Kamis, 27 Desember 2018

sambutan ketua fkmr


SAMBUTAN KETUA FORUM KOMUNIKASI MAHASIWA RIUNG (FKMR), SDR. HERMANUS NGGAWAL DALAM ACARA PELANTIKAN KETUA IKATAN KELUARGA BESAR RIUNG (IKBR), DI KOTA KUPANG
Pengantar
Selamat malam semua. Yang saya hormati, bpk. Ketua IKBR baru serta pengurus-pengurus lainya. Yang saya banggakan, bpk. Ketua IKBR lama atas dedikasinya. Yang saya hormati semua keluarga besar Riung yang ada di Kota Kupang ini, dan yang sangat saya cintai teman2 anggota FKMR.  Saya selaku ketua FKMR  didaulatkan oleh teman2 untuk mengatakan sepata kata dua dalam moment penting ini.
Pada tempat pertama, sebagai orang beriman, mari kita mengucap sykur ke hadiratnya untuk anugerah anugerah yang kita terima, sepanjang perziarahan hidup kita. Salam damai natal dan bahagia tahun baru untuk kita semua. Ada beberapa hal akan saya sampaikan pada mala mini.
Pokok-Pokok Penting
1.   Saya atas nama anggota FKMR menyampaikan proficiat serta selamat kami kepada bapak Ketua IKBR baru, atas kesediaannya untuk menjadi pengayom, penyemangat, pemersatu kita semua. Kami merasa bangga karena kami selalu tidak tersesat, selalu tahu kepada siapa harus bertanya, kepada siapa harus berlindung dan kepada siapa harus menjadi panutan kami. Itu semua berkat ada bapak ketua.
2.   Pada moment ini saya juga wajib menjelaskan apa itu FKMR. FKMR sebenarnya adalah bagian dari keluarga besar Riung, tapi kami adalah organisasi mahasiswa, masa depan Riung ada di tangan kami. Kepanjangan FKMR adalah Forum Komunikasi Mahasiwa Riung. Yaitu gabungan semua mahasiwa  dari kecamatan Riung, Riung Barat, dan Wolomeze sigkatnya mahasiswa Riung yang ada di kota Kupang ini. Tetapi bukan saja mahasiswa aktiv/yang masih kuliah, ada juga alumni yang masih tetap setia menjadi anggota FKMR. FKMR baru terbentuk dan berusia kira-kira setahun. Sebelumnya organisasi ini dikenal dengan dengan FKPPMR (kepanjangannya…..), tetapi karena satu dan lain hal, organisasi ini vacuum. Kami lalu membentuk tim inisiator bersama bapak dan pendamping lalu mengganti nama menjadi FKMR hingga kini. Memang belum semua mahasiswa Riung tergabung dalam organisasi ini, tetapi kami usahakan agar mereka juga boleh ambil bagian.
3.   Ada permohonan kami. Di depan bapak ketua IKBR baru dan juga bapak ibu yang menjadi orang tua kami di sini. Selama setahun ini kami anggota FKMR, ingin sekali punya satu tempat khusus untuk berkumpul, melakukan kegiatan-kegiatan keorganisasian, serta pertemuan-pertemuan. Tetapi tempat itu tidak ada. Kami terpaksa berpindah-pindah mencari tempat yang layak dan berusaha menyesuaikannya, walau terpaksa. Pada moment ini, kami sangat mengharapkan agar bapak ibu kami yang ada di kota Kupang ini bisa meyediakan tempat/ sekertariat untuk kami.
Penutup
         Sekian sepatah kata dua yang bisa saya sampaikan. Atas nama organisasi FKMR saya ucapkan limpah terima kasih.


