Minggu, 23 Januari 2022

Cinta Atau Benci

 

Alihkan Pikiran

    Di "medsos" kita mengenal kata haters dan fans. Sederhananya hater adalah pembenci atau orangng-orang kontra argumen, tidak suka dan sering menjelek-jelekkan lawannya. Sedangkan fans adalah mereka yang sangat suka dan mengagung-agungkan idolanya. Haters dan fans selalu hadir dalam dunia komunikasi. Orang sangat mudah menggolongkan kedua jenis pemanfaat media sosial ini. Jika seseorang sudah menjadi hater, maka apapun yang ada di hadapannya tentang seorang lain selalu dianggap salah, walaupun orang yang ia benci itu sebenarnya melakuakan sesuatu yang baik dan benar.  Begitupun bagi seorang fan, baginya apa saja yang dilakukan oleh orang yang ia sukai selalu dianggap benar. Namun apakah logika pemanfaat 'medsos' sesederhana ini? saya pikir tidaklah demikian. Manusia hanya terjebak dalam kata-kata separatis ciptaanya sendiri.

         Dalam dunia nyata, sekian lama saya juga terjebak dalam logika separatis ini. Saya adalah seorang hater dan seoan fan sejati, tergantung dari orang lain yang memang menjadi sasaran kebencian dan idola saya. Sesederhana itu saja. Apapun yang seorang lain lakukan jika dia adalah lawan saya maka semua perbuatannya dianggap salah. Sedangkan untuk idola saya semua perbuatannya dipandang benar.

          Semakin jelas pada posisi ini bahwa saya lupa menggunakan ratio saya. Justeru ratio dipakai bukan untuk mencari kebenaran malainkan mencari pembenaran. Orang yang mencari pembenaran akan cendrung merationalisasikan semua maksud dan keinginannya. Berbeda dengan orang yang mencari kebeneranan yang justeru lebih obyektif dalam menilai. Sayapun bermenung dengan dibantu oleh disiplin ilmu yang saya bidangi yakni Filsafat. Bagi saya filsafat mesti menjawabi dilemma cacat logika ini,  dan tepat. Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan, berarti seorang pelajar filsafat (filsuf) adalah mereka/person yang mencintai kebijaksanaan tersebut. Di dalam kebijaksanaan terdapat kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesatuan atau keselarasan.

          Implikasai dari internalisasi makna filsafat di atas saya kemudian merubah cara pandang, yang mempengaruhi sikap saya dalam hidup bersama. Saya mulai mengikis cacat logika saya. Siapapun orang yang saya jumpai jika ia berbuat bijak (benar, baik, indah, dan selaras) saya akan mengapresiasinya. Bagi yang kontra, saya mesti mengkritisinya tetapi tetap dalam orientasi kritik dekonstruktif. Saya tidak menjadi fan atau hater dari person tetapi dari perbuatanya (apa yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan oleh orang tersebut) sehingga orangnya tetap menjadi sahabat saya tetapi pikiran, perbuatannyalah yang saya apresiasi dan kritisi. Inilah hasil alih pikiran saya.

Jogja, Minggu, 23/01/2 Sintuz Bezy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...