahwa “satu-satunya tempat yang memungkinkan engkau berjumpa dengan God
hanyalah dunia”. Dunia. Dunia. God ada dalam dunia, bukan terkurung dalam
kesempitan sell suci, bukan dalam kekakuan time table, bukan dalam rutinitas
baku Ordo Suci! God ada dalam dunia, yah, dalam dunia kerja, dunia olahraga,
dunia musik dan lain-lain. God ada di sana. Bukankan para murid juga diperintah
Isa untuk kembali ke Galilea? Setelah Isa bangkit dari antara orang mati dan
menampakkan diri kepada murid-muridnya, Ia memerintahkan mereka utuk kembali ke
Galilea sebab mereka sedang berada di Yudea. Di galilealah mereka akan berjumpa
Isa. Galilea tempat para murid menjalankan aktivitas harian mereka, bekerja,
kembalilah ke dunia di sanalah God ada!
Santiago hanya
mengafirmasikan jangan sampai jalan yang dipilih oleh para saudarnya itu tepat
bahwa God sebenarnya ada di dunia. Jangan-jangan hidup yang Ia jalani saat ini
hanyalah ilusi, sebab segala sesuatu hanyalah ketidak pastian.
Sintuz
Bezy
Penfui,
03/04/2019
Ollen, Egi dan Aris |
aku dan sisko |
andre |
[1]
Martin Heideger, (tulisan ini bukan tulisan ilmiah, jadi saya hanya menyebutkan
siapa filsuf yang melontarkan kata-kata di atas, untuk mengetahui lebih alanjut
silahkan cari di sumber-sumber terpercaya).
[2]
Frederich Nietzche
Tidak ada komentar:
Posting Komentar