Alihkan Pikiran
Dalam dunia nyata, sekian lama saya juga terjebak dalam logika separatis ini. Saya adalah seorang hater dan seoan fan sejati, tergantung dari orang lain yang
memang menjadi sasaran kebencian dan idola saya. Sesederhana
itu saja. Apapun yang seorang lain lakukan jika dia adalah lawan saya maka semua perbuatannya dianggap salah. Sedangkan untuk idola saya semua perbuatannya dipandang benar.
Semakin jelas pada posisi ini bahwa saya lupa menggunakan
ratio saya. Justeru ratio dipakai bukan untuk mencari kebenaran malainkan
mencari pembenaran. Orang yang mencari pembenaran akan cendrung
merationalisasikan semua maksud dan keinginannya. Berbeda dengan orang yang mencari
kebeneranan yang justeru lebih obyektif dalam menilai. Sayapun bermenung dengan dibantu oleh
disiplin ilmu yang saya bidangi yakni Filsafat. Bagi saya filsafat mesti
menjawabi dilemma cacat logika ini, dan tepat. Filsafat adalah cinta akan
kebijaksanaan, berarti seorang pelajar filsafat (filsuf) adalah mereka/person
yang mencintai kebijaksanaan tersebut. Di dalam kebijaksanaan terdapat
kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesatuan atau keselarasan.
Implikasai dari internalisasi makna filsafat di atas saya kemudian merubah cara pandang, yang mempengaruhi sikap saya dalam hidup bersama. Saya mulai mengikis cacat logika saya. Siapapun orang yang saya jumpai jika ia berbuat bijak (benar, baik, indah, dan selaras) saya akan mengapresiasinya. Bagi yang kontra, saya mesti mengkritisinya tetapi tetap dalam orientasi kritik dekonstruktif. Saya tidak menjadi fan atau hater dari person tetapi dari perbuatanya (apa yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan oleh orang tersebut) sehingga orangnya tetap menjadi sahabat saya tetapi pikiran, perbuatannyalah yang saya apresiasi dan kritisi. Inilah hasil alih pikiran saya.
Jogja, Minggu, 23/01/2 Sintuz Bezy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar