Selasa, 29 Januari 2019

Hadapi


Hadapi hidup, tetapi jangan berhenti hidup!

Oleh:  Sintus Bezy

Pergulatan batin seorang musafir cinta dalam petualangannya menemukan Sang Cinta Abadi yang begitu sangat dipuja oleh miliaran orang Kristiani di berbagai belahan dunia ini.

Paulo  seorang musafir cinta, lima tahun lalu memutuskan untuk mengabdi seluruh hidupnya bagi Sang Cinta Abadi. Namun saat ini ia sangat meragukan keputusannya itu. Dia merasa tidak cukup kuat untuk menggenapi semua permintaan yang dibeberkan oleh Sang Cinta yang disapanya Guru.  Baginya Guru menempatkan standar terlalu tinggi untuk siapa saja yang mau mengikutinya. Karena Dia juga seorang yang mau mengikuti Guru  secara lebih dekat maka tuntutan itu jugalah yang harus dia tuntaskan.
Sebenarnya  tiga syarat saja yang Guru berikan yakni pertama, “tinggalkan segala sesuatu”, kedua, “pikulah salib”, dan ketiga, “Ikutlah Aku”. Persyaratan ini memang kendengaranya sederhana sehingga memikat Paulo. Tetapi bukan semata karena persyaratan  tersebut. Yang lebih memikat lagi ialah janji-janji Sang Guru. Guru katakana bahwa siapa meninggalkan satu akan mendapat seratus kali lipat. Pada kesempatan lain Guru berujar “Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup”. Paulo sang pemuja Cinta Abadi membulatkan tekadnya untuk mengikuti Guru. Inilah alasan keberadaanya di dunia ini pikirnya. Siapa yang tidak senang mendengar janji ini.
 “Aku tidak memahami semua ini.” “Semua terjadi begitu cepat, waktu tidak memberi kesempatan bagiku untuk bermenung walau cukup sesaat, sebenarnya aku hanya mau memastikan  apakah keputusanku benar?” “Namun, sudahlah!!! Semua sudah terjadi.!!!  Aku sudah memutuskannya dan aku sudah menghidupinya. Butuh kekuatan yang lebih besar lagi jika aku harus mengubah keputusanku ini. Manusia memang berani memutuskan, tetapi juga siap menanggun risiko-risiko dari keputusannya itu.”  Inilah hidupku dan aku tidak boleh lari darinya.
Tersadar seketika saat seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan kasar. Satu malam suntuk Dia tenggelama dalam lamunan yang tak kunjung akhir. Satu hal yang belum bisah dipecahkan dengan rationya yakni tentang hidup yang sedang dia jalani sekarang. Itu semua adalah konsekwensi dari keputusanya lima tahun lalu.
Paulo merasa telah dibohong oleh sang Guru. Guru katakana bahwa diriya adalah sang Cinta tetapi Paolo tidak pernah memahami kata ini. Apalagi mengekspresikanya. Dulu sebelum dia memutuskan untuk mengjadi pengikut Guru, dia merasa selalu kelimpahan Cinta, namun sekarang dia tidak merasakan apa-apa lagi. Cintanya selalu dibatasi. Guru selalu mengekangnya, unutk tidak mencintai hanya seorang, cinta itu harus universal. Tetapi manamungkin hal itu terjadi untuk yang seorang saja guru larang. Guru katakana bahwa jika aku melepakan sesuatu seratus kali lipat akan saya dapat. Hati siapa yang tidak senang mendenganr ini.
Ketukan di pintu itu semakin keras dan seolah memaksa dirinya untuk cepat meninggalkan ranjang. Paulo tersentak ketika menemukan Pedro di balik pintu sudah dengan busana lengkap. Jubah coklat panjang yang dikenakannya  terliahat begitu cerah sesuai wajahnya. Pedro kelihatan sangat menikmati jalan hidupnya saat ini, terungkap melalui semangatnya. Dia selalu siap setiap saat, selalu bangun lebih awal untuk melayani sang Guru.
               “Paulo,, pagi ini kamu bangun terlambat lagi”  “Apakah kamu tidak tahu sekarang sudah pukul 05.58 pagi, sebentar lagi perayaan akan segera dimulai.” “Aku diperintahkan untuk membangunkanmu “ kata Pedro. “Kamu boleh saja tidak ikut bersama komunitas dalam *Vesper* tetapi Ekaristi harus ikut.” Barulah Paulo sadar ternyata 3 menit lagi Perayaan mistik sebagai kenangan akan yang dibuat sang Guru dulu akan segera dimulai.
  Tidak dengan Paulo yang semakin hari justeru semakin bergulat  dengan keputusannya. Dia hanya meragukan apakah dirinya pantas menjadi pengikut sang Guru.? Soalnya bagi Paulo Guru menuntut terlalu banyak dari dirinya.  Sebenarnya hal yang sangat berat bagi Paulo bukan tentang keputsannya waktu itu, karena dia sudah memutuskan tetapi yang paling berat ialah bagaimana ia menghidupi keputusanya.
sintuz bezy

BTN


BTN
          BTN adalah singkatan dari kata back to nature yang dalam bahasa Indonesia berarti kembali ke asli. Di manakah letak keaslian itu dan apa yang akan dikembalikan? Asli adalah kata sifat menunjukan bahwa sesuatu itu memang betul apa adanya. Ketika  banyak orang sudah melewati berbagai proses kehidupan ini, menikmati tawaran-tawaran dunia, materialis-hedonis dan segalanya serba surface ternyata mereka tidak sampai pada hal yang substansial, yang inti dan menjadikan jiwa nyaman. Kegagalan untuk sampai pada yang substanisal inilah akan menimbulkan kebosanan dalam hidup. Untuk memurnikan pencarian kita, perlulah yang namanya back to nature atau kembali ke natura, hal yang alamiah.
          Kembali ke asli atau BTN itu terkadang menyakitkan, karena butuh keberanian untuk melepas disposisi batin saat ini, melepas status sosial, dan meninggalkan gambaran orang tentang diri kita, siapa kita seperti yang orang katakan. Kembali ke asli berarti suatu pemurnian dimana yang paling alamiah dari diri seseorang ditonjolkan. Tentu rasa sakit itu ada karena orang akan melihat kebenaran diri kita. Saya yakin tidak semua orang berani untuk mengambil langkah kembali ke asli, menunjukan siapa dirinya tanpa status sosial, jabatan, gelar-gelar pendidikan dan prestasi.
          BTN sangat berarti bagiku. Yah, aku alami sendiri, hari ini tertanggal 30-November-2018 aku menghadiri perayaan ekaristi pemberkatan nikah dari salah satu teman sekolahku, berinisial EN. Pemberkatan dilaksanakan di sebuah Gereja Katolik  bernama BTN di kota Kupang.  Aku terlambat datang ke Gereja tersebut, sehingga aku tidak mengenakan jubah kebiaraanku seperti biasanya para biarawan kenakan saat mengikuti perayaan ekaristi. Aku putuskan untuk tetap tidak mengenakan jubah dan membiarkan diriku melebur di tengah umat. Aku merasakan apa yang orang awam rasakan. Inilah moment di mana aku menerapkan BTN (back to nature). Ternyata  pengalaman kembali ke asli sangat menyakitkan. Oleh karena aku tidak mengenakan jubah maka perlakuan terhadapku berbeda, tidak seperti ketika aku mengenakan jubah. Perlakuan terhadapku sama seperti orang memperlakukan pemuda awam biasa, bukan hanya itu tetapi perlakuan terhadap orang yang tidak berarti sedikitpun. Tidak ada yang special, aku tidak dianggap sedikitpun sungguh. Aku sadar ternyata kehormatan yang orang berikan kepadaku selama ini hanya karena aku adalah seorang frater. Penghormatan  diarahkan kepada status sosialku.  Penghormatan semu. Manusia terbuai dengan apa yang tampak.  I see human, not humanity. Hanya melihat siapa aku berdasarkan strata sosial bukan melihat kemanusiaan diriku.
          Ketika di rumah pengantin aku justeru  didorang dengan tidak hormat oleh seorang ibu hanya karena aku menempati kursi yang seolah-oleh menghalanginya untuk jalan.  Dia tidak mengenal aku hanya karena aku tidak memakai jubah. Aku hanya membayangkan andaikata aku memakai jubah pasti diberi tepat terdepan dan dilayani dengan hormat seperti para frater lainya yang sempat hadir saat itu. Tapi aku hanya menggunakan momen ini untuk menunjukan keaslian diriku, melihat bagaiman cara pandang orang terhadapku ketika aku bukan seorang frater. "I see human, not humanity". Ternyata orang memang hanya melihat manusia berdasarkan apa yang dikenakannya, apa yang dimilikinya dan apa yang membuat dia dihormati. Jika beberapa kriteria ini tidak terdapat pada seseorang tersebut, maka janganlah berharap anda akan dihargai. Memang  hidup jujur sangat sakit diman orang tidak mengahrgai kita. Penghargaan yang diberikan murni karen status sosial semata.
            Aku tidak butuh penghargaan siapapun, jika aku memang melakukan perbuatan yang salah. Seperti semua orang, akupun hanya ingin dihargai karena kemanusiaan, bukan karena aku memiliki status sosial. Dari pengalaman ini aku putuskan untuk merubah cara berpikirku, pandanglah orang lain sebagai dia dalam dirinya, bukan karena Ia memiliki jabatan tertentu. hargai orang lain karena dia adalah manusia seperti diriku sendiri. Bukankah orang lain adalah alter ego, aku yang lain. 

