Nggawal Hermannto |
Cerita ini pernah dikisahkan oleh sdr. Hermanus Nggawal di kelas Filsafat Unwira FFAsemester VII, ketika pelajaran Filsafat Sejarah.
Pada zaman dahulu kala, di kampung kami ketika
anjing seperti manusia dan kambingpun demikian, ketika mereka bisa berbicara
dan saling menyapa, antara manusia
kambing dan anjing saling bersahabat terasa semuanya seperti manusia. Dan pada zaman itu semua
terasa indah. Segala sesuatu berjalan begitu menyenangkan, karena tercipta
ruang untuk komunikasi. Kambing dan anjing tidak menjadi obyek bagi manusia,
mereka dihargai, dihormati, dan dicintai seperti apa adanya, seperti yang
seharusnya mereka harapkan.
Kampung kami terkenal dengan mitos yang banyak dan
menggairahkan akal untuk memahaminya, walaupun tidak semua bisa dipahami, dan
itulah mitos. Nama kampung kami adalah Mbazang,
salah satu kampung di kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, Flores. Di
saat manusia bersahabat dengan kambing dan anjing dan di saat anjing bersahabat
dengan kambing. Persahabatan mereka sangat indah. Saling menolong, saling
melengkapi, dan saling merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari sesama.
Sacara praktis, setiap kali kambing membutuhkan anjing, kambing selalu mendapat
pertolongan yang sesuai permintaannya. Begitupun sebaliknya. Ada hajatan walau
sederhana mereka saling mengundang untuk membagi kebahagiaan. Jika ada teman-teman
lain yang mengundang untuk menghadiri pesta, kambing dan anjing selalu pergi
bersama. Anjing selalu ingin terlihat seksi di depan mata kambing dan
teman-temannya, begitupun kambing pun tak kalah eksisnya. Siapa sih yang tidak
ingin tampil menarik dan mempesona?
Tibalah suatu malam, ketika sahabat mereka ayam
mengundang untuk menghadiri pesta pernikahannya, kambing dengan sigap mengiyakannya.
Tetapi kambing ingin hadir begitu menawan. Saat itu kambing tidak memiliki
tanduk, seperti yang ada sekarang. Tanduk itu adalah milik anjing. Anjing
seperti indah sekali karena memiliki tanduk yang menawan, dan terkadang dia
bangga dengan dirinya sendiri. Kambing merasa tidak begitu indah jika tidak
memiliki tanduk. Saat itu kambing memiliki ekor yang sangat panjang sekitar tiga
menit. Dan dia merasa dia akan terlihat lebih seksi kalau ditambah lagi tanduk
milik anjing. Jadi anjing punya tanduk yang menawan dan kambing punya ekor yang
panjang. Tapi kambing terlalu egois selalu ingin menjadi yang terbaik dan
melampau anjing dan tampil menawan. Malam itu dia meminjam tanduknya anjing,
untuk dipakai saat menghadiri pesta pernikahan ayam. Dia berjanji bahwa dia
akan kembalikan tanduk itu setelah pulang pesta nanti. Anjing karena terbuai
dengan kata-kata kambing, dia pun rela meminjamkan sepasang tanduk kesayanganya
itu kepada kambing. Malam itu kambing terlihat begitu mempesona dan dia sangat
menawan, ekor yang panjang dan tanduk yang indah. Pesta terasa sangat meriah
karena kambing tampil beda. Luar biasa memang.
Hanya akibat egoisme memang selalu berujung pada hal
yang buruk baik bagi anjing yang meminjamkan tanduknya, dan lebih buruk lagi
bagi kambing yang memakainya. Semua akan mengalami resiko dari setiap keputusan
yang mereka buat. Keputusan yang egoistis hanya membawa pada kecelakaan dan
kahancuran kepada kedua belah pihak. Terlebih lagi bagi si kambing itu. Dia
tidak berpikir panjang, hanya berpikir tentang kesenangannya, egonya. Anjing
sudah merasakan itu tetapi karena logika berpikirnya yang sempit dan terjebak
dalam situasi yang menekan yah dia meminjamkannya. Setelah pesta kambing tidak
mengembalikan lagi tanduk anjing. Ini yang membuat anjing sangat marah dan
menciptakan suatu situasi yang tidak mengenakkan. Anjing hanya ingin tanduknya
dikembalikan, tetapi kambing terlalu nyaman dengan tanduk itu. Maka anjingpun
sangat marah. Anjing memburu kambing sehabis-habisnya hanya untuk meminta
tanduknya. Dan anjing malam itu langsung mengejar kambing, karena tidak
berhasil, dia menggigit ekor kambing hingga tersisa 5 senti meter.
Singkat cerita, permusuhan kambing dan anjing
dimulai sejak saat itu. Hinga kini rasa benci anjing terhadap kambing begitu
besar. Persahabatan yang dibangun begitu lama sirna semua. Itulah akibat dari
egoisme.
Refleksi Filosofis
Mitos permusuhan anjing dan kambing ini sangat
menarik untuk dikisahkan dan dipahami serta mengandung nilai moral yang penting
untuk direfleksikan. Bukan moral yang baik tetapi pesan moral yang buruk yang
tidak harus terjadi lagi. Bahwa totalitas nerpikir itu penting seperti Arend
katakan “kejahatan itu terjadi karena ketidaktotalan berpikir”. Total berpikir
artinya, mencari konsekesi serta pertimbangkan segala sesuatu secara
sedalam-dalamnya. Tindakan ini bermula dari pola pikir yang baik. Semakin baik berpikir, semakin total berpikir,
maka saat itu kejahatanpun semakin ditepis.
Kemungkinan untuk melakukan kejahatan semakin minim.
Dari kisah ini, saya sebagai interpreter melihatnya
bahwa. Pertama, bahwa ada suatu saat
dimana kambing dan anjing bisa berbicara, itu tidak mungkin pernah terjadi.
Karena ketika kambing dan anjing bisa berbicara seperi manusia. Mengapa saat
ini mereka tidak berbicara lagi, padahal menurut evolusi Dawin dan De Chardin,
binatang akan semakin komplesk dalam evolusi, berkembang secara tubuh dan otak. Biologis dan rational. Maka
seharusnya kambing dan anjing semakin hebat berbicara bahkan menguasai berbagai
bahasa asing seperti perkembangan pada manusia umumnya. Evolusi bukan semakin
merosot, fakta bahwa anjing dan kambing tidak bisa berbicara saat ini, maka
cerita di atas hanya sebuah mitos belaka.
Kedua, walaupun
itu mitos, namun mitos itu sangat rational, karena bisa diverivikasi
kebenarannya dalam relitas. Saat ini memang kambing memiliki tanduk dan
ekornya. Ekornya tinggal sisa 5 senti meter, dan itu sangat rational. Maka
walau ceriata itu mitos belaka tetapi faktanya ada, dan itu. Walaupun itu bukan
fakta yang sesungguhnya tetapi mengajarkan suatu nilai moral yang baik.
Oleh
Sintuz Bezy
Penfui,
Kupang 21/12/18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar