Alihkan
Pikiran
Di "medsos" kita mengenal kata haters
dan fans. Sederhananya hater adalah pembenci atau orangng-orang kontra argumen, tidak suka dan sering menjelek-jelekkan lawannya. Sedangkan fans adalah
mereka yang sangat suka dan mengagung-agungkan idolanya. Haters
dan fans selalu hadir dalam dunia komunikasi. Orang sangat mudah
menggolongkan kedua jenis pemanfaat media sosial ini. Jika seseorang sudah
menjadi hater, maka apapun yang ada di hadapannya tentang seorang lain selalu
dianggap salah, walaupun orang yang ia benci itu sebenarnya melakuakan sesuatu
yang baik dan benar. Begitupun bagi seorang fan, baginya apa saja yang dilakukan oleh orang yang ia sukai selalu dianggap benar. Namun apakah logika pemanfaat 'medsos' sesederhana ini? saya pikir tidaklah demikian. Manusia hanya terjebak
dalam kata-kata separatis ciptaanya sendiri.
Dalam dunia nyata, sekian lama saya juga terjebak dalam logika separatis ini. Saya adalah seorang hater dan seoan fan sejati, tergantung dari orang lain yang
memang menjadi sasaran kebencian dan idola saya. Sesederhana
itu saja. Apapun yang seorang lain lakukan jika dia adalah lawan saya maka semua perbuatannya dianggap salah. Sedangkan untuk idola saya semua perbuatannya dipandang benar.
Semakin jelas pada posisi ini bahwa saya lupa menggunakan
ratio saya. Justeru ratio dipakai bukan untuk mencari kebenaran malainkan
mencari pembenaran. Orang yang mencari pembenaran akan cendrung
merationalisasikan semua maksud dan keinginannya. Berbeda dengan orang yang mencari
kebeneranan yang justeru lebih obyektif dalam menilai. Sayapun bermenung dengan dibantu oleh
disiplin ilmu yang saya bidangi yakni Filsafat. Bagi saya filsafat mesti
menjawabi dilemma cacat logika ini, dan tepat. Filsafat adalah cinta akan
kebijaksanaan, berarti seorang pelajar filsafat (filsuf) adalah mereka/person
yang mencintai kebijaksanaan tersebut. Di dalam kebijaksanaan terdapat
kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesatuan atau keselarasan.
Implikasai dari internalisasi makna filsafat di atas saya
kemudian merubah cara pandang, yang mempengaruhi sikap saya dalam hidup bersama. Saya mulai
mengikis cacat logika saya. Siapapun orang yang saya jumpai jika ia berbuat
bijak (benar, baik, indah, dan selaras) saya akan mengapresiasinya. Bagi yang kontra, saya mesti mengkritisinya tetapi tetap dalam orientasi
kritik dekonstruktif. Saya tidak menjadi fan atau hater dari person tetapi dari
perbuatanya (apa yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan oleh orang tersebut)
sehingga orangnya tetap menjadi sahabat saya tetapi pikiran, perbuatannyalah
yang saya apresiasi dan kritisi. Inilah hasil alih pikiran saya.
Jogja, Minggu, 23/01/2 Sintuz Bezy.