Empat tahun aku bergelut dengan dunia filsafat, hingga semester kedelapan aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu. Begitukah belajar filsafat, berusaha sedemikin mampusnya menguasai berbagai disiplin filosofis dari berbagai pemikir yang berfariasi, terbentang sejak kemunculannya di Yunani hingga filosof kontemporer, dan pada akhirnya hanya membuktikan bahwa saya tidak tahu. Aku kemudian secara sederhana mendefeniskin filsafat sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang menuntun saya kepada ketidaktahuan.
Aku berpikir
bahwa filsafat harus diaplikasikan sehingga bisa menepis perkataan orang yang
mendiskreditkan para filosof, katanya, tidak membumi. Aku harus bertanggung
jawab, bahwa filsafat berangkat dari bumi dan akan tetap membumi, dan
berimpkisi terhadap bumi, mengapa tidak? Karena hampir semua ilmu kami pelajari
dalam filsafat, hanya matematika, sains yang tidak. Maka politik juga aku
geluti. Di kampus mata kuliahnya aku dapat dua semester yaitu filsafat sosial
politik dan semester berikut filsafat sosial. Walau hanya dua semester aku mendapatkan
kuliah politik itu menjadi perangsang gairah perpolitikan yang ada dalam
diriku. Filsafat menuntunku untuk menemukan jawaban sendiri tentang apa itu
politik, mengapa manusia harus berpoilitk, apa kerugian dan keuntungannya. Ternyata
politik itu luhur.
Aku semakin
terntang ketika suatu malam aku berjumpa dengan adik kelasku. Dia cewek manis,
berinisial A R. Saat ini sedang kuliah
di salah satu Universitas di Nusantara ini. Beberapa minggu terkakhir ini Dia
berada di perkampungan masyarakat suku Boti untuk penelitian tetang ekofenisme,
terangnya. Satu konsep yang sedang ramai dibicarakan, yaitu gabungan antara
feminsime dan ekologi. Jika feminisme adalah bagaimana memperjuangkan hak-hak
perempuan yang selama ini terkubur rapi di bawah bingkai patriarkat
kapitalisme, sekarang diperjuangkan dan harus diakui eksistensi mereka, dihargai
aspirasi mereka. Sedangkan ekologi adalah tentang alam, bagaimana seharusnya
manusia menjaga keseimbangan dengan alam sekitar sebagai sumber daya yang
menghidupkan manusia. Dua konsep ini lalu digabungkan menjadi ekofeminisme,
yaitu dimana kaum feminis merawat alam, mencintai alam dan berjuang untuk tetap
melestarikan alam. Terangnya.
Yang
menarik dari dia adalah kapasitas intelektualnya, yaitu pengetahuan yang luas
tetang politik, isu-isu sosial. Aku sangat mengagumi dirinya. Aku berjumpa
dengan orang yang berbakat. Diskusi kami walau sesaat saja tapi aku semakin
termotivasi untuk belajar politik, dia perempuan dan lebih mudah dariku sangat
menguasai term-term politik, mengapa saya tidak..? tapi bukan untuk
menandingi, lebih dari itu semua adalah untuk memahami. Belajar untuk menjadi
manusia. Sebab tujun pendidikan adalah memanusiawikan manusia. Gadis manis itu
memang berkecimpung di ranah politik praktis, bersosialisasi dengan masyrakat,
berorgainisasi, karena itulah bidang perkuliahannya. Dan aku sangat yakin beliau
bisa menjadi politikus feminis yang berbakat, baik dalam praktis tetapi
dilandasi kapasitas episteme yang kuat. Ini luar biasa sebab hanya segelintir
orang saja yang seperti ini, dan karena
dia adalah salah satunya, aku sangat mengagumi dirinya.
Walaupun saat ini
masih dalam tataran teoritis, tapi ini adalah bekal ketika suatu saat nanti Tuhan
menghendaki jadi politisi yah, semua teori dipraktikkan. Itulah diferensiasi
antara politik teoretis dan politik praktis. Orientasiku memang harus dipraktekkan semua
pengetahuan politikku, walau tidak seberapa, tetapi harus dipraktekkan. Jika
tidak bisa diaplikasikan, cukup sebagai seorang akademisi sudah puas bagiku.
Sebenarnya ada
alasan-alasan lain lagi untuk menjawabi pertanyaan mengapa aku sangat tertarik
belajar politik. Yah satu-satunya cabang filsafat yang sangat populer saat ini,
yaitu politk. Aku tidak tahu pasti masa depanku, akankah aku benar-benar
menjadi imam sebagai cita-citaku, atau tidak. Jika tidak yah politik adalah
yang paling mungkin bisa aku lakukan sesuai bidang yang aku pelajari. Aku tidak
mendapat kuliah regular seperti teman-teman mahasiswa jurusan politik, satu
kekuatannku adalah buku. Tidak untuk sombong tetapi aku memang seorang kutu
buku sejati. Ingatkah anda pada sosok Soekarno, seorang politisi national yang
sempat mengguncang dunia beberapa puluh tahun lalu. Soekarno tokoh
revolusioner, pemimpin besar, founding father Indonesia. Apakah beliau pernah
mendapatkan kuliah regular tentang politik? Tidak!!!! Soekarno, tamatan tekhik
bangunan, lalu mengapa beliau sangat mahir berpolitik? Pertama, relasi. Akses Soekarno
dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, beliau bergabung, belajar dan berdiskusi
dengan para tokoh pejuang tersebut yang tentu sangat mahir berpolitik. Kekuatan
yang sangat besar soekarno dapatkan, mulai dari realitas. Kedua adalah buku.
Tak bisa dipungkiri betapa rajinnya Soekarno membaca, mengonsumsi lieratur
barat maupun national. Bahkan sangat menguasai 5 bahasa International. Wawasan
politiknya sangat luas. Nah belajar dari Soekarno bahwa untuk menjadi mahir
dalam bidang politik tidak harus mengikuti kuliah umum. Belajarlah secara
independen, outodidak. !!
Itulah
alasan-alasan sederhana mengapa saya sangat tertarik belajar politik.
Sintuz Bezy,
Penfui-Kupang, 17/12/2018
people ask me, how can u life without God and Church? i said, my God is farmer i served my life for them, my Church is politicals word, i lie everyday to make my people still survive. who are you, talk about God? God, is when u see them with tears and smile. Malang, 23, 01, 19.
BalasHapusNietzche said that God is dead... humanism takes the part of God. you are free to follow Neitzce or not. is God present? I don't know. I learn politic also and knowledges, but all those is empty without God. i love the wisdom. NO Wisdom without God.
BalasHapus