Penfui, 01-12-2018
Oleh Sintuz Besy.

Anak kampung yg hedonis (Hedonime)



Anak kampung yang hedonis

Arman salah satu mahasiswa di sebuah universitas di Kota Kupang. Demikian juga Peter sahabatnya. Arman dan Peter adalah sahabat dekat. Persahabatan mereka terjalin sejak kecil. Mereka berdua berasal dari kampung yang sama di pedalaman Flores. Setelah tamat SMA mereka sepakat untuk datang kuliah di Kota Kupang pada Universitas apa saja, yang penting kuliah.  18 tahun mereka berdua hanya berkeliling di kampungya saja. SD sampi SMA di kampung, gayanyapun biasa-biasa saja seperti orang kampung pada umumnya. Tetapi karena di kampungnya hanya mereka yang bersekolah, terkadang mereka angkuh jika berhadapan denga anak kampung lainnya yang tidak sekolah. itulah Arman dan Peter. 
Arman adalah cowok yang mati gaya saat berbaur bersama teman2 barunya di Kupang. berbanding terbalik dengan Peter. Peter seolah menemukan gaya hidup yang sesungguhnya sebagai anak kota. Bagi arman Peter kelihatanya terlalu membuang waktu dengan setiap malam begadang sampai jam-jam tidak enak. Hobinya makan bakso saja dan jika istirahat kelas, maunya kopi saja hampir setiap hari, dan yang sialnya lagi ialah Peter selalu mengajak teman ke kantin. Selain untuk menemaninya tetapi agar dia tidak kelihatan gila, suka jalan sendiri-sendiri
Pablo mengisahkan cerita ini kepada Santiago, Pablo hanya ingin mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi terhadap Peter. kata orang dia terkena virus hedonis. Pablo tidak tahu semuanya itu. Padahal dia sangat peduli terhadap Peter, dia peduli akan pendidikannya, akan masa depannya, akan pengorbanan orang tua Peter. bagaimana mungkin datang kuliah dengan hanya menhabiskan begitu banyak waktu untuk senang-senang. Santiago lalu mengulas pengalama tersbut dalam satu artikel sederhana, ia beri judul "anak kampung yang hedonis".

Pengantar:

          Salah satu virus yang sedang berkembang pada zaman kita (modern) ini ialah virus hedon yang bisa menyebabkan penyakit hedonisme. Virus hedon ini mewabah di negara-negara makmur maupun Negara berkembang dan bahkan dunia ketiga.[1] Seiring dengan kemajuan teknologi virus ini juga tersebar secara leluasa menembusi berbagai sela dan sulit untuk dibendungi. Yang paling banyak bermasalah dengan hedonisme ini justeru remaja, tanpa mereka sadari itu. Hal ini sangat disayangkan, mengingat remaja adalah masa depan negara, dalam Kristianitas disebut masa depan Gereja. Pertanyaannya ialah masa depan negara/gereja yang bagaimana nantinya, jika saat ini remaja kita sudah terjangkit penyakit hedonisme? Nah, karena masa depan itu selalu menjadi suatu pertanyaan bagi kita, artinya kita tidak dapat ketahui secara defenitif palingan hanya dapat diprediksi maka lebih baik kita menyiapkannya. Daripada mengobati nanti lebih baik kita mencegah sekarang.
          Daripada kita menyaksikan Gereja dan Negara kita di masa depan yang hancur, lebih baik kita arahkan para remaja sekarang agar tidak tenggelam dalam virus hedon yang akhir-akhir ini bahkan sudah menjadi semacam life-style. Tidak perlu harus menunggu pihak lain yang lebih berwenang untuk memperhatikan dan mengarahkan para remaja yang hedonis ini, kita, saya dan anda sebagai sesama remaja dan lebih lagi sebagai seorang pelajar filsafat dan agen pastoral yang menurut saya lebih tahu tentang hakekat kehidupan ini, bertanggung jawab dan wajib mengarahkan saudara-saudara kita yang sudah terjerumus dalam virus hedon.

          Apa itu hedonisme ?

          Pertanyaan yang pasti muncul dalam benak anda saat membaca tulisan ini ialah, apa sebenarnya hedonism itu, sehingga seolah-olah seperti suatu monster yang sangat menakutkan? Hedonisme secara sederhana sebenarnya ialah rasa nikmat. Kita lalu menyebut seseorang sebagai hedonis jika terlalu mencari kenikmatan dalam hidupnya. Baginya kebahagiaan itu sama dengan kenikmatan sehingga, jika dia ingin bahagia dia akan berusaha untuk mencari apa yang nikmat, apa yang membuat dia senang. Seorang hedonis sebenarnya adalah orang yang men-tuhan-kan keenakan dan kesenangan pribadi, kemewahan, kemapanan dan kenikmatan.[2]
          Epikurus (341-271 SM) seorang filosos Yunani dalam konsepnya tentang Atraxia (ketenangan batin) justeru mengatakan bahwa tujuan hidup adalah hedon yang terjadi jikalau batinya tenang dan tubuhnya sehat. Ketenangan batin ini hanya dapat dicapai jika semua keinginanya terpuaskan, sehingga tidak ada yang diinginkan lagi. Di sini orang hanya menikmati saja. Jadi makin sedikit keinginan makin besarlah kebahagiaan. Oleh karena itu orang wajib membatasi apa yang diinginkan.[3] Saya dapat mendefenisikan seperti ini bahwa menurut Epikuros untuk mencapai ketenangan batin itu anda harus “menghindari” segala sesuatu yang tidak enak atau tidak nikmat. Yang harus digaris bawahi ialah kata hindarilah yang tidak membawa kenikmatan. Sehingga jangan heran kaum epicurean terlalu individualistic karena mereka tidak akan terlibat dalam kehidupan sosial jika hal tersebut tidak membawa ketenangan batin bagi mereka.
          Intinya menurut Epikuros anda harus menghindari segala sesuatu yang tidak membawa kenikmatan. Namun bagi Arristipus justeru sebaliknya. Dia katakana bahwa tujuan hidup itu ialah hedone yaitu dengan menikmati apa saja yang member anda rasa nikmat. Ada dua posisi yang berbeda untuk mecapai hedone, Epikuros menyatakan “hindarilah hal-hal yang tidak nikmat”. Arristipus justru menekankan kata “nikmatilah” Tetapi nikmat yang dimaksudkan oleh Arristipus lebih ekstrem adalah kenikmatan badaniah. Kebahagiaan terbesar baginya ialah dengan semakin banyakm engumpulkan rasa nikmat. Inilah konsep hedonisme yang bagi saya masih dipahami oleh orang hingga saat ini. Hedonisme adalah kenikmatan badaniah seperti yang dirumuskan oleh Arristipus ini.

Bagaimana hubungan hedonisme dengan remaja?

