Rabu, 23 Januari 2019

Singkap

 Singkap…….

          “Kenikmatan teritinggi didapatkan bersamaan dengan rasa sakit”. Menurut de Sade. Filsuf yang kontras ini terkenal bukan karena tulisan-tulisannya yang rational seperti para filsuf lainnya. De Sade justeru sangat popular melalui novel-novelnya yang sangat vulgar, sebab isi tulisannya berbau porno. De Sade berusaha mengungkapkan sisi yang benar dari manusia, yakni kehendak yang menggebu untuk melakukan hubungan badan/seks. Sehingga novel-novel tersebut meceritakan tentang bagaimana tekhik-tehknik sadis dalam berhubungan seks.
          De Sade katakana sebelum melakukan hubungan badan atau seks, ada beberapa orang biasanya terlebih dahulu menyiksa pasangannya. Bagi mereka orgasme didapat justeru ketika dia melihat pasanganya sangat menderita oleh karena siksaan tersebut. Bentuknya bisa melalui cambuk, atau apa saja yang dapat digunakan untuk menyiksa. Setelah pasangannya sudah sangat tersiksa barulah mereka berhubungan badan. Terkadang pasangan yang menjadi korban tidak mengerti tentang tindakan-tindakan seperti ini. Sebab bagi para pencinta sadisme kenikmatan tertinggi itu didapat ketika bersamaan dengan rasa sakit. Bukan rasa sakit pada dirinya, tetapi rasa sakit pada pasangannya.
          Konsep sadisme saat ini sudah sangat umum digunakan dalam percakapan setiap hari. Misalnya, “saya senang melihat dia susah, dan susah melihat dia senang”. Ini bunyi kalimat-kalimat sadis, yang entah sadar atau tidak selalu orang gunakan. Sadis bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan juga. Saat orang mengabaikan penderitaan yang lain, tidak menghiraukan kebutuhahan-kebutuhan mereka yang menderita, ketika itulah orang-orang tersebut bertindak sangat sadis. Sikap malas tahu akan penderitaan orang lain adalah sikap sadis. Lebih sadis lagi ialah ketika orang-orang tersebutlah yang menjadi penyebab penderitaan terhadap yang lain.
          De Sade katakan  bahwa, terdapat kenikmatan tersendiri bagi mereka-mereka yang bertindak sadis ini. Sadis diartikan sebagai saya senang melihat orang lain susah. Konsep lain yang berlawanan dengan sadis ini disebut masokis. Masokis berbarti saya mendapat kesenangan ketika disiksa oleh orang lain. Orang-orang masokis seperti ini bagi saya juga kelihatan aneh. Mereka justeru mendapat kenikmatan dengan menyengsarakan diri sendiri. Dalam berhubungan badan, seorang yang masokis biasanya membiarkan dicambuki atau disakiti oleh pasanagnnya terlebih dahulu barulah mereka melakukan hubungan seksual. Praktek masokis pada abad pertengahan, dalam gereja Katolik biasanya ketika seorang mencambuk dirinya sendiri sebagai sili dosa. Nah, de Sade lalu menggambarkan bagaimana banyak pasangan yang mengingini agar disakiti terlebih dahulu, dan itululah kenikmatan,
          Kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Sadomasokisme, adalah praktek-praktek seksual yang menyimpang dan sangat nikmat. Saya lalu mengonfirmasi ke internet tentang konsep-konsep ini dan memang de Sade telah mgnulasnya secara gambling. Satu pemahaman yang saya dapat yaitu “Kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit”.
          Malam ini, saya mendapatkan kenikmatan tertinggi itu. Yah, saya rasakan itu, bukan hanya pengalaman psikis tetapi juga pengalaman badan. Kenikmatan psikis dan kenikmatan biolgis. Malam penuh kenangan dan malam penuh siksaan. Ini prilaku terselubung yang tidak pernah diketahui para formator. Atau mungkin saja mereka tahu tetapi tidak peduli, atau mungkin mereka tidak tahu sama sekali. Bukan hanya saya, tetapi beberapa teman saya juga ambil bagian dalam kenikmatan tertinggi ini. Saya tidak harus menyebut nama mereka satu persatu tetapi bahwa mereka juga terlibat bahkan merekalah yang memelopri hal ini.
          Hari ini kedua saudara kami di penjara rohani ini merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Vinsensius Gou dan Vinsensius Bodho. Seperti tradisi yang diwariskan turun temurun di penjara rohan ini bahwa mereka didoakan, lalu akan ada nyanyi bersama serta bersalaman pada saat sebelum supper. Itu tradisi legal yang selalu dibuat untuk siapa saja anggota komunitas yang berulang tahun. Tidak selalu ada kue, dan acaranya sangat sederhana. Tidak ada yang membawakan hadiah-hadiah dan tidak ada lilin ulang tahun. Tidak ada pasangan yang sangat menyayanginya, tidak ada orang tua yang melahirkannya. Semua biasa saja dan sangat sederhana, serta apa adanya. Itulah cara kami merayak ulang tahun.  Namun hal tersebut sangat indah. Indah juga sangat sulit dijelaskan. Bukankah semakin sederhana semakin sulit dijelaskan? Perayaan ulang tahun di komunitas ini buktinya. Orang-oraang awam pasti akan sangat tercengan dengan bagaimana kami merayakan ulang tahun.
