Selasa, 15 Januari 2019

A R




P7160164.JPGAku Suka Politik

Empat tahun aku bergelut dengan dunia filsafat, hingga semester kedelapan aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu. Begitukah belajar filsafat, berusaha sedemikin mampusnya menguasai berbagai disiplin filosofis dari berbagai pemikir yang berfariasi, terbentang sejak kemunculannya di Yunani hingga filosof kontemporer, dan pada akhirnya hanya membuktikan bahwa saya tidak tahu. Aku kemudian secara sederhana mendefeniskin filsafat sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang menuntun saya kepada ketidaktahuan.

          Tetapi ini bukan ketidaktahuan radikal seperti yang Phiro ungkapakan dalam defenisi episteomologisnya bawa manusia tidak bisa mengetahui dalam hal ini pengetahuan akan kebenaran. Sangat radikal skeptisisme ini. Manusia bisa mengetahui kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa kebenaran yang hakiki itu diketahui melalui ratio, kemudian ditentang olah aliran lain yang justeru mengatakan bahwa kebenaran hakiki sesungguhnya dari pengalam empiris. Itu tentang bagaiaman manusia mengetahui, berlangkah ke pertanyaan apa yang manusia ketahui. Jawabannya juga berfariasi, aliran idealisme mangungkapkan bahwa yang manusia ketahui adalah ide-ide abstrak, sedangkan aliran relisme justeru menekankan tetang realitas yang dapat diindrai.  Rupa-rupa defenisi yang menuntun aku kepada kalimat kesimpuan tadi, yaitu tujuan belajar filsafat adalah untuk membuktikan bahwa aku tidak tahu. Ini sebenarnya formulasi kata-kata Sokrates, bapak filsafat.
          Aku berpikir bahwa filsafat harus diaplikasikan sehingga bisa menepis perkataan orang yang mendiskreditkan para filosof, katanya, tidak membumi. Aku harus bertanggung jawab, bahwa filsafat berangkat dari bumi dan akan tetap membumi, dan berimpkisi terhadap bumi, mengapa tidak? Karena hampir semua ilmu kami pelajari dalam filsafat, hanya matematika, sains yang tidak. Maka politik juga aku geluti. Di kampus mata kuliahnya aku dapat dua semester yaitu filsafat sosial politik dan semester berikut filsafat sosial. Walau hanya dua semester aku mendapatkan kuliah politik itu menjadi perangsang gairah perpolitikan yang ada dalam diriku. Filsafat menuntunku untuk menemukan jawaban sendiri tentang apa itu politik, mengapa manusia harus berpoilitk, apa kerugian dan keuntungannya. Ternyata politik itu luhur.
          Aku semakin terntang ketika suatu malam aku berjumpa dengan adik kelasku. Dia cewek manis, berinisial A R.  Saat ini sedang kuliah di salah satu Universitas di Nusantara ini. Beberapa minggu terkakhir ini Dia berada di perkampungan masyarakat suku Boti untuk penelitian tetang ekofenisme, terangnya. Satu konsep yang sedang ramai dibicarakan, yaitu gabungan antara feminsime dan ekologi. Jika feminisme adalah bagaimana memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini terkubur rapi di bawah bingkai patriarkat kapitalisme, sekarang diperjuangkan dan harus diakui eksistensi mereka, dihargai aspirasi mereka. Sedangkan ekologi adalah tentang alam, bagaimana seharusnya manusia menjaga keseimbangan dengan alam sekitar sebagai sumber daya yang menghidupkan manusia. Dua konsep ini lalu digabungkan menjadi ekofeminisme, yaitu dimana kaum feminis merawat alam, mencintai alam dan berjuang untuk tetap melestarikan alam. Terangnya.