Ada pepatah yang berbunyi, KECIL BAHAGIA, MUDA FOYA-FOYA, TUA KAYA-RAYA, MATI MAUNYA MASUK SURGA. Yang perlu digarisbawahi di sini ialah “Mudafoya-foya”.Tak dapat dipungkiri bahwa masa muda atau remaja itu adalah saat yang sangat membahagiakan. Sehingga jangan heran jika banyak anak-anak yang ingin cepat-cepat menjadi remaja dan bayak orang tua yang maunya tetap muda. Remaja itu sendiri adalah sebenarnya masa dimana seseorang bukan anak kecil lagi tetapi bersamaan dengan itu juga belum dewasa. Masa remaja adalah masa transisi mau menjadi dewasa tetapi belum saatnya ingin tetap anak kecil namun juga tidak mungkin maka dia memang adalah remaja. Menurut saya bentangan antara SMP-Kuliah ini yang digolongkan sebagai remaja. Mengapa masa remaja sangat membahagiakan? Pertanyaan ini tentu sangat kompleks untuk ditelaah, namun dalam hubunganya dengan hedonism ialah karena saat ini seseorang bebas untuk menikmati apa saja  yang dia inginkan, terbuka ruang yang luas baginya untuk memenuhi segala nafsunya tanpa perlu terlalu takut tekanan daripihak lain, dan tanpa perlu terlalu harus bertanggung jawab kepada pihak manapun. Artinya dia bebas dan hanya “berfoya-foya”  saja.
          Hedonisme tentu memakai ruang ini, dimana remaja dengan semboyannya ialah foya_foya. Tidak sulit kita jumpai dalam keseharian hidup anak remaja  modern ini. Berikut  saya memaparkan ciri-ciri atau gambaran seorang hedonis secara sederhana. Seorang hedonis biasanya:
a.    Murung dan kurang bergairah bila harus bekerja keras atau berkorban,
b.    Terlalu bersemangat bila berhubungan dengan yang enak-enak dan nikmat-nikmat,
c.    Gampang pusing dan susah tidur kalau baru lihat barang bagus atau enak yang menggiurkan,
d.    Indranya sangat sensitive menangkap dimana ada pesta, kegembiraan dan kesenangan.
Praktek hidup seorang hedonis dalam konteks remaja kita nyata  sekali sesui dengan cirri-ciri di atas. Untuk bagian (a) menggambarkan orang yang punya mental cari gampang. Ingin punya nilai bagus dalam sekolah tapi menempuhnya dengan menyontek. Bagian (b) menggambarkan anak remaja yang suka mabuk-mabukan, habiskan uang untuk membeli rokok, mau makan minum yang enak saja, yang biasanya mengadakan pesta seks (orgi), mendapatkan kesengan seksual dengan O Nani dan Mas Turbasi. Sedangkan nomer (c) sederhananya ialah remaja yang terlalu sibuk dengan penampialn luar, habiskan uang untuk mendapatkan pakain yang bagus-bagus, baginya keberadaanya teruji dengan sebagus mana dia berpakaian. Dan bagian d) dapat kita temukan dalam remaja kita yang habiskan tenggelam dalam pesta yang berlarut-larut yang menghabiskan banyak waktu dan biaya. Inilah praktek hidup anak remaja dengan semboyannya “foya-foya”. Bagi saya kemungkinan besar anak remaja terpengaruh oleh ungkapan Epikurus sesuai yang diurai oleh Bryan Magee dalam bukunya yang berjudul the story of pholisophy. “Tidak usah takut pada kematian, sebab kematian itu tidak ada. Kalau kematia itu ada maka tentu kita tidak ada, tetapi nyatanya kita ada maka pasti kematian tidak ada. Kalau kita mati berarti kita sudah tidak ada lagi maka “kematian itu tidak ada artinya bagi kita”. Kaum Epicurean hedonis menyimpulkan bahwa hidup itu memamang untuk mencari kenikmatan badani semata. Tetapi apakah kebahagiaan itu sama dengan kenikmatan? Tentu jawabannya tidak!!!! Nah, mengapa tidak, dan siapa yang harus menjelaskan bahwa kebahagiaan tidak sama denga kenikmatan badani semata?

       Bagaimana saya harus berperan?

Kita, saya dan anda sebagai pelajar filsafat dan filsafat yang benar akan membawa kepada keselamatan tentu tidak ingin teman-teman kita terkungkung dalam pemahaman yang salah yaitu kebahagiaan sama dengan nikmat. Sebagai seorang pencinta kebijaksanaan, berarti kita lebih tahu apa yang lebih baik dan lebih benar, tentu kita tahu juga kebahagiaan yang benar itu berbeda dengan pemahaman para remaja yang hedonis ini. Filsafat juga selalu bertanya tentang apa itu? Artinya filsafat adalah ilmu kritik berarti kita diajak untuk mampu mengkritisi realitas yang tidak pada tempatnya ini. Kita berani mengkrtisi gaya hidup teman-teman remaja yang hedonis, mengkoreksi yang salah.  Inilah ruang yang luas untuk berperan, supaya filsafat kita tidak mengambang.
Dalam mengkritk gaya hidup hedon yang dipraktekan oleh kaum muda tentu kita harus punya pemahaman yang lebih sebagai pegengan supaya apa yang kita katakana memang benar, oleh sebab itu  cari pemikiran-pemikaran para filsuf yang menentang gaya hudup Epikurena hedonis ini. Salah satu yang saya pilih di sini ialah Aristoteles.
          Bagi Aristoteles (384-322 SM) seperti yang diulas oleh Simon Petrus dalam bukunya Petualangan Intelektual, mengakui bahwa tujuan terkhir manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan merupakan tujuna terkahir manusia karena di satu pihak, apabila sudah bahagia, manusia tidak memerlukan apa-apa lagi. Dilain pihak kalau sudah bahagia, adalah tidak masuk akal kalau orang mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan itulah yang baik dan bernilai pada dirinya.[4]
          Aristoteles justeru mengkritik gaya hidup hedonis sebagai hidup seperti bibatang karena menurutnya perasaan nikmat tidak khas manusiawi. Orang yang hanya mencari nikmat sama derajatnya dengan binatang. Namun kerena manusia bukan binatang, hidup seperti binatang tentu tidak membahagiakan. Jika kebahagian menjadi tujuan tertinggi, lalu bagaimankah cara untuk mencapainya? Menurutnya manusia adalah binatang yang berakal budi (animale rationale est), walau dia dikatakan binatang tetapi masih ada rationya. Binatang secara instingtual selalu mencari yang enak-enak saja, makan apa saja yang dapat dia makan tanpa harus mempertimbangkan apakah itu baik atau tidak. Binatang minum apa saja yang dapat dia minum, tanpa tahu apakah minuman itu berguna untuk tubuhnya atau tidak. Binatang kawin dimana saja tanpa pernah pertimbangkan apa yang akan orang katakan nanti. Itu semua menandakan bahwa binatang tidak punya ratio, dan hidupnya hanya bertujuan untuk memenuhi nafsu. Maka kalau masih ada manusia yang memang terlalu mendewakan kenikmatan, rationalitasnya diragukan. Aristoteles, untuk mencapai kebahagiaan itu ialah dengan mengaktifkan rationya yang diaktualisasikan dalam dua pola kehidupan, yakni dalam theoria dan praxis.[5]
          Theoria berarti manusia memandang atau merenungkan hakikat realitas secara mendalam, artinya berfilsafat karena dengan berfilsafat orang merealisasikan bagian jiwanya yang paling mulia dan obyek permenungannya ialah realitas yang tidak berubah, abadi dan ilahi. Itulah yang mungkin dalam agama disebut Tuhan. Dengan itu manusia mencapai kebahagiaan. Sementara praxis sederhanya ialah bertindak atau terlibat dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga yang kecil maupun dalam komunitas yang lebih besar dengan tanpa paksa dan demi kesejahteraan bersama. Maka jika itu tercapai saya juga pasti bahagia. Dari sini dengan mengikuti Aristoteles saya hanya mau mengatakan bahwa memang tujuan hidup manusia bukan untuk memuaskan nafsu, tetapi untuk mencari kebahagiaan. Karena jika hidup hanya sekedar memuaskan nafsu itu tidak berbeda dengan binatang, karena kita bukan binatang maka gaya hidup hedon tetu tidak baik. Hal ini yang harus kita jelaskan kepada para remaja supaya mereka tidak dianggap seperti binatang. Persoalanya apakah remaja mau mendengarkan penjelasan kita atau tidak. Memang jika hanya berbicara akan menjadi sulit untuk diikuti, tetapi perkataan itu dinyatakan dalam tindakan (action speak louder than words), maka saya sangat yakin bahwa itu bisa menginspirasi remaja kita, dan juga itu berarti filsafat kita sudah punya dampak.
       Berbicara tentang kabar gembira di tengah arus zaman modern ini sebenarnya sederhananya menurut saya ialah dimana kita menjelaskan kepada orang apa yang benar yang tentu kita tahui itu. Tentu kabar gembira tersebut ialah Yesus Kristus sendiri tetapi dengan filsafat yang benar kita sudah menyiapkan jalan bagi Yesus Kristus.

