Anak kampung yang hedonis
Arman salah satu mahasiswa di sebuah
universitas di Kota Kupang. Demikian juga Peter sahabatnya. Arman dan Peter
adalah sahabat dekat. Persahabatan mereka terjalin sejak kecil. Mereka berdua
berasal dari kampung yang sama di pedalaman Flores. Setelah tamat SMA mereka
sepakat untuk datang kuliah di Kota Kupang pada Universitas apa saja, yang penting kuliah. 18 tahun mereka berdua hanya berkeliling di kampungya
saja. SD sampi SMA di kampung, gayanyapun biasa-biasa saja seperti orang
kampung pada umumnya. Tetapi karena di kampungnya hanya mereka yang bersekolah, terkadang mereka angkuh jika berhadapan
denga anak kampung lainnya yang tidak sekolah. itulah Arman dan Peter.
Arman adalah cowok yang mati gaya saat berbaur bersama teman2 barunya di Kupang. berbanding terbalik dengan Peter. Peter seolah menemukan gaya hidup yang sesungguhnya sebagai anak kota. Bagi arman Peter kelihatanya terlalu membuang waktu dengan setiap malam begadang sampai jam-jam tidak enak. Hobinya makan bakso saja dan jika istirahat kelas, maunya kopi saja hampir setiap hari, dan yang sialnya lagi ialah Peter selalu mengajak teman ke kantin. Selain untuk menemaninya tetapi agar dia tidak kelihatan gila, suka jalan sendiri-sendiri.
Pablo mengisahkan cerita ini kepada Santiago, Pablo hanya ingin mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi terhadap Peter. kata orang dia terkena virus hedonis. Pablo tidak tahu semuanya itu. Padahal dia sangat peduli terhadap Peter, dia peduli akan pendidikannya, akan masa depannya, akan pengorbanan orang tua Peter. bagaimana mungkin datang kuliah dengan hanya menhabiskan begitu banyak waktu untuk senang-senang. Santiago lalu mengulas pengalama tersbut dalam satu artikel sederhana, ia beri judul "anak kampung yang hedonis".
Arman adalah cowok yang mati gaya saat berbaur bersama teman2 barunya di Kupang. berbanding terbalik dengan Peter. Peter seolah menemukan gaya hidup yang sesungguhnya sebagai anak kota. Bagi arman Peter kelihatanya terlalu membuang waktu dengan setiap malam begadang sampai jam-jam tidak enak. Hobinya makan bakso saja dan jika istirahat kelas, maunya kopi saja hampir setiap hari, dan yang sialnya lagi ialah Peter selalu mengajak teman ke kantin. Selain untuk menemaninya tetapi agar dia tidak kelihatan gila, suka jalan sendiri-sendiri.
Pablo mengisahkan cerita ini kepada Santiago, Pablo hanya ingin mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi terhadap Peter. kata orang dia terkena virus hedonis. Pablo tidak tahu semuanya itu. Padahal dia sangat peduli terhadap Peter, dia peduli akan pendidikannya, akan masa depannya, akan pengorbanan orang tua Peter. bagaimana mungkin datang kuliah dengan hanya menhabiskan begitu banyak waktu untuk senang-senang. Santiago lalu mengulas pengalama tersbut dalam satu artikel sederhana, ia beri judul "anak kampung yang hedonis".
Pengantar:
Salah
satu virus yang sedang berkembang pada zaman kita (modern) ini ialah virus hedon yang bisa menyebabkan penyakit hedonisme. Virus hedon ini mewabah di negara-negara makmur maupun Negara berkembang
dan bahkan dunia ketiga.[1]
Seiring dengan kemajuan teknologi virus ini juga tersebar secara leluasa
menembusi berbagai sela dan sulit untuk dibendungi. Yang paling banyak
bermasalah dengan hedonisme ini
justeru remaja, tanpa mereka sadari itu. Hal ini sangat disayangkan, mengingat
remaja adalah masa depan negara, dalam Kristianitas disebut masa depan Gereja.
Pertanyaannya ialah masa depan negara/gereja yang bagaimana nantinya, jika saat
ini remaja kita sudah terjangkit penyakit hedonisme? Nah, karena masa depan itu selalu menjadi suatu pertanyaan bagi kita, artinya
kita tidak dapat ketahui secara defenitif palingan hanya dapat diprediksi maka
lebih baik kita menyiapkannya. Daripada mengobati nanti lebih baik kita
mencegah sekarang.
Daripada kita menyaksikan Gereja dan Negara kita di masa depan yang hancur, lebih
baik kita arahkan para remaja sekarang agar tidak tenggelam dalam virus hedon yang akhir-akhir ini bahkan sudah
menjadi semacam life-style. Tidak
perlu harus menunggu pihak lain yang lebih berwenang untuk memperhatikan dan
mengarahkan para remaja yang hedonis ini,
kita, saya dan anda sebagai sesama remaja dan lebih lagi sebagai seorang
pelajar filsafat dan agen pastoral yang menurut saya lebih tahu tentang hakekat
kehidupan ini, bertanggung jawab dan wajib mengarahkan saudara-saudara kita
yang sudah terjerumus dalam virus hedon.
Apa itu hedonisme ?
Pertanyaan
yang pasti muncul dalam benak anda saat membaca tulisan ini ialah, apa
sebenarnya hedonism itu, sehingga
seolah-olah seperti suatu monster yang sangat menakutkan? Hedonisme secara sederhana sebenarnya ialah rasa nikmat. Kita lalu
menyebut seseorang sebagai hedonis jika
terlalu mencari kenikmatan dalam hidupnya. Baginya kebahagiaan itu sama dengan
kenikmatan sehingga, jika dia ingin bahagia dia akan berusaha untuk mencari apa
yang nikmat, apa yang membuat dia senang. Seorang hedonis sebenarnya adalah orang yang men-tuhan-kan keenakan dan
kesenangan pribadi, kemewahan, kemapanan dan kenikmatan.[2]
Epikurus
(341-271 SM) seorang filosos Yunani dalam konsepnya tentang Atraxia (ketenangan batin) justeru
mengatakan bahwa tujuan hidup adalah hedon
yang terjadi jikalau batinya tenang dan tubuhnya sehat. Ketenangan batin
ini hanya dapat dicapai jika semua keinginanya terpuaskan, sehingga tidak ada
yang diinginkan lagi