Singkap…….
“Kenikmatan
teritinggi didapatkan bersamaan dengan rasa sakit”. Menurut de Sade. Filsuf
yang kontras ini terkenal bukan karena tulisan-tulisannya yang rational seperti
para filsuf lainnya. De Sade justeru sangat popular melalui novel-novelnya yang
sangat vulgar, sebab isi tulisannya berbau porno. De Sade berusaha
mengungkapkan sisi yang benar dari manusia, yakni kehendak yang menggebu untuk melakukan
hubungan badan/seks. Sehingga novel-novel tersebut meceritakan tentang
bagaimana tekhik-tehknik sadis dalam berhubungan seks.
De Sade
katakana sebelum melakukan hubungan badan atau seks, ada beberapa orang
biasanya terlebih dahulu menyiksa pasangannya. Bagi mereka orgasme didapat
justeru ketika dia melihat pasanganya sangat menderita oleh karena siksaan
tersebut. Bentuknya bisa melalui cambuk, atau apa saja yang dapat digunakan
untuk menyiksa. Setelah pasangannya sudah sangat tersiksa barulah mereka berhubungan
badan. Terkadang pasangan yang menjadi korban tidak mengerti tentang
tindakan-tindakan seperti ini. Sebab bagi para pencinta sadisme kenikmatan
tertinggi itu didapat ketika bersamaan dengan rasa sakit. Bukan rasa sakit pada
dirinya, tetapi rasa sakit pada pasangannya.
Konsep sadisme
saat ini sudah sangat umum digunakan dalam percakapan setiap hari. Misalnya,
“saya senang melihat dia susah, dan susah melihat dia senang”. Ini bunyi
kalimat-kalimat sadis, yang entah sadar atau tidak selalu orang gunakan. Sadis
bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan juga. Saat orang mengabaikan
penderitaan yang lain, tidak menghiraukan kebutuhahan-kebutuhan mereka yang
menderita, ketika itulah orang-orang tersebut bertindak sangat sadis. Sikap
malas tahu akan penderitaan orang lain adalah sikap sadis. Lebih sadis lagi
ialah ketika orang-orang tersebutlah yang menjadi penyebab penderitaan terhadap
yang lain.
De Sade katakan
bahwa, terdapat kenikmatan tersendiri
bagi mereka-mereka yang bertindak sadis ini. Sadis diartikan sebagai saya
senang melihat orang lain susah. Konsep lain yang berlawanan dengan sadis ini
disebut masokis. Masokis berbarti saya mendapat kesenangan ketika disiksa oleh
orang lain. Orang-orang masokis seperti ini bagi saya juga kelihatan aneh. Mereka
justeru mendapat kenikmatan dengan menyengsarakan diri sendiri. Dalam
berhubungan badan, seorang yang masokis biasanya membiarkan dicambuki atau
disakiti oleh pasanagnnya terlebih dahulu barulah mereka melakukan hubungan
seksual. Praktek masokis pada abad pertengahan, dalam gereja Katolik biasanya
ketika seorang mencambuk dirinya sendiri sebagai sili dosa. Nah, de Sade lalu
menggambarkan bagaimana banyak pasangan yang mengingini agar disakiti terlebih
dahulu, dan itululah kenikmatan,
Kenikmatan
tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Sadomasokisme, adalah praktek-praktek
seksual yang menyimpang dan sangat nikmat. Saya lalu mengonfirmasi ke internet
tentang konsep-konsep ini dan memang de Sade telah mgnulasnya secara gambling. Satu
pemahaman yang saya dapat yaitu “Kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan
rasa sakit”.
Malam ini, saya
mendapatkan kenikmatan tertinggi itu. Yah, saya rasakan itu, bukan hanya
pengalaman psikis tetapi juga pengalaman badan. Kenikmatan psikis dan
kenikmatan biolgis. Malam penuh kenangan dan malam penuh siksaan. Ini prilaku
terselubung yang tidak pernah diketahui para formator. Atau mungkin saja mereka
tahu tetapi tidak peduli, atau mungkin mereka tidak tahu sama sekali. Bukan
hanya saya, tetapi beberapa teman saya juga ambil bagian dalam kenikmatan
tertinggi ini. Saya tidak harus menyebut nama mereka satu persatu tetapi bahwa
mereka juga terlibat bahkan merekalah yang memelopri hal ini.
Hari ini kedua
saudara kami di penjara rohani ini merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Vinsensius
Gou dan Vinsensius Bodho. Seperti tradisi yang diwariskan turun temurun di
penjara rohan ini bahwa mereka didoakan, lalu akan ada nyanyi bersama serta
bersalaman pada saat sebelum supper. Itu tradisi legal yang selalu dibuat untuk
siapa saja anggota komunitas yang berulang tahun. Tidak selalu ada kue, dan
acaranya sangat sederhana. Tidak ada yang membawakan hadiah-hadiah dan tidak
ada lilin ulang tahun. Tidak ada pasangan yang sangat menyayanginya, tidak ada
orang tua yang melahirkannya. Semua biasa saja dan sangat sederhana, serta apa
adanya. Itulah cara kami merayak ulang tahun.