Penutup

       Hedonisme adalah penyakit modern. Nyata dalam remaja kita yang larut dalam pesta-pesta yang hanya menghabiskan waktu dan uang, minum-minuman keras yang justeru membawa dampak negative untuk diri dan lingkungan sosial, orgi/pesta seks dll. Orang mudah sudah banyak yang keliru dalam mengejar kebahagiaan dalam hidup, mereka terlalu sempit mendefenisikan kebahagiaan sama dengan nikmat. Maka langkah kita sebagai pelajar filsafat yang mengerti tentang kebaikan kebenaran tertinggi untuk menjelaskan kepada sesama remaja kita dengan pertama-tama kita menghiduinya (action speak louder than words), tindakan/gaya hidup kita inilah yang mengingspirasi kaum muda untuk kembali merefleksi diri tentang mencari kebahagiaan yang benar. Dengan mamakai kekayaan filsafat kita menginspirasi kaum muda untuk memahami bahwa ada hidup yang lebih penting dari sekadar foya-foya. Tentu masih banyak kekayaan pemikiran para filsuf yang dapat kita gali untuk memerangi salah satu virus modern ini. contoh yang saya ambil di atas hanyalah salah satu saja. Saya hanya mau mengajak kita semua pelajar filsafa untuk menanggapi realitas serta fenomenanya dari perspektif kita sebagai pencinta filsafat. Maka kehidupan yang baik, benar, indah (whats true, good, and beautiful) yang dicintai semua pencinta kebijaksanaan itu tercapai.
          Pengayaan ialah inspirasi dari kitab suci sebagai sumber wahyu. Mengingat kita juga sebagai agen pastoral, kekayaan kitab suci kita renung untuk mendapat nilai injilinya dan kita hidupi.



[1]Remajatentanghedonisme, kanisius Yogyakarta 1999 hlm. 19-20.
[2]  A. Mangunhardjana,  Isme-IsmedalamEtikadari  A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997, 90-92.
[3] Dr. HarunHadiwijono, Sari SejarahFilsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, 1980, 54-56
[4] Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual, Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm.70-72.
[5]Ibid.,

Oleh: Sintuz Bezy

sokrates


Apakah Sokrates Pernah Hidup?
          Banyak orang yang meragukan apakah benar sosok seorang Sokrates yang sangat dikagumi oleh Platon itu pernah ada di atas muka bumi ini? Seperti mereka mempertanyakan Yesus, demikian bapak filsafat ini terus dipertentagkan apakah benar beliau tokoh historis? Alasan mempertanyakan historisitas Sokrates adalah karena berdasarkan ilmu positive sekarang, maka dituntut minimal sediit peninggalan yang bisa menjadi gagasan, bahwa Sokrates memang tokoh sejarah.
          Persoalan ini lalu diangakat dalam acara Komedi, bersama Rocky Gerung. Beliau mempertahankan pendapatnya, jika kita percaya pada Platon maka tentu juga kita percaya bahwa Republik adalah karynya. Jika kita percaya bahwa Platon pernah hidup, kita membaca karyanya dan tentu kita percaya bahwa Sokrates memang tokoh sejarah dan guru Platon, sebab Platon menulis tentang diskusi-diskusi Sokrates.
          Sokrates menamai dirinya sebagai bidan. Metode filsafatnya adalah metode kebidanan. Sebab seperti bidan yang membantu seorang ibu untuk melahirkan bayinya dengan baik dan selamat. Filsuf bagi Sokrates adalah seperti bidan berusaha membantu orang lain untuk melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang cemerlang dari dalam dirinya. Yah filsuf tidak pernah mngajarkan suatu doktrin kebenaran defenitif. Segala sesuatu selalu dianggap salah begi seorng filsud sejati. Sebab pengetahuan yang pasti hanyalah tahu bahwa saya tidak tahu. Sokrates menyimpulkan seperti itu.
          Bagi saya pertanyaan tentang apakah Sokrates pernah hidup, tidak terlalu penting. Yang paling penting bagi saya adalah apa sumbangan Sokrates yang terbaik dalam mengukir sejarah hidupnya? Seperti Sokrates kitapun hidup, ada dan mengalami banyak hal serta mengetahui segala sesuatu. Tetapi apakah itu penting? Tidak itu justeru tidak sangat penting, yang paling peting sebenarnya adalah apa sumbangan kita kepada kehidupan ini? Mampukah kita seperti Sokrates yang rela menjadi bidan pengetahuan?
          Suatu kepiluan saat ini adalah ketika terlalu banyak orang yang bangga dengan pengetahuannya, sehingga itu menjadi basis untuk merendahkan orang lain. Pengetahuan adalah kekuatan. Knoledge is power. Satu tangisan bagi mereka, jika dengan pengetahuan tidak membantu orang lain. Filsafat padi, semakin berisi semakin merunduk. Sokrates tokoh yang sangat komplit untuk menjadi teladan dalam pengethuan. Teladan dalam filsafat hidup. Yang terpenting adalah bukan apa yang kita ketahui, tetapi bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tersebut. Sebab ada banyak orang yang mengetahui banyak hal tetapi salah mengaplikasikannya. Pilu. Derita dan memalukan. Serta justeru dirinya menjadi bahan tertawaan, ceracaan serta hinaan untuk orang lain.
          Sokrates, tokoh historis yang sangat luar biasa. Pencinta kebijaksanaan sejati. Dan orang bijak yang pernah ada di muka bumi ini. Sokrates bapak filsafat. Aku tidak akan pernah mengabaikan semua ajarannya, wlaupun belum semua yang aku  pahami, tetapi yang sudah aku pahami akan aku terapkan dalam kehidupan. Bukan supaya dunia melihat, tetapi supaya tidak diketahui oleh dunia bahwa aku tahu banyak hal. Bukan aku semakin sombong tetapi supaya aku semakin rendah hati dan semakin merunduk serta terus memiliki dahaga yang besar untuk mencari tahu. Sebab pengetahuan itu berkembang terus seperti Herraklitos katakan. Pantha Rei, sungai itu mengalir. Belajar tidak pernah puas, dan mengajar tidak pernah bosan, kata Konfusius.
          Terima kasih Sokratesku….

Sintuz Bezy,
Kupang, Selasa 22/01/19

kebisuan mistik


Kebisuan “Mistik”
Silence is the way to foster holiness

Pertama kali aku bergabung dengan Ordo Karmel tertanggal 12 Juli 2012. Saat itu aku masih remaja kecil, karena tiga hari kemudian tepatnya tanggal 15 ULTAHku yang ke 18.  Terlalu cepat untuk berpisah dari orang tua sebenarnya. Tetapi satu hal saja yang menjadi tekatkku ialah “aku mau jadi Imam, apapun tantangannya!!!”
Soreh itu, di biara OCD aspiran. Aku disambut hangat oleh pater Magister. Kami masuk dari pintu depan. Ketika itulah aku merasakan transformasi hati yang luar biasa. Satu fase kehidupan telah aku lewatkan rasanya, dan satu fase kehidupan lain menyambut. Suasan tempat itu sangat hening seolah menegaskan bahwa anda telah terbebas dari ikatan dunia, hatiku bergejolak sesaat, mungkin juga penyesuaian dengan tempat baru. 

