Rabu, 03 April 2019

Kapal Sudah Berlayar


sintus
Kapal Sudah Berlayar
Dan Dermaga Sudah Terbakar!

(Terkenang saudara Ollen Langkamua, Sisko Barus, Billy Suna,
Sobat Rurume, Vinsen Gou, Tony Waso, Faris Datho, Andre Fao mereka yang pernah ada
serta menginspirasi diriku, teman-teman dan Ordo Suci)

       Santiago teringat akan kata-kata Martin Heideger Hidup adalah suatu keterlemparan”,[1] manusia tidak pernah mengingini untuk dilahirkan di mana, dari keluarga yang seperti apa, serta harus dibekali dengan bakat yang bagaimana? Siapakah yang pernah mengingini untuk dilahirkan ke dunia ini? Sebab kelahiran adalah suatu misteri, seperti juga kematian. Kehidupan hanyalah bentangan antara misteri kelahiran dan misteri kematian, maka kehidupan sebenarnya keterlemparan. Nihil dan kosong serta ketiadaan, apa yang terpenting dalam hidupmu? Hanyalah ketiadaan. Salah satu fakta yang memilukan manusia di era modern sekalipun adalah “mengetahui bahwa dia akan mati”.  Mengapa harus lahir jika dengan kelahiran itu aku akan mati lagi??? Mengapa?
          “Kapal sudah berlayar! Ketika engkau menoleh ke belakang, dermaga juga sudah terbakar! Engkau ada di dalam kapal, engkau ada di lautan lepas, tidak tahu ke mana, sebab daratanpun tidak engkau lihat! Tuhanpun tidak engkau lihat! [2] engkau sudah dilahirkan, itu yang harus diterima, jika diberi waktu untuk berpikir sebelum dilahirkan ke dunia ini, pasti banyak yang memilih untuk dilahirkan dari keluarga yang serba bahagia, dengan kesempurnaan fisik yang memikat, bakat yang banyak dan kemampuan yang melampau rata-rata. Siapa yang bisa kembali ke rahim ibunya untuk berpikir sebelum dilahirkan? Tidak ada ! Frederick Nietzche ratusan tahun yang lalu sudah memikirkan tentang situasi ketika manusia kehilangan nilai, kehilangan pegangan, harapan, ketika nihilisme menyelimuti manusia.  Nietzche bukan inspirator Nazi seperti yang diketahui kita selama ini, sebab Ia tidak percaya kepada satu ideologipun, ketidakpercayaan terhadap adanya Tuhan baginya sama dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak ada, kepercayaan terhadap sesuatu itulah yang Nitzche tolak, termasuk kepercayaan terhadap Nazisme Hitler.
          Santiago sudah menghabiskan banyak hari bertapa dan berkontemplasi, ia rela meninggalkan segalanya yang menjadi penghalang pencarian dirinya. Satu saja yang ingin didapatkan Santiago yaitu “Deus” “God” Got” merasakan kehadirannya saja sudah cukup bagi Santiago. Tetapi memang hanyalah ketiadaan yang Ia temukan. Apakah God sama dengan ketiadaan? Apa pentingnya mencari sesuatu yang tidak ada? Apakah mungkin ketiadaan bisa didapatkan? Santiago menyangkal metafiska tradisional bahwa “Ada” itu ada, ketiadaan juga “ada” dari fakta yang ditemukannya afirmasi sementara bahwa ada itu memeng tiada.  Jika God itu ada, mengapa tidak dapat dirasakan? Mengapa God tidak menolong disaat aku lemah?” Tanya Santiago.
          Bukan hanya Santiago yang merasakan bahwa God itu tiada. Sahabat-sahabatnyapun merasakan ketiadaan itu, terlalu banyak waktu terkuras tanpa dirasakan bahwa God itu hadir. Para pertapa itu seorang demi seorang memutuskan untuk kembali ke dunia real, God tidak ada dalam Biara, God sudah mati di sana! Ignasius Loyola berujar bahwa “satu-satunya tempat yang memungkinkan engkau berjumpa dengan God hanyalah dunia”. Dunia. Dunia. God ada dalam dunia, bukan terkurung dalam kesempitan sell suci, bukan dalam kekakuan time table, bukan dalam rutinitas baku Ordo Suci! God ada dalam dunia, yah, dalam dunia kerja, dunia olahraga, dunia musik dan lain-lain. God ada di sana. Bukankan para murid juga diperintah Isa untuk kembali ke Galilea? Setelah Isa bangkit dari antara orang mati dan menampakkan diri kepada murid-muridnya, Ia memerintahkan mereka utuk kembali ke Galilea sebab mereka sedang berada di Yudea. Di galilealah mereka akan berjumpa Isa. Galilea tempat para murid menjalankan aktivitas harian mereka, bekerja, kembalilah ke dunia di sanalah God ada!
          Santiago hanya mengafirmasikan jangan sampai jalan yang dipilih oleh para saudarnya itu tepat bahwa God sebenarnya ada di dunia. Jangan-jangan hidup yang Ia jalani saat ini hanyalah ilusi, sebab segala sesuatu hanyalah ketidak pastian.
Sintuz Bezy
Penfui, 03/04/2019
Ollen, Egi dan Aris
aku dan sisko
andre




[1] Martin Heideger, (tulisan ini bukan tulisan ilmiah, jadi saya hanya menyebutkan siapa filsuf yang melontarkan kata-kata di atas, untuk mengetahui lebih alanjut silahkan cari di sumber-sumber terpercaya).
[2] Frederich Nietzche

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...