 Yang menarik dari dia adalah kapasitas intelektualnya, yaitu pengetahuan yang luas tetang politik, isu-isu sosial. Aku sangat mengagumi dirinya. Aku berjumpa dengan orang yang berbakat. Diskusi kami walau sesaat saja tapi aku semakin termotivasi untuk belajar politik, dia perempuan dan lebih mudah dariku sangat menguasai term-term politik, mengapa saya tidak..? tapi bukan untuk menandingi, lebih dari itu semua adalah untuk memahami. Belajar untuk menjadi manusia. Sebab tujun pendidikan adalah memanusiawikan manusia. Gadis manis itu memang berkecimpung di ranah politik praktis, bersosialisasi dengan masyrakat, berorgainisasi, karena itulah bidang perkuliahannya. Dan aku sangat yakin beliau bisa menjadi politikus feminis yang berbakat, baik dalam praktis tetapi dilandasi kapasitas episteme yang kuat. Ini luar biasa sebab hanya segelintir orang saja yang seperti ini, dan karena   dia adalah salah satunya, aku sangat mengagumi dirinya.
          Walaupun saat ini masih dalam tataran teoritis, tapi ini adalah bekal ketika suatu saat nanti Tuhan menghendaki jadi politisi yah, semua teori dipraktikkan. Itulah diferensiasi antara politik teoretis dan politik praktis.  Orientasiku memang harus dipraktekkan semua pengetahuan politikku, walau tidak seberapa, tetapi harus dipraktekkan. Jika tidak bisa diaplikasikan, cukup sebagai seorang akademisi sudah  puas bagiku.
          Sebenarnya ada alasan-alasan lain lagi untuk menjawabi pertanyaan mengapa aku sangat tertarik belajar politik. Yah satu-satunya cabang filsafat yang sangat populer saat ini, yaitu politk. Aku tidak tahu pasti masa depanku, akankah aku benar-benar menjadi imam sebagai cita-citaku, atau tidak. Jika tidak yah politik adalah yang paling mungkin bisa aku lakukan sesuai bidang yang aku pelajari. Aku tidak mendapat kuliah regular seperti teman-teman mahasiswa jurusan politik, satu kekuatannku adalah buku. Tidak untuk sombong tetapi aku memang seorang kutu buku sejati. Ingatkah anda pada sosok Soekarno, seorang politisi national yang sempat mengguncang dunia beberapa puluh tahun lalu. Soekarno tokoh revolusioner, pemimpin besar, founding father Indonesia. Apakah beliau pernah mendapatkan kuliah regular tentang politik? Tidak!!!! Soekarno, tamatan tekhik bangunan, lalu mengapa beliau sangat mahir berpolitik? Pertama, relasi. Akses Soekarno dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, beliau bergabung, belajar dan berdiskusi dengan para tokoh pejuang tersebut yang tentu sangat mahir berpolitik. Kekuatan yang sangat besar soekarno dapatkan, mulai dari realitas. Kedua adalah buku. Tak bisa dipungkiri betapa rajinnya Soekarno membaca, mengonsumsi lieratur barat maupun national. Bahkan sangat menguasai 5 bahasa International. Wawasan politiknya sangat luas. Nah belajar dari Soekarno bahwa untuk menjadi mahir dalam bidang politik tidak harus mengikuti kuliah umum. Belajarlah secara independen, outodidak. !!
          Itulah alasan-alasan sederhana mengapa saya sangat tertarik belajar politik.
Sintuz Bezy,
Penfui-Kupang, 17/12/2018

2 komentar:

  1. people ask me, how can u life without God and Church? i said, my God is farmer i served my life for them, my Church is politicals word, i lie everyday to make my people still survive. who are you, talk about God? God, is when u see them with tears and smile. Malang, 23, 01, 19.

    BalasHapus
  2. Nietzche said that God is dead... humanism takes the part of God. you are free to follow Neitzce or not. is God present? I don't know. I learn politic also and knowledges, but all those is empty without God. i love the wisdom. NO Wisdom without God.

    BalasHapus

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...