Sepanjang koridor menuju kamar makan terpampang membisu gambar-gambar kudus. Biasa suasana di sebuah biara, tetapi yang unik di biara yang akan aku huni selama setahun kedepan ini, gambar kudusnya banyak sekali. Ada gambar St. Teresa Avila diapiti gambar St. Yohanes dari Salib. Dua mistik besar Gereja Katolik berbangsa Spanyol ini dijelaskan bahwa mereka pembaharu sekaligus pendiri Ordo OCD.  Pada sisi lain dinding, wajah mungil St. Theresia Kecil berbingkai putih tergantung rapi. Aku sangat familiar dengan wajah yang ini. Beliau adalah pelindung misi setara dengan St Fransiskus Xaverius. Namun yang paling besar dari semuanya ialah gambar St. Edith Stein tepat pada sisi belakang kamar makan para pastor  dan frater aspirant di Maronggela. Ternyata Santa Edith Stein adalah pelindung rumah itu.  “ Ordo Karmel sangat banyak orang kudusnya.” Gumamku dalam hati.
Sebersit kebingungan mencuat dari sisi kiri otakku. Beberapa menit aku berspekulasi dengan pikiranku. “mengapa Ordo Karmel banyak orang Kudus yah??.  Mengapa Gereja Katolik mengkanonisasikan banyak orang kudus dari Ordo Karmel ??? memang aku tahu bahwa Ordo Karmel OCD itu adalah satu keluarga besar yang di dalamnya ada OCD putra (untuk para pastor) ada juga OCD putri (para suster) ada juga yang namanya OCDS (untuk yang berkeluarga). Tetapi ini bukan indikasi. Sejauh yang aku ketahui Karmel itukan identik dengan hening. Setiap harinya para Pastor, Suster dan Bruder Karmel lebih banyak menghabiskan waktu dalam biara, bahkan tembok-tembok biara dibangun tebal dan tinggi seolah –olah tidak mau terkontaminasi dengan dunia yang begitu secular ini. Banyak kesaksian orang yang bertamu mengatakan bahwa sulit sekali menjumpai penghuni biara OCD. Lalu, apa yang bisa Gereja Katolik nilai dari para Karmelite jika  tamu saja jarang menjumpai mereka. Juga dijumpai sedang melakukan karya karitatif di dunia ini. katakana seperti pelayanan pastoral, pewartaan Injil, katekese seperti Fransiskus Xaverius yang berkeliling Asia untuk menobatkan banyak orang menjadi Kristen.” Suatu kontradiksi yang sangat kontras. Setiap hari dalam biara apalagi para suster Karmel, tetapi toh mengkontribusikan banyak orang kudus bagi gereja.
*****

Aku terkesima dari lamunanku ketika Pater Magister melanjutkan pertanyaan tentang bagaimana perasaanku pertama kali menjadi seorang frater. Dua jam kami habiskan ngobrol tentang seraba-serbi kehidupan ini. Tentang panggilan hidup membiara, suasana hati, kelepasan dari hal-hal duniawi dan macam-macam.  Tanpa terasa kolt biru telah berhenti depan biara. Ternyata itulah mobil yang menghantar 12 pemuda tampan dan lugu yang kemudian menjadi teman  seperjuanganku. Ekspresi wajah mereka penuh kegembiraan terselubung suatu tekat yang kuat untuk mencapai cita-cita menjadi Imam Kristus yang sejati. Sepanjang malam kami larut dalam sukacita. Saling kenal, tanya asal-usul biasalah suasana berjumpa kawan baru. Keheningan rumah aspirant terpecah oleh berbagai keunikan gelak tawa yang diungkapkan dari masing-masing kami. Ada yang dari tanah Timor, Sulawesi, tetapi ada juga yang datang dari Indonesia Barat yakni Sumatra. Semuanya terlebur dalam satu rumah. Keindahan muncul jika ada pluralitas dalamnya. Mulai malam ini sampai bulan Juli tahun berikut kami akan mejadi anak-anak Camar singkatan dari Karmel Maronggela. Tahap pembinaan pertama OCD putra Indonesia.
Saat menuju kamar mandi aku sempat terkesima oleh tulisan di sebuah kusen pintu berbunyi        “Silence is the way to foster holiness” . karena belum fasih berbahasa Inggris, aku tidak terlalua peduli dengan kat-kata ini. Namun  mengapa mereka menuliskan kalimat ini dan mengapa harus kalimat ini yang tertulis? Pasti punya teka-teki yang tersembunyi. Karena penasaran aku coba tanyakan pada frater TOP arti kata tersebut. Beliau jelaskan perkata. Silence artinya hening. Is itu adalah. The way adalah satu suku kata yang artinya jalan. To foster beliau terjemahkan dengan kata membangun dan Holiness artinya kekudusan.  Jadi arti keseluruhannya menjadi keheningan adalah jalan menuju kekudusan !!!
Mendegar arti kalmiat berbahasa Inggris barusan, aku merasa tercerahkan.  Rupanya tulisan yang sengaja ditempelkan pada kusen kamar mandi  ini menjadi jawaban atas gambar  Santo Santa dari pintu depan tadi sampai kamar makan.  Suatu logika berpikir yang  cemerlang dikombinasi dengan estetika luar biasa menempatkan gambar-gambar kudus kemudian diakhiri dengan sebuah kalimat.”silence is the way to foster holiness”.  Yah, siang tadi aku berjumpa dengan gambar kudus, malam ini aku malah menemukan sepenggal kalimat.  Memang keheninga di biara aspiran tidak ada tandingannya dengan biara-biara lain yang pernah aku kunjungi sebelunya. Aku  sangat mengagumi suasana tempat itu.
Kembali ke spekulasi siang tadi. Berbagai pertanyaan “mengapa Ordo karmel banyak orang kudusnya? Padahal hidup mereka sangat tertutup terhadap dunia ini. Dan mengapa mereka sangat bahagia dengan suasana yang hening? Satu jawabanya ialah kalimat yang tertulis di kusen kamar mandi ini.
Sebelum istirahat malam aku coba merekonstruksi ulang peristiwa unik ini dalam diaryku. Tertanggal 12 juli 2012. Malam pertama di biara Karmel aspiran Maronggela. “bermula dari kisah seorang pertapa India Sidharta Gautama yang dikenal sebagai Budha. Akhirnaya mencapai penerangan sempurna atau realisasi yang dapat dijelaskan denga kata-kata, perhentian dari penderitaan, pemahaman intuisi terhadap kehidupan dan kematian. Justeru pada suatu kesempatan ketika sedang khusuk bermeditasi di bawah sebatang pohon Bodhi. Holderlin seorang penyair Jerman pernah berujar “sering kali kita harus diam, kita kekurangan nama-nama suci. kesadaran bahwa allah itu yang tak terkatakan sering kali menghasilkan suatu yang disebut kebisuan suci, kebisuan kontemplatif atau kebisuan mistik” Agustinus menambahkan. Para mistik Gereja Katolik termasuk para kudus Karmel, St. Teresa Avila, St. Yohanes dari Salib, St.Theresia Kecil dan St.Edith Stein menganggap DIAM sebagai doa yang sungguh-sungguh. Dan ini menjadi cara terakhir dalam perjumpaan dengan yang ilahi. Menutup diri dengan duni bagi Ordo OCD justru sebagai satu misi pelayanan yaitu berdoa untuk dunia. Bisa berdoa jika hening, untuk hening maka harus mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia. Bukan pelarian, tetapi sebuah perutusan misi untuk menyelamatkan dunia dengan berdoa. Terkadang kekuatan kata-kata itu memang melampau kekuatan fisik.
Pembaca budiman, satu hal yang mau saya katakana. Di tengah kebisingan dunia, kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat serta berbagai tawaran dunia lain yang menggiurkan. Jangan pernah lupa untuk bermenung sejenak tentang hidup ini. Hanya dalam keheningan orang bisa menemukan Tuhan. Karena keheninganlah maka Ordo Karmel banyak orang kudusnya. Orang yang selalu mencari keheningan sebenarnya orang yang pilihan hidupnya benar dan terarah. Ingat bukan pelarian dari dunia tetapi penyelamatan bagi diari kita maupun dunia. Bukankah Yesus sang guru sangat memuji sikap Maria yang berada di bawah kakinya, setia mendengarkan ajaranNya. (bdk. Luk 10:38-42)
“silence is the way to foster holiness”.
sintus bezy
Rumah Hobit

Senin, 28 Januari 2019

tak bisa


“Tidak bisa Kk”