Kupang, 28/12/2018
Ketua FKMR ,


Hermanus Nggawal

Kamis, 20 Desember 2018

ketika tuhan berhenti bicara


Ketika Tuhan Berhenti Berbicara
Tercatat malam atau pagi dini hari jam 1.21 am, tgl 14-12-2018, pesta st Yohanes dari Salib. Aku hanya termenung kebingungan, dengan ditemani segelas kopi. Padahal besok aku akan mengikuti ujian filsafat pancasila, tetapi aku tidak pernah fokus belajar lagi, semua terjadi biasa saja, kuliah semacam tidak kuliah, aku bahkan mencapai rekor alpa terbanyak di kelas. Bagi saya kuliah itu mebosankan, beajar itu malas, yang paling menakutkan bagiku adalah kebodohan. Untuk menghilangkan ketakutannku ini maka belajar menjadi sangat penting. Tidak hanya belajar konsep dari berbagai buku yang dibaca tetapi  juga belajar dari kehidupan.
Seharian ini aku tidak kuliah, dan seperti biasa aku paling tahu bagaimana menghabiskan waktu luang itu. Berbeda dengan yang lain, mensyukuri karena bisa membaca tetapi aku justeru minggat dari biara seolah-olah ke kampus, padahal aku harus ke tempat lain. Mendukung pernyataanku di atas bahwa belajar tidak hanya melalui buku-buku pelajaran di kampus, tetapi tetaplah baca sebagai pengetahuan tambahan, karena bagiku, ketakutan terbesar adalah kebodohan. Belajar juga melalui pengalaman nyata, konkreat. Dan hari-hari luang yang aku pakai untuk pergi ke tempat lain, dan dari sanalah aku belajar banyak hal yang baik dan yang buruk.
Nah, ketika Tuhan berhenti bicara aku bebas melakkan apa saja, seperti yang Sartre katakan.
Sintuz Bezy
Penfui, Kupang 21/12/18

Kambing dan Anjing


Nggawal Hermannto
PERMUSUHAN KAMBING DAN ANJING

Cerita ini pernah dikisahkan oleh sdr. Hermanus Nggawal di kelas Filsafat Unwira FFAsemester VII, ketika pelajaran Filsafat Sejarah.

Pada zaman dahulu kala, di kampung kami ketika anjing seperti manusia dan kambingpun demikian, ketika mereka bisa berbicara dan saling menyapa,  antara manusia kambing dan anjing saling bersahabat terasa semuanya  seperti manusia. Dan pada zaman itu semua terasa indah. Segala sesuatu berjalan begitu menyenangkan, karena tercipta ruang untuk komunikasi. Kambing dan anjing tidak menjadi obyek bagi manusia, mereka dihargai, dihormati, dan dicintai seperti apa adanya, seperti yang seharusnya mereka harapkan.
Kampung kami terkenal dengan mitos yang banyak dan menggairahkan akal untuk memahaminya, walaupun tidak semua bisa dipahami, dan itulah mitos. Nama kampung kami adalah Mbazang,  salah satu kampung di kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, Flores. Di saat manusia bersahabat dengan kambing dan anjing dan di saat anjing bersahabat dengan kambing. Persahabatan mereka sangat indah. Saling menolong, saling melengkapi, dan saling merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari sesama. Sacara praktis, setiap kali kambing membutuhkan anjing, kambing selalu mendapat pertolongan yang sesuai permintaannya. Begitupun sebaliknya. Ada hajatan walau sederhana mereka saling mengundang untuk membagi kebahagiaan. Jika ada teman-teman lain yang mengundang untuk menghadiri pesta, kambing dan anjing selalu pergi bersama. Anjing selalu ingin terlihat seksi di depan mata kambing dan teman-temannya, begitupun kambing pun tak kalah eksisnya. Siapa sih yang tidak ingin tampil menarik dan mempesona?
Tibalah suatu malam, ketika sahabat mereka ayam mengundang untuk menghadiri pesta pernikahannya, kambing dengan sigap mengiyakannya. Tetapi kambing ingin hadir begitu menawan. Saat itu kambing tidak memiliki tanduk, seperti yang ada sekarang. Tanduk itu adalah milik anjing. Anjing seperti indah sekali karena memiliki tanduk yang menawan, dan terkadang dia bangga dengan dirinya sendiri. Kambing merasa tidak begitu indah jika tidak memiliki tanduk. Saat itu kambing memiliki ekor yang sangat panjang sekitar tiga menit. Dan dia merasa dia akan terlihat lebih seksi kalau ditambah lagi tanduk milik anjing. Jadi anjing punya tanduk yang menawan dan kambing punya ekor yang panjang. Tapi kambing terlalu egois selalu ingin menjadi yang terbaik dan melampau anjing dan tampil menawan. Malam itu dia meminjam tanduknya anjing, untuk dipakai saat menghadiri pesta pernikahan ayam. Dia berjanji bahwa dia akan kembalikan tanduk itu setelah pulang pesta nanti. Anjing karena terbuai dengan kata-kata kambing, dia pun rela meminjamkan sepasang tanduk kesayanganya itu kepada kambing. Malam itu kambing terlihat begitu mempesona dan dia sangat menawan, ekor yang panjang dan tanduk yang indah. Pesta terasa sangat meriah karena kambing tampil beda. Luar biasa memang.
Hanya akibat egoisme memang selalu berujung pada hal yang buruk baik bagi anjing yang meminjamkan tanduknya, dan lebih buruk lagi bagi kambing yang memakainya. Semua akan mengalami resiko dari setiap keputusan yang mereka buat. Keputusan yang egoistis hanya membawa pada kecelakaan dan kahancuran kepada kedua belah pihak. Terlebih lagi bagi si kambing itu. Dia tidak berpikir panjang, hanya berpikir tentang kesenangannya, egonya. Anjing sudah merasakan itu tetapi karena logika berpikirnya yang sempit dan terjebak dalam situasi yang menekan yah dia meminjamkannya. Setelah pesta kambing tidak mengembalikan lagi tanduk anjing. Ini yang membuat anjing sangat marah dan menciptakan suatu situasi yang tidak mengenakkan. Anjing hanya ingin tanduknya dikembalikan, tetapi kambing terlalu nyaman dengan tanduk itu. Maka anjingpun sangat marah. Anjing memburu kambing sehabis-habisnya hanya untuk meminta tanduknya. Dan anjing malam itu langsung mengejar kambing, karena tidak berhasil, dia menggigit ekor kambing hingga tersisa 5 senti meter.
Singkat cerita, permusuhan kambing dan anjing dimulai sejak saat itu. Hinga kini rasa benci anjing terhadap kambing begitu besar. Persahabatan yang dibangun begitu lama sirna semua. Itulah akibat dari egoisme.

Refleksi Filosofis
Mitos permusuhan anjing dan kambing ini sangat menarik untuk dikisahkan dan dipahami serta mengandung nilai moral yang penting untuk direfleksikan. Bukan moral yang baik tetapi pesan moral yang buruk yang tidak harus terjadi lagi. Bahwa totalitas nerpikir itu penting seperti Arend katakan “kejahatan itu terjadi karena ketidaktotalan berpikir”. Total berpikir artinya, mencari konsekesi serta pertimbangkan segala sesuatu secara sedalam-dalamnya. Tindakan ini bermula dari pola pikir yang baik.  Semakin baik berpikir, semakin total berpikir, maka saat itu kejahatanpun semakin ditepis.  Kemungkinan untuk melakukan kejahatan semakin minim.
Dari kisah ini, saya sebagai interpreter melihatnya bahwa. Pertama, bahwa ada suatu saat dimana kambing dan anjing bisa berbicara, itu tidak mungkin pernah terjadi. Karena ketika kambing dan anjing bisa berbicara seperi manusia. Mengapa saat ini mereka tidak berbicara lagi, padahal menurut evolusi Dawin dan De Chardin, binatang akan semakin komplesk dalam evolusi, berkembang secara  tubuh dan otak. Biologis dan rational. Maka seharusnya kambing dan anjing semakin hebat berbicara bahkan menguasai berbagai bahasa asing seperti perkembangan pada manusia umumnya. Evolusi bukan semakin merosot, fakta bahwa anjing dan kambing tidak bisa berbicara saat ini, maka cerita di atas hanya sebuah mitos belaka.
Kedua, walaupun itu mitos, namun mitos itu sangat rational, karena bisa diverivikasi kebenarannya dalam relitas. Saat ini memang kambing memiliki tanduk dan ekornya. Ekornya tinggal sisa 5 senti meter, dan itu sangat rational. Maka walau ceriata itu mitos belaka tetapi faktanya ada, dan itu. Walaupun itu bukan fakta yang sesungguhnya tetapi mengajarkan suatu nilai moral yang baik.
Oleh Sintuz Bezy
Penfui, Kupang 21/12/18


Minggu, 16 Desember 2018

Politik Identitas


KEADILAN SOSIAL YANG PREMATUR,
 SALAH SATU AKAR PENYEBAB POLITIK IDENTITAS
          Hakekat politik
Sebagian masyrakat akar rumput mereduksi politik sebagai sesuatu yang kotor. Banyak yang tidak ingin terlibat secara penuh dalam dialektika politik, seperti ambil bagian dalam pemilihan wakil rakyat, mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, sebab politik bagi mereka adalah suatu pentas seni yang menyita banyak waktu, dimana para aktornya saling mengalahkan untuk tampil jadi pemenang. Penontonlah yang dikorbankan, dipaksa untuk menyaksikan berbagai kebobrokan yang dirationalisasi sedemikian rupa sehingga kebenaran menjadi kabur. Ketidakpuasan menjadi biasa. Apakah benar bahwa politik itu kotor? Tidak!! Sebenarnya bukan politik yang kotor, tetapi aktor politik, yang terkadang terdesak oleh berbagai kepentingan individual atau partai politiknya menghalalkan segala cara. Para politisi memenangkan kepentingan-kepentingang, dengan berusaha merendahkan potensi lawan politiknya serendah mungkin dan mempromosikan kapasitas dirinya, kepentingan partainya setinggi mungkin. Itu yang terjadi di ruang public saat ini, janji manis selalu yang terdengar bagi masyarakat, namun sakitlah yang dialami. Sibuk untuk memperjuangkan ideologi partai dan berusaha mempertahankannya tanpa sampai kepada makna dari mengapa harus berjuang?
          Jika kita merevew sedikit memoria kita ke masa Yunani Kuno, untuk mencari tahu hakekat politik yang benar, maka dapat ditemukan defenisis Aristoteles bahwa politik itu sebebanrnya sebuah cetusan aktivitas agung dari masyarakat yang bernama manusia. Cetusan kesempurnaan kodrat sosialitas, rationalitas sekaligus moralitas manusia. Kesempurnaan itu disebut kemanusiawian, artinya tidak manusiawilah manusia bila ia tidak mengintegrasikan dirinya dalam tata kelola hidup bersama. Sebab politik yang akar katanya dari bahasa Yunani, politikos menyangkut warga negara, polites seorang warga negara, polis kota, negara, politeia, kewargaan. Aristoteles lalu melanjutkan, maksud (tujuan, sasaran) politik sama dengan tujuan etika dan sama dengan tujuan kehidupan manusia pada umumnya yaitu untuk mencapai eudaimonia, kesejahteraan yang sangat penting, vital bagi manusia.
          Di era kontemporer ini pengembangan konsep  politik sudah sangat kompleks. Politik yang pada dasarnya adalah tata kelola hidup bersama demi mencapai eudaimonia, berkembang dengan pertanyaa-pertanyaan dasar, siapa yang memiliki legitimasi untuk mengelolah hidup bersama itu, bagaimana cara mengelolahnya? Semua sudah dijawab. Pertama, dalam konteks Indonesia, kita menerapkan sisitem pemerintahan demokrasi, bahwa masyarakatlah yang mengelolah kehidupannya sendiri, kekuasaan ada di tangan rakyat, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Keputusan-keputusan politik selalu dibuat atas persetujun seluruh rakyat, tetapi karena Indonesia dan juga negara-negara modern yang terkomposisi dari berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan dengan porsentase penduduk yang sangat tinggi, maka demokrasi langsung tidak mungkin bisa terlaksana, tetapi kekuasaan rakyat itu diserahkan kepada wakil-wakil rakyat, mereka mendapat legitimasi untuk mengelolah kehidupan bersama ini, dengan orientasi tetap pada kepentingan masyrakat umum. Wakil rakyat adalah orang yang mewakili rakyat, memiliki kekuasaan karena diberi oleh rakyat, kedaulatanya ada di tangan rakyat. Maka ketika para wakil rakyat tidak bekerja untuk rakyat, mereka boleh disingkirkan. Inilah jawaban tentang siapa yang harus mengelolah kehidupan berama dalam suatu negara yaitu rakyat secara keseluruhan melalui wakil-wakilnya.
          Kedua, Masyarakat demokratis adalah pemegang kedaulatan, dan kehidupan bersama dalam suatu negara demokratis itu harus membebaskan. Bebas untuk hidup, berkepresi, belajar dsb. Kebebasan inilah adalah cita-cita seluruh masyarakat, kebebasan harus dijamian, maka dibutuhkan hukum. Adanaya hukum bukan  untuk mengekang kebebasan namun untuk menjamin kebebasan sertiap warga dengan tidak melanggar kebebasan orang lain. Hukum mengatur bagaimana tata kelolah hidup bersama itu harus diterapkan. Hukum itu terwujud dalam Konstitusi, Undang-Undang dan peraturan-peraturan pemerintah. Itulah hukum positive yang tetap berlandas pada hukum moral bangsa tersebut.  Hukum menjadi norma tingkah laku, dalam konteks Indonesia, hokum tertinggi tetap bersumber pada Pancasila. dalam masyarakat demokratis kita lalu mengenal tiga komponen yang memegang kekuasaan berdasarkan hukum yaitu, legislativ (pembuat hukum), yudikativ (penginterpretasi hokum), dan eksekutiv (pelaksana hukum). Inilah yang menjawabi pertanyaan bagaiman tata kelolah hidup bersama itu dilakukan.
          Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional. System pemerintahanya demokrasi, dan berlandas pada hukum. Tetang siapa yang mengelolah negara ini, adalah masyarakat umum melalu wakil-wakilnya, dan tetang bagaimana melaksanakan tata kelolah hidup bersama ini, hokum adalah penuntunya dengan mekanisme pembagian kekuasaan.
          Keadilan Sosial
Di atas sudah diuraikan hakekat politik dan korelasinya dengan konteks Indonesia. Tak bisa dipungkiri bawasannya dalam negara demokratis, tetap ada segelintir warga yang tidak puas dengan keputusan-keputusan politis, aspirasi mereka tidak dapat diterima oleh mayoritas. Sebab pada akhirnya dalam membuat suatu keputusan harus tetap mendengakan suara terbanyak, suara mayoritas, kepentingan tetap harus menguntungan banyak orang. Inilah salah satu akar mencuatnya politik identitas, yaitu ketidakpuasan minoritas terhadap keputusan-keputusan politis yang seolah-olah hanya mendengarkan suaru mayortias. Bagi kaum minorotas inilah wajah keadilan sosial yang premature. Jika hanya kepentingan mayoritas yang didengarkan, maka keadilan itu tidak menyeluruh, tidak merata, tidak dirasakan secara sosial. Padahal hukum dalam bahasa Latin disebut ius sama artinya dengan adil. Ius quia iustum. Hukum harus adil, negera hukum adalah negara yang menjunjung tinggi keadilan. Keadilan menjadi unsur konstitutif dari hukum.
Dari sini kita menangkap bahwa, adil itu adalah memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Keadilan didefenisikan sebagai kesedian kehendak yang terus menerus untuk memberikan kepada seseorang secara terus menerus apa yang menjadi miliknya. Tiga ciri khas yang menyertai keadilan, bahwa keadilan itu selalu tertuju kepada orang lain, keadilan harus dilaksanakan, dan keadilan menuntut persamaan. Berbicara tentang keadilan pengandaiannya hanya dalam keterhubungan dengan orang lain, dalam suatu oraganisasi atau dalam hidup bersama. Manusia dari kodratnya ens sociale, mahluk sosial. Hidup bergantung pada orang lain, dan bersama orang lain. Keadilan juga menuntut persamaan. Di depan hokum yang adil semua sama, dan semua merasakan keadilan yang sosial itu.
Dalam pidatonya 1 Juni 1945, Soekarno merumuskan sila terkhir dari Pancasila itu adalah keadilan sosial. Keadilan sosial baginya adalah bukan saja persamaan politik, juga ekonomi, pembangunan, tetapi kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya. Kesejahteraan ini sebagai cita-cita idela, kesejahteraan itu effect langsung dari keadilan sosial. Khaos terjadi karena ketidakadilan. Ketidak adilan membawa orang kepada ketidakpuasan. Dan yang selalu merasa tidak puas itu adalah kaum minoritas. Ketidakpuasan minoritas ini terumus rapi dalam bingkai politik identitas, dimana minoritas mempolitisasi identitas demi kepentingan partiukular komunitasnya dengan identitas tertentu.
Politik Identitas
Sisi polsitiv dari politik identitas memang mulia adalah agar pemerintah juga menghargai aspirasi minoritas. Sisi negative dari politik identitas ialah ketika identitas tertentu memperjuangkan suatu homogenitas, dengan melecehkan pengahrgaan terhadap pluralitas.  Padahal bangsa Indonesia terlahir dari pluralitas suku, ras, agama dan antargolongan.  Di bawah payung Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu itulah Indonesia dibangun.
          Secara konseptual kata identitas menunjukan esensi sesuatu atau seseorang. Dalam metafiska identitas disebut sebagai yang tetap dari sesuatu yang berubah. Paling nyata adalah manusia, dari segi biologis setiap saat manusia terus berubah semakin dewasa, seperti binatang pada umumnya. Dari segi kognitif juga perubahan itu nyata ketika semakin kompleks wawasanya. Itulah yang berubah tetapi yang tidak berubah adalah siapa dirinya. Sifat-sifat dasarnya, karakternya. Hal-hal yang menentukan kesiapaan seseorang. Identitas menunjukan apa yang sama dari suatu keseragaman. Misalnya banyak rakyat berbeda golongan tetapi mereka sama-sama memeluk satu agama tertentu, mereka memiliki identitas yang sama yaitu agama. Atau kaum peremepuan memiliki identitas feminis.
Politik identitas muncul dari ketidakpuasan terhadap mekanisme pemerintahan yang tidak memenuhi kepentingan-kepentingan identitas tertentu. Paling nyata identitas dikenal melalui suku, agama, ras, dan antar golongan. Dalam realitas hidup berbangsa dan bernegara saat ini, tidak ada lagi suatu bangsa yang homogeny, dimana masyarakatnya terdiri dari keturunan ras yang sama, atau semua warga memeluk satu agama yang sama, atau dari suku yang sama. Homogenitas sudah tidak mengkin lagi mengingat dunia yang terbuka, hukum international menjamin perpindahan penduduk dari negara satu ke negara lain. Perpindahan penduduk karena pengungsian, atau bahkan dalam satu negara juga terkomposisi dari suku yang berbeda-beda sehingga benar-benar kompleks. Indonesia tidak terluput dari kompleksitas masyarakatnya. Terbentang dari sabang sampai marauke, dengan kebudayaan yang berbeda, dengan agama yang berfariasi, sehingga inilah yang menjadikan Indonesia kompleks.
Sumpah pemuda, sebenarnya dklarasi kaum muda sebagai perwaklan dari berbagai daerah yang menyatakan berbangsa satu, bangsa Indonesia, bertanah air satu, berbahasa satu bahasa Indonesia. Tahhun 1928 awal nasionalisme yang sesungguhnya. Nah melihat relitas bangsa Indonesia yang kompleks kita menerima pluralism, yang sangat berbahaya ilaha ketika pluralism ini diradikalkan, yaitu ketika masing identitas berusaha eksis dengan satu style yang memang berbeda dari yang lain dan tidak ada kemungkinan untuk bersatu. Masing-masing menatakan bahwa dirinya adalah unik, dan tidak tunduk pada satu kesepakatan bersama, satu cita-cita negara bersma yaitu Pancasila.
Politik identitas muncul pertama kali dari kalangan ilmu –ilmu sosial, bermula di Amerika Serikat ketika ada, kelompok-kelompok minoritas yang dimarginalisasikan oleh mayoritas. Mereka lalu membenci kemapanan, lalu meluas ke masalah agama, cultural, suku, dan ras. Di Indonesia misalnya, orang mengaggungkan daerahnya yang dipelopori oleh para elit politik. Penyebab lain juga yaitu karen politik sentralitis, orientasi membangun ibu kota sehingga lupa pada pinggiran. Sehingga identitas dari suku pinggiran itu dipolitisasi demi memenagan kepentingan mereka, agar pemerintah memperhatikan mereka. Tujuannya tetap mulia. Sisi baiknya ada, tetapi yang menjadi tidak baik dari politik identitas ialah ketika, dengan identitas yang tertindas, identitas yang tidak diperhatikan, lalu para elit politik memanfaatkannya demi mencapai kepentingan-kepentingan terselubung. Bukan supaya identitas tertentu diperhatikan, tetapi kepentiangan tertentu dipenuhi. Itulah bahayanya.
Pancasila Penangkal Politik Identitas
Nasib pancasila, seharusnya tidak hanya dimuliakan dalam kata, diagungkan dalam tulisan, dan dikhianati dalam perbuatan. Karena kita di Indonesia menganut system demokrasi, penerimaan semua masyarakat dari berbagai SARA, nah ideologi Pancasila menjadi penting, untuk mengontrol semua ideology lain yang berkembang di Indosia dan rujukan terkhir bagi manusia pancasila. Politik identitas adalah baikm ketika aspirasi minoritas, atau kaum mariginal, atau identitas tertentu didenganr dan dihargai. Menjadi buruk ketika identitas tertentu dipolitisasi demi suatu kepentingan particular. Pancasila menghargai pluralitas, walaupun dalam menetukan keputusan-keputusan politis sebagai satu negara demokrati harus mendegar suara terbanyak, namun dalam hal ini minoritas tidak juga sangat drugikan. Hak-hak dasar minoritas tetap dilindungi oleh hukum. Seperti hak hidup, hak berorganisasi.
Politik secara esensial adalah baik yang tidak baik ialah politik identitas, jika identitas dipolitisasi demi kepentingan-kepentingan particular tertent. Pancasila aalah penangkal politisasi identitas, dimana dari ideology ini kita mendapat tuntunan bagaimana harus menghargai pluralitas, karena negara Indonesia adalah komposisi dari berbagai suku, agama, ras, dan antar golongan. Keadilan sosial adalah agenda besar, dan dengan terpenuhnya agenda ini yang adalah sila ke-lima dari pancasila, maka bagi saya politik identitas (politisasi identitas) akan semakin menyusut.