          Cara legal merayakan ulang tahun sangat lumrah. Saking lumrahnya membuat kami menjadi bosan. Memang baik, tetapi jika hanya dengan cara yang begitu-begitu saja akan sangat membosankan. Sesuatu yang baik, jika kebanyakan akan menjadi tidak baik. Bayangkan alcohol sangat baik untuk tubuh, tetapi jika minum terlalu banyak akan sangat membahayakan kesehatan. Cara sederhana merayakan ulang tahun itu memang indah tetapi jika setiap kali perayaan ulang tahun selalu dengan cara yang sama akan menjenuhkan.
          Manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatnya, dengan pengalaman indah yang sudah dilaluinya. Selalu saja masih ada yang kurang dan terus mencari yang berbeda. Demi apa? Demi pengetahuan? Pantha Rei, segala sesuatu berubah kata Heraklitos. Pengetahuan terus berubah, dan manusia pada dasarnya ingin mengethui yang lebih banyak lagi dan lagi. Untuk melayani kehendak untuk tahu dari manusia, maka malam inipun kami merayakan ualang tahhun kedua saudara ini dengan cara yang berbeda. Semua dilakukan dengan sangat hati-hati, dan ekstra waspada. Bukan untuk munafik tetapi hanya untuk melayani kehendak kami mengetahui. Bagaimana caranya jika perayaan ulang tahun dirayakan dengan cara yang berbeda? Dan itu yang terjadi. Malam penuh kenangan, di saat semua tertidur lelap. Kami menyelinap ke dekat kandang kelinci, tempat yang sangat strategis untuk tidak dikethui. Apa yang kami lakukan? Segala sesuatu yang dilarang oleh komunitas kami lakukan. Bukan seks, karena kami semua pria normal. Tetapi alcohol, nikotin, daging. Itulah yang kami cari, itulah yang kami nikmati, itulah yang kami dambakan.
          Mengapa komunitas melarang kami untuk mengisap nikotin? Jika itu bisa kami dapatkan dengan mudah? Mengapa komuniatas melarang kami minum alcohol, jika itu tidak sangat merugikan kami? Mengapa? Tentu semua punya alasan. Tetapi kami tidak menghiraukannya, kami hanya ingin nikmat. Dan kenikmatan tertinggi didapatkan bersamaan dengan rasa sakit. Kami mendapatkan kenikmatan itu. Kami bisa minum alkohol sepuas-puasnya, kami bisa mengisap nikotin sebanyak-banyaknya, dan kami bisa makan daging yang paling enak hasil olahan sendiri. Lalu apa rasa sakitnya? Rasa sakit yaitu ketika semua dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kami tidak bisa mengeluarkan suara terlalu keras untuk bercerita. Kami tidak bisa memutar music untuk berdansa. Kami tidak bisa mengajak lawan jenis untuk bercinta. Semua itulah rasa sakitnya. Kami melanggar aturan komunitas.
          Melihat fakta ini maka aku coba menjelaskan kepada para saudara yang sudah setengah sadar, bahwa kenikmatan tertinggi didapat bersamaan dengan rasa sakit. Hmmm apa reaksi mereka? Mereka sangat menyetujui konsep yang aku pinjam dari De Sade ini, dan entah mengapa Vinsen Bodho lalu mendaulatkanku menjadi filsuf kontemporer. Apa mungki karena dia bernama bodo? Maka sececap itu bisa mengatakan saya sebagai filsuf? Padahal filsuf yang benar tidak pernah berbuat sesuatu yang kontradiksi. Hehehe, tetapi tentu bukan karena dia bodo, justeru karena saya yang bodo. Saya yang seharusnya menjadi filsuf kontemporer malah memiliki gaya hidup yang kontras..
          Saya tidak peduli, yang paling penting bahwa kami mendapatkan kenikmatan malam ini. Duduk melingkar dengan rokok di tangan serta sambil minum alcohol adalah kesenanganku. Apalagi jika disempurnakan dengan diskusi-diskusi filosofis, politik dan isu-isu sosial yang hangat dibicarakan. Itulah yang diharapakan oleh Soekarno. “aku tidak suka anak muda yang mengunci kamarnya dan membaca buku hanya untuk egonya. Tetapi aku lebih suka anak muda yang dengan rokok di tangan duduk berkumpul bersama teman-temanya lalu berdiskusi tentang politik dan filsafat.
          Kami sudah lakukan itu malam ini……..
Sintuz Bezy
Penfui/Kupang Selasa, 22-01-2019

2 komentar:

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...