          “Akhirnya, terjawab juga harapan dan kehendakku”. Kata Santiago dalam hatinya. Sekarang semua menjadi jelas, walau jawaban itu tidak tuntas. “tidak bisa kk”. Entahlah mengapa dia harus menjawabku begitu? Apa mungkin dia tidak percaya terhadapku, atau aku tidak pantas menjadi sahabat dekatnya..? aku tidak bisa menanyakan lebih lanjut. Karena kami dibatasi oleh waktu. Hmmm. Tidak akan pernah menyerah bagiku untuk memperjuangkan rasa ini. Yah, sekian lama aku memendamkannya, semakin tersiksa ia. “The opportunity is no where, the opportunity is now here.” dan moment sekarang harus aku luapakan. tetapi mengapa tidak dihargai../?
          Santiago tahu bahwa sangat sulit mendekakati gadis yang di naksir itu. Selain karena stautusnya sebagai seorang calon Padri, tetapi juga gadis itu memang berbeda dari yang lainnya yang pernah dia jumpai. Orangnya sederhana dan pendiam, sekilas yang Santiago tahu tentangnya. Kata para bijak bestari, seorang yang komitmennya kuat akan suatu mimpi yang sedang dia cari, biasanya penyendiri dan sedikit pendiam. Mungkin gadis itu memang tergolong dalam kategori ini. Tetapi itulah hal yang sangat menarik darinya yang membuat Santiago berani mengambil resiko. Apappun yang terjadi Santiago coba PDKT.
          Ternyata benar gadis manis berinisial N itu benar-benar tegas dengan pilihannya. Dan dia menjawab tidak. hmmm jawaban yang tidak disertai pertanyaan sebelumnya? Santiago sangat bingung. apa yang ditanyakan, hingga harus dijawab tidak? Santiago hanya mengagumi dan mengungkapkan rasanya. lalu gadis itu memberi alasan bahwa  dia tidak ingin imannya tergannggu, dan dia masih mau fokus dengan pendidikan. “Yah, aku mengerti semua.” Kata Santiago. “Aku tahu bahwa semua ini salah, tetapi aku tetap mengambil resiko. Hehehe, lagian ini bukan serius-serius sekali, hanya suatu seni mengolah rasa. Tidak lebih dari itu.” Bukankah iman itu juga dibangun di atas rasa. Seseorang semakin beriman kepada Tuhan ketika pasangan yang datang mendekatinya sesuai dengan criteria. Bukankan usaha untuk memahami rasa adalah salah satu jenis pendidikan? Dimana seseorang didewasakan dalam cinta dan semakin paham apa itu rasa, cinta, benci, kecewa? Alasan itu belom cukupp untuk membuat Santiago untuk berhenti memperjuangkan cintanya.
          Walau bukan untuk suatu keseriusan tetapi rasa itu jika dipendamkan akan menjadi busuk ia. Nah, cara supaya tidak menjadi busuk yah harus diolah. Diolah sedemikian rupa sabaik baiknya dan ekstra hati-hati. Nah dengan itu maka anda akan memiliki gairah untuk terus berjuang dan berjuang menemukan apa yang anda harapkan. Cinta itu harus diperjuangkan tidak bisa tetap tinggal dan menunggu ia datang seperti mukjizat. Cinta melewati beberapa tahap, melalui mata turun ke hati, ada upaya agar diterima oleh orang yang kita sukai, dan jika kesempatan pertama tidak berhasil harus pastikan agar kesempatan berikut menjadi lebih baik. Satu prinsip yang harus dipegang bahwa hasil tidak pernah mengkhianati proses.
          Perjuangan Santiago tidak sampai di sini, dia yakin bahwa gadis yang berinisial N itu suatu saat pasti akan memahami rasa ini, dan dengan senang hati menerimanya. Karena Santiago sangat yakin, bahwa N. juga merasakan apa yang dia rasakan. Hanya dia takut dan  belom siap untuk mengatakan itu. Penuh pertimbangan dengan alasan-alasan di atas. Hehehe.
Hehehehe, asyk-asyk semakin kreativ aku yah????

Penfui, 28/1/19. Pesta Thomas Aquino
Sintus Bezy

Mulanya biasa saja



“Mulanya Biasa Saja…!”

       Hmmm sepenggal syair yang aku lupa siapa pengumandangnya? Jika tidak salah, sambungannya ialah “akhirnya datang juga”. Ini suatu gambaran tentang harapan yang terpenuhi. Doa yang terkabul, serta cita-cita yang tergapai. Dalam waktu dan ruang yang sangat biasa (ordinary), tak tersangka tercuatlah impian. Orang –orang yang kita cari itu sebenarnya ada sangat dekat dengan kita. Sangat biasa dan sulit dipahami. Hanya orang yang terlibat dalam rasa, mereka bisa menyadari kehadiran pasangannya.  Siapa sebenarnya yang benar-benar sedang mengintainya dalam diam, bukan untuk menghabisi tetapi untuk menatap dan berharap menetap.
          Mengapa banyak yang menghabiskan waktu berdoa agar suatu saat bisa berjumpa dengan pangeran tampan, atau putri jelita? Apa artinya jika doa itu tidak pernah terkabul? Lalu ia menyimpulkan bahwa pangeran tampan atau putri jelita itu memang hanyalah bayang-bayang abstrak yang tidak pernah nyata. Hmmmm, aku berkata tidak! Pangeran dambaan anda itu ada, putri yang menemani mimpi malammu itu ada. Kamu lalu ingin aku tunjukan siapa dia, dan di mana dia  saat ini? Supaya kamu percaya bahwa mukjizat itu nyata.
          Kita mungkin terlalu merendahkan diri seolah-olah tidak ada yang sedang memperhatikan kita, seolah tidak ada yang suka terhadap diri kita. Pikiran ini harus diperbaiki? Diri kita sangat berharga, jangan pernah menjeneralisir suatu hal, ketika anda ditolak oleh orang yang anda cintai, lalu mengatakan bahwa semua gadis lain  pasti menolakmu. Jangan putus asah ketika pangeran idealmu tidak akan pernah datang. Ia ada, tinggal kesadaran kita memalihat, memahami, merasa dan menerima.
          Banyak sekali orang yang sangat memeperhatikan kita dan mengagumi diri kita. Tentu tidak semua orang berani mengungkapkannya, dengan berbagai alasan yang mereka ciptakan. Namun ada beberapa orang pasti berani ungkapakan hal itu, keitika dia terpikat rasa terhadap anda dan dia ungkapkan hal tersebut. Apakah pangeran itu tida ada? Inilah pangeran tampan yang dimohonkan Tuhan olehmu. Sebab pangeran tampan ialah dia yang bisa menemukan sisi indah darimu di saat kamu tidak menyadari bahwa kamu indah….! Masikah anda harus menolak..? jangan pernah menolaknya dengan alasan apaupun, itu akan meninggalkan luka, dirimu dan dirinya. Anda merasa bersalah karena tidak menghargai dirinya, dan diapun merasa sakit hatinya karena tidak dihargai. Itu prinsip dasar dari relasi awal.
          Rasa itu adalah suatu olahan yang panjang. Cinta bukan terjadi seketika, ia butuh banyak pengorbanan, waktu, tenaga perhatian. Jangan pernah memutuskan bahwa yang ini cintanya tulus sedangkan yang lain tidak, sebelum anda memulai suatu persahbatan. Sahabat itu lebih penting daripada cinta. Sulit mendapakan cinta sejati, tetapi sahabat harus tetap dibangun. Terimalah ungkapan rasa dari pasangan anda walau mungkin belum menyentuhmu. Dalam perjalanan waktu, hubungan akan semakin jelas, mana yang tulus, dan mana yang tidak. Mana yang sejati dan mana yang palsu.
          Mulanya mungkin biasa saja, tetapi akhirnya akan datang juga pemahaman tentang cinta. Dalam perjalanan memang ada kecewa, terkhianati dipuja, dimanja. Semua itu hanyalah dialektika cinta, kita yang memegang kendali hubungan, anda yang memutuskan untuk berbahagia atau tidak.? Pasangan anda hanya megafirmasinya.
          Hmmm, inilah goresan singkat jika seseorang terjebak dalam rasa. Dia tak peduli dengan statusnya, dengan usianya, dengan ruang dan waktu. Rasa itu melampau semuanya, menembusi  tembok-tembok pembatas. Sekat-sekat pemisah, dan perjuangan panjang akan terus dilalui. Hingga kapan saat ketika anda setelah merasakannya dan memutuskan bahwa inilah cinta sejati. Sebab rasa itu harus dihargai karena ia adalah bagian dari manusia, selain ratio dan kehendak, rasa juga sangat menetukan seperti apa orang tersebut nanntinya.
“Penfui,Senin 28/1/19”
Sintus Bezy


Rabu, 23 Januari 2019

Singkap

 Singkap…….