Oleh Krisantus Yustus, fakultas filsafat UNWIRA, semester VII

Sumber bacaan :
1.    Lorrens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2000.
2.    Prof. Dr. E. Armada Riyanto, CM, Berfilsafat Politik, Yogyakarta: Kanisius, 2014
3.    Nobertus Jegalus, Hukum Kata Kerja, Diskursus Filsafat Tentang Hukum Progresif, Jakarta: Obor, 2011.
Filsafat Sosial (Bahan Ajar), Kupang, Fakultas Filsafat UNWIRA, 2018.
4.    Roso Daras, Total Bung Karno, Serpihan Sejarah Yang Tercecer, Depok: Imania, 2013.
5.    Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, kajian Khusus Atas Teori-Teori Keadilan, Agus Wahyudi, M.Hum (penerj.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Senin, 10 Desember 2018

Ultah Yutta


yutta
Di hari bAhAGia ku…

          Yah… yah… aku ingat tanggal itu. Hari yang paling mencemaskan sepanjang perayaan ulang tahunku. 12-12-12. Tanggal dua belas, bulan dua belas, tahun duaribu dua belas. Saat itu aku baru berumur 14 tahun, setahun kemudian baru bisa dikatakasn gadis. Sebab sesuai tradisi, menjadi gadis dimulai umur 15 tahun. Tetapi memang malam itu, malam penuh misteri, teka-teki ramalan akan terbukti, apakah benar atau tidak. Aku takut, mama takut, bapa takut, semua orang takut…. Sesuai ramalan, tepat jam 12 malam langit akan guncang, bumi bergetar, bintang, bintang bertaburan, dan hari kiamat dimulai…
          Aku,, selalu takut dengan hari kiamat, kata orang, “pada hari murka itu, dunia dihancurkan. Jadi abu oleh api, bagai nabi katakan. Gemetarlah manusia, bila menghadap hakimnya, segala perbuatan, akan ada balasan”.  Banyak film di bioskop-bioskop selama ini yang mengisahkan tentang kiamat 2012, banyak, dan itu terjadi tepat pada ULTAHKU. “Tuhan adilkah Engkau? Mengapa dunia harus kiamat sekarang? Aku baru merayakan Ultahku ke-14. Tuhan aku masih mau hidup 1000 tahun lagi, tundalah sedikit, sebab masih banyak hal yang ingin aku kerjakan dalam hidup ini, tuhan mengapa harus hari ini dunia kiamat. Untuk apa Kau ciptakan aku Tuhan, apakah hanya untuk menyaksikan bagaiamana kekejamanMu, bagamana Engkau menungkir balik dunia….? Tidak….!.....!,,
          Jarum panjang tepat pada angka 12, hari ini jam 12, tanggal, 12, bulan 12, tahun 2012… DUNIA TIDAK KIAMAT…. Memang malam itu sempat gerimis, tetapi tidak ada tanda-tanda dunia kiamat seperti  yang difilm-film itu. Aku menjatuhkan air mata, sykurku bahwa Tuhan mendengarkan doaku, … bahwa Tuhan masih member kesempatan bagiku untuk mengarungi bentangan lautan kehidupan ini, walau aku  tidak tahu baik atau buruk, senang atau sedih, gembira atau tersiksa.
          Kini… trauma dunia kiamat memang masih membekas, but, for me, no more fear. Tanggal 12, bulan 12, tahun 98 tetap menjadi hari yang special, hari jadiku, aku antusias manyambutnya, bukan kecemasan lagi. Kini, aku tak perduli lagi dengan ramalan dunia kiamat. Kiamatnya dunia adalah kehendak Tuhan bukan ramalan para ahli nujum. Hehehe,,, aku percaya akan kesempurnaan Tuhan.
          Setiap menjelang ultahku, aku selalu bertanya-tanya, kenapa aku harus lahir pada tanggal 12, bulan 12, tahun 1998??? Mengapa aku harus diberi nama Yutta Assunta?////?? Angka  12 adalah angka sempurna untuk orang Israel, karena anak-anak Yakub terdiri dari 12 orang yang berkembang menjadi 12 suku Israel hingga, hari ini. Yesus memanggil murid 12 orang. Apakah ini menandakan bahwa aku orang yang sempurna? Entahlah…
Pada sisi lain, hitungan satu hari terdiri dari 24 jam, yaitu 12 jam siang dan 12 jam malam. Mungkinkah ini menandakan  bahwa sepanjang hari aku harus tetap menjadi orang yang sempurna… entahlah. Semua tergantung aku mau memaknainya seperti apa… hahahaha,, yah, yah, tanggl 12 adalah tanggal di tengah bulan, satu bulan terdiri dari 30 hari dan hari ke-12 berada di tengah-tengah. Mungkinkah ini tanda keseimbangan, tidak menjadi terlalu mudah, dan tidak terlalu menjadi sangat tua. Hehehe.
          Dalam kalenderium gereja, memang bulan 12/Desember adalah bulan terakhir, menutupi satu bentangan tahun. Bulan desember adalah bulan lahirnya Yesus, tanggal lahirku dekat sekali dengan tanggal lahir Yesus. Semua semakin jelas bahwa aku memang orang yang sangat dekat dengan Yesus, ulang tahun saja berdekatan. Hehehe.
Tahun lahirku 1998, saat itu Indonesia sedang dalam masa transisi, dari era Orde Baru, menuju era Revormasi, dari masa diktatoriat Soeharto,beralih ke masa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Apa makna semua ini/>>/? Aku bukan terlahir di masa dictator Soeharto, tetapi pada era yang penuh kebebasan, dimana hak-hak asasi dihargai, kebebasan berpendapat dijunjung tinggi,, jangan-jangan aku nanti menjadi pejuang kemanusiaan, entahlah….
Hehe, menutup refleksiku ini, satu hal yang ingin aku ucapkan, terimakasih, hidup, terima kasih waktu, terima kasih Tuhan, Kau hadirkan diriku melalui kedua orang tuaku, kau hadiahkanku 2 saudara yang baik, dan Kau berikan sahabat-sahabat yang luar biasa. Tak ada yang istimewa selain Terima Kasih Cinta
Penfui, 12/12/18
Oleh, Sintuz Bezy

Glory, Yutta, K ", Elvy


  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...