Namun hal tersebut sangat indah. Indah juga sangat sulit dijelaskan. Bukankah
semakin sederhana semakin sulit dijelaskan? Perayaan ulang tahun di komunitas
ini buktinya. Orang-oraang awam pasti akan sangat tercengan dengan bagaimana
kami merayakan ulang tahun.
Cara legal
merayakan ulang tahun sangat lumrah. Saking lumrahnya membuat kami menjadi
bosan. Memang baik, tetapi jika hanya dengan cara yang begitu-begitu saja akan
sangat membosankan. Sesuatu yang baik, jika kebanyakan akan menjadi tidak baik.
Bayangkan alcohol sangat baik untuk tubuh, tetapi jika minum terlalu banyak
akan sangat membahayakan kesehatan. Cara sederhana merayakan ulang tahun itu
memang indah tetapi jika setiap kali perayaan ulang tahun selalu dengan cara
yang sama akan menjenuhkan.
Manusia memang
tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatnya, dengan pengalaman indah
yang sudah dilaluinya. Selalu saja masih ada yang kurang dan terus mencari yang
berbeda. Demi apa? Demi pengetahuan? Pantha Rei, segala sesuatu berubah kata
Heraklitos. Pengetahuan terus berubah, dan manusia pada dasarnya ingin
mengethui yang lebih banyak lagi dan lagi. Untuk melayani kehendak untuk tahu
dari manusia, maka malam inipun kami merayakan ualang tahhun kedua saudara ini
dengan cara yang berbeda. Semua dilakukan dengan sangat hati-hati, dan ekstra
waspada. Bukan untuk munafik tetapi hanya untuk melayani kehendak kami
mengetahui. Bagaimana caranya jika perayaan ulang tahun dirayakan dengan cara
yang berbeda? Dan itu yang terjadi. Malam penuh kenangan, di saat semua
tertidur lelap. Kami menyelinap ke dekat kandang kelinci, tempat yang sangat
strategis untuk tidak dikethui. Apa yang kami lakukan? Segala sesuatu yang
dilarang oleh komunitas kami lakukan. Bukan seks, karena kami semua pria
normal. Tetapi alcohol, nikotin, daging. Itulah yang kami cari, itulah yang
kami nikmati, itulah yang kami dambakan.
Mengapa komunitas
melarang kami untuk mengisap nikotin? Jika itu bisa kami dapatkan dengan mudah?
Mengapa komuniatas melarang kami minum alcohol, jika itu tidak sangat merugikan
kami? Mengapa? Tentu semua punya alasan. Tetapi kami tidak menghiraukannya,
kami hanya ingin nikmat. Dan kenikmatan tertinggi didapatkan bersamaan dengan
rasa sakit. Kami mendapatkan kenikmatan itu. Kami bisa minum alkohol
sepuas-puasnya, kami bisa mengisap nikotin sebanyak-banyaknya, dan kami bisa
makan daging yang paling enak hasil olahan sendiri. Lalu apa rasa sakitnya?
Rasa sakit yaitu ketika semua dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kami tidak
bisa mengeluarkan suara terlalu keras untuk bercerita. Kami tidak bisa memutar
music untuk berdansa. Kami tidak bisa mengajak lawan jenis untuk bercinta.
Semua itulah rasa sakitnya. Kami melanggar aturan komunitas.
Melihat fakta
ini maka aku coba menjelaskan kepada para saudara yang sudah setengah sadar,
bahwa kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Hmmm apa reaksi
mereka? Mereka sangat menyetujui konsep yang aku pinjam dari De Sade ini, dan
entah mengapa Vinsen Bodho lalu mendaulatkanku menjadi filsuf kontemporer. Apa
mungki karena dia bernama bodo? Maka sececap itu bisa mengatakan saya sebagai
filsuf? Padahal filsuf yang benar tidak pernah berbuat sesuatu yang
kontradiksi. Hehehe, tetapi tentu bukan karena dia bodo, justeru karena saya
yang bodo. Saya yang seharusnya menjadi filsuf kontemporer malah memiliki gaya
hidup yang kontras..
Saya tidak
peduli, yang paling penting bahwa kami mendapatkan kenikmatan malam ini. Duduk
melingkar dengan rokok di tangan serta sambil minum alcohol adalah
kesenanganku. Apalagi jika disempurnakan dengan diskusi-diskusi filosofis,
politik dan isu-isu sosial yang hangat dibicarakan. Itulah yang diharapakan
oleh Soekarno. “aku tidak suka anak muda yang mengunci kamarnya dan membaca
buku hanya untuk egonya. Tetapi aku lebih suka anak muda yang dengan rokok di
tangan duduk berkumpul bersama teman-temanya lalu berdiskusi tentang politik
dan filsafat.
Kami sudah
lakukan itu malam ini……..
Sintuz
Bezy
Penfui/Kupang
Selasa, 22-01-2019
Mantap saudara Imuk.
BalasHapushehehe terima kasih banyak... ini dgn sapa
Hapus