          “Kenikmatan teritinggi didapatkan bersamaan dengan rasa sakit”. Menurut de Sade. Filsuf yang kontras ini terkenal bukan karena tulisan-tulisannya yang rational seperti para filsuf lainnya. De Sade justeru sangat popular melalui novel-novelnya yang sangat vulgar, sebab isi tulisannya berbau porno. De Sade berusaha mengungkapkan sisi yang benar dari manusia, yakni kehendak yang menggebu untuk melakukan hubungan badan/seks. Sehingga novel-novel tersebut meceritakan tentang bagaimana tekhik-tehknik sadis dalam berhubungan seks.
          De Sade katakana sebelum melakukan hubungan badan atau seks, ada beberapa orang biasanya terlebih dahulu menyiksa pasangannya. Bagi mereka orgasme didapat justeru ketika dia melihat pasanganya sangat menderita oleh karena siksaan tersebut. Bentuknya bisa melalui cambuk, atau apa saja yang dapat digunakan untuk menyiksa. Setelah pasangannya sudah sangat tersiksa barulah mereka berhubungan badan. Terkadang pasangan yang menjadi korban tidak mengerti tentang tindakan-tindakan seperti ini. Sebab bagi para pencinta sadisme kenikmatan tertinggi itu didapat ketika bersamaan dengan rasa sakit. Bukan rasa sakit pada dirinya, tetapi rasa sakit pada pasangannya.
          Konsep sadisme saat ini sudah sangat umum digunakan dalam percakapan setiap hari. Misalnya, “saya senang melihat dia susah, dan susah melihat dia senang”. Ini bunyi kalimat-kalimat sadis, yang entah sadar atau tidak selalu orang gunakan. Sadis bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan juga. Saat orang mengabaikan penderitaan yang lain, tidak menghiraukan kebutuhahan-kebutuhan mereka yang menderita, ketika itulah orang-orang tersebut bertindak sangat sadis. Sikap malas tahu akan penderitaan orang lain adalah sikap sadis. Lebih sadis lagi ialah ketika orang-orang tersebutlah yang menjadi penyebab penderitaan terhadap yang lain.
          De Sade katakan  bahwa, terdapat kenikmatan tersendiri bagi mereka-mereka yang bertindak sadis ini. Sadis diartikan sebagai saya senang melihat orang lain susah. Konsep lain yang berlawanan dengan sadis ini disebut masokis. Masokis berbarti saya mendapat kesenangan ketika disiksa oleh orang lain. Orang-orang masokis seperti ini bagi saya juga kelihatan aneh. Mereka justeru mendapat kenikmatan dengan menyengsarakan diri sendiri. Dalam berhubungan badan, seorang yang masokis biasanya membiarkan dicambuki atau disakiti oleh pasanagnnya terlebih dahulu barulah mereka melakukan hubungan seksual. Praktek masokis pada abad pertengahan, dalam gereja Katolik biasanya ketika seorang mencambuk dirinya sendiri sebagai sili dosa. Nah, de Sade lalu menggambarkan bagaimana banyak pasangan yang mengingini agar disakiti terlebih dahulu, dan itululah kenikmatan,
          Kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Sadomasokisme, adalah praktek-praktek seksual yang menyimpang dan sangat nikmat. Saya lalu mengonfirmasi ke internet tentang konsep-konsep ini dan memang de Sade telah mgnulasnya secara gambling. Satu pemahaman yang saya dapat yaitu “Kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit”.
          Malam ini, saya mendapatkan kenikmatan tertinggi itu. Yah, saya rasakan itu, bukan hanya pengalaman psikis tetapi juga pengalaman badan. Kenikmatan psikis dan kenikmatan biolgis. Malam penuh kenangan dan malam penuh siksaan. Ini prilaku terselubung yang tidak pernah diketahui para formator. Atau mungkin saja mereka tahu tetapi tidak peduli, atau mungkin mereka tidak tahu sama sekali. Bukan hanya saya, tetapi beberapa teman saya juga ambil bagian dalam kenikmatan tertinggi ini. Saya tidak harus menyebut nama mereka satu persatu tetapi bahwa mereka juga terlibat bahkan merekalah yang memelopri hal ini.
          Hari ini kedua saudara kami di penjara rohani ini merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Vinsensius Gou dan Vinsensius Bodho. Seperti tradisi yang diwariskan turun temurun di penjara rohan ini bahwa mereka didoakan, lalu akan ada nyanyi bersama serta bersalaman pada saat sebelum supper. Itu tradisi legal yang selalu dibuat untuk siapa saja anggota komunitas yang berulang tahun. Tidak selalu ada kue, dan acaranya sangat sederhana. Tidak ada yang membawakan hadiah-hadiah dan tidak ada lilin ulang tahun. Tidak ada pasangan yang sangat menyayanginya, tidak ada orang tua yang melahirkannya. Semua biasa saja dan sangat sederhana, serta apa adanya. Itulah cara kami merayak ulang tahun.  Namun hal tersebut sangat indah. Indah juga sangat sulit dijelaskan. Bukankah semakin sederhana semakin sulit dijelaskan? Perayaan ulang tahun di komunitas ini buktinya. Orang-oraang awam pasti akan sangat tercengan dengan bagaimana kami merayakan ulang tahun.
          Cara legal merayakan ulang tahun sangat lumrah. Saking lumrahnya membuat kami menjadi bosan. Memang baik, tetapi jika hanya dengan cara yang begitu-begitu saja akan sangat membosankan. Sesuatu yang baik, jika kebanyakan akan menjadi tidak baik. Bayangkan alcohol sangat baik untuk tubuh, tetapi jika minum terlalu banyak akan sangat membahayakan kesehatan. Cara sederhana merayakan ulang tahun itu memang indah tetapi jika setiap kali perayaan ulang tahun selalu dengan cara yang sama akan menjenuhkan.
          Manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatnya, dengan pengalaman indah yang sudah dilaluinya. Selalu saja masih ada yang kurang dan terus mencari yang berbeda. Demi apa? Demi pengetahuan? Pantha Rei, segala sesuatu berubah kata Heraklitos. Pengetahuan terus berubah, dan manusia pada dasarnya ingin mengethui yang lebih banyak lagi dan lagi. Untuk melayani kehendak untuk tahu dari manusia, maka malam inipun kami merayakan ualang tahhun kedua saudara ini dengan cara yang berbeda. Semua dilakukan dengan sangat hati-hati, dan ekstra waspada. Bukan untuk munafik tetapi hanya untuk melayani kehendak kami mengetahui. Bagaimana caranya jika perayaan ulang tahun dirayakan dengan cara yang berbeda? Dan itu yang terjadi. Malam penuh kenangan, di saat semua tertidur lelap. Kami menyelinap ke dekat kandang kelinci, tempat yang sangat strategis untuk tidak dikethui. Apa yang kami lakukan? Segala sesuatu yang dilarang oleh komunitas kami lakukan. Bukan seks, karena kami semua pria normal. Tetapi alcohol, nikotin, daging. Itulah yang kami cari, itulah yang kami nikmati, itulah yang kami dambakan.
          Mengapa komunitas melarang kami untuk mengisap nikotin? Jika itu bisa kami dapatkan dengan mudah? Mengapa komuniatas melarang kami minum alcohol, jika itu tidak sangat merugikan kami? Mengapa? Tentu semua punya alasan. Tetapi kami tidak menghiraukannya, kami hanya ingin nikmat. Dan kenikmatan tertinggi didapatkan bersamaan dengan rasa sakit. Kami mendapatkan kenikmatan itu. Kami bisa minum alkohol sepuas-puasnya, kami bisa mengisap nikotin sebanyak-banyaknya, dan kami bisa makan daging yang paling enak hasil olahan sendiri. Lalu apa rasa sakitnya? Rasa sakit yaitu ketika semua dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kami tidak bisa mengeluarkan suara terlalu keras untuk bercerita. Kami tidak bisa memutar music untuk berdansa. Kami tidak bisa mengajak lawan jenis untuk bercinta. Semua itulah rasa sakitnya. Kami melanggar aturan komunitas.
          Melihat fakta ini maka aku coba menjelaskan kepada para saudara yang sudah setengah sadar, bahwa kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Hmmm apa reaksi mereka? Mereka sangat menyetujui konsep yang aku pinjam dari De Sade ini, dan entah mengapa Vinsen Bodho lalu mendaulatkanku menjadi filsuf kontemporer. Apa mungki karena dia bernama bodo? Maka sececap itu bisa mengatakan saya sebagai filsuf? Padahal filsuf yang benar tidak pernah berbuat sesuatu yang kontradiksi. Hehehe, tetapi tentu bukan karena dia bodo, justeru karena saya yang bodo. Saya yang seharusnya menjadi filsuf kontemporer malah memiliki gaya hidup yang kontras..
          Saya tidak peduli, yang paling penting bahwa kami mendapatkan kenikmatan malam ini. Duduk melingkar dengan rokok di tangan serta sambil minum alcohol adalah kesenanganku. Apalagi jika disempurnakan dengan diskusi-diskusi filosofis, politik dan isu-isu sosial yang hangat dibicarakan. Itulah yang diharapakan oleh Soekarno. “aku tidak suka anak muda yang mengunci kamarnya dan membaca buku hanya untuk egonya. Tetapi aku lebih suka anak muda yang dengan rokok di tangan duduk berkumpul bersama teman-temanya lalu berdiskusi tentang politik dan filsafat.
          Kami sudah lakukan itu malam ini……..
Sintuz Bezy
Penfui/Kupang Selasa, 22-01-2019

Selasa, 15 Januari 2019

A R




P7160164.JPGAku Suka Politik

Empat tahun aku bergelut dengan dunia filsafat, hingga semester kedelapan aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu. Begitukah belajar filsafat, berusaha sedemikin mampusnya menguasai berbagai disiplin filosofis dari berbagai pemikir yang berfariasi, terbentang sejak kemunculannya di Yunani hingga filosof kontemporer, dan pada akhirnya hanya membuktikan bahwa saya tidak tahu. Aku kemudian secara sederhana mendefeniskin filsafat sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang menuntun saya kepada ketidaktahuan.

          Tetapi ini bukan ketidaktahuan radikal seperti yang Phiro ungkapakan dalam defenisi episteomologisnya bawa manusia tidak bisa mengetahui dalam hal ini pengetahuan akan kebenaran. Sangat radikal skeptisisme ini. Manusia bisa mengetahui kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa kebenaran yang hakiki itu diketahui melalui ratio, kemudian ditentang olah aliran lain yang justeru mengatakan bahwa kebenaran hakiki sesungguhnya dari pengalam empiris. Itu tentang bagaiaman manusia mengetahui, berlangkah ke pertanyaan apa yang manusia ketahui. Jawabannya juga berfariasi, aliran idealisme mangungkapkan bahwa yang manusia ketahui adalah ide-ide abstrak, sedangkan aliran relisme justeru menekankan tetang realitas yang dapat diindrai.  Rupa-rupa defenisi yang menuntun aku kepada kalimat kesimpuan tadi, yaitu tujuan belajar filsafat adalah untuk membuktikan bahwa aku tidak tahu. Ini sebenarnya formulasi kata-kata Sokrates, bapak filsafat.
          Aku berpikir bahwa filsafat harus diaplikasikan sehingga bisa menepis perkataan orang yang mendiskreditkan para filosof, katanya, tidak membumi. Aku harus bertanggung jawab, bahwa filsafat berangkat dari bumi dan akan tetap membumi, dan berimpkisi terhadap bumi, mengapa tidak? Karena hampir semua ilmu kami pelajari dalam filsafat, hanya matematika, sains yang tidak. Maka politik juga aku geluti. Di kampus mata kuliahnya aku dapat dua semester yaitu filsafat sosial politik dan semester berikut filsafat sosial. Walau hanya dua semester aku mendapatkan kuliah politik itu menjadi perangsang gairah perpolitikan yang ada dalam diriku. Filsafat menuntunku untuk menemukan jawaban sendiri tentang apa itu politik, mengapa manusia harus berpoilitk, apa kerugian dan keuntungannya. Ternyata politik itu luhur.
          Aku semakin terntang ketika suatu malam aku berjumpa dengan adik kelasku. Dia cewek manis, berinisial A R.  Saat ini sedang kuliah di salah satu Universitas di Nusantara ini. Beberapa minggu terkakhir ini Dia berada di perkampungan masyarakat suku Boti untuk penelitian tetang ekofenisme, terangnya. Satu konsep yang sedang ramai dibicarakan, yaitu gabungan antara feminsime dan ekologi. Jika feminisme adalah bagaimana memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini terkubur rapi di bawah bingkai patriarkat kapitalisme, sekarang diperjuangkan dan harus diakui eksistensi mereka, dihargai aspirasi mereka. Sedangkan ekologi adalah tentang alam, bagaimana seharusnya manusia menjaga keseimbangan dengan alam sekitar sebagai sumber daya yang menghidupkan manusia. Dua konsep ini lalu digabungkan menjadi ekofeminisme, yaitu dimana kaum feminis merawat alam, mencintai alam dan berjuang untuk tetap melestarikan alam. Terangnya.
 Yang menarik dari dia adalah kapasitas intelektualnya, yaitu pengetahuan yang luas tetang politik, isu-isu sosial. Aku sangat mengagumi dirinya. Aku berjumpa dengan orang yang berbakat. Diskusi kami walau sesaat saja tapi aku semakin termotivasi untuk belajar politik, dia perempuan dan lebih mudah dariku sangat menguasai term-term politik, mengapa saya tidak..? tapi bukan untuk menandingi, lebih dari itu semua adalah untuk memahami. Belajar untuk menjadi manusia. Sebab tujun pendidikan adalah memanusiawikan manusia. Gadis manis itu memang berkecimpung di ranah politik praktis, bersosialisasi dengan masyrakat, berorgainisasi, karena itulah bidang perkuliahannya. Dan aku sangat yakin beliau bisa menjadi politikus feminis yang berbakat, baik dalam praktis tetapi dilandasi kapasitas episteme yang kuat. Ini luar biasa sebab hanya segelintir orang saja yang seperti ini, dan karena   dia adalah salah satunya, aku sangat mengagumi dirinya.
          Walaupun saat ini masih dalam tataran teoritis, tapi ini adalah bekal ketika suatu saat nanti Tuhan menghendaki jadi politisi yah, semua teori dipraktikkan. Itulah diferensiasi antara politik teoretis dan politik praktis.  Orientasiku memang harus dipraktekkan semua pengetahuan politikku, walau tidak seberapa, tetapi harus dipraktekkan. Jika tidak bisa diaplikasikan, cukup sebagai seorang akademisi sudah  puas bagiku.
          Sebenarnya ada alasan-alasan lain lagi untuk menjawabi pertanyaan mengapa aku sangat tertarik belajar politik. Yah satu-satunya cabang filsafat yang sangat populer saat ini, yaitu politk. Aku tidak tahu pasti masa depanku, akankah aku benar-benar menjadi imam sebagai cita-citaku, atau tidak. Jika tidak yah politik adalah yang paling mungkin bisa aku lakukan sesuai bidang yang aku pelajari. Aku tidak mendapat kuliah regular seperti teman-teman mahasiswa jurusan politik, satu kekuatannku adalah buku. Tidak untuk sombong tetapi aku memang seorang kutu buku sejati. Ingatkah anda pada sosok Soekarno, seorang politisi national yang sempat mengguncang dunia beberapa puluh tahun lalu. Soekarno tokoh revolusioner, pemimpin besar, founding father Indonesia. Apakah beliau pernah mendapatkan kuliah regular tentang politik? Tidak!!!! Soekarno, tamatan tekhik bangunan, lalu mengapa beliau sangat mahir berpolitik? Pertama, relasi. Akses Soekarno dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, beliau bergabung, belajar dan berdiskusi dengan para tokoh pejuang tersebut yang tentu sangat mahir berpolitik. Kekuatan yang sangat besar soekarno dapatkan, mulai dari realitas. Kedua adalah buku. Tak bisa dipungkiri betapa rajinnya Soekarno membaca, mengonsumsi lieratur barat maupun national. Bahkan sangat menguasai 5 bahasa International. Wawasan politiknya sangat luas. Nah belajar dari Soekarno bahwa untuk menjadi mahir dalam bidang politik tidak harus mengikuti kuliah umum. Belajarlah secara independen, outodidak. !!
          Itulah alasan-alasan sederhana mengapa saya sangat tertarik belajar politik.
Sintuz Bezy,
Penfui-Kupang, 17/12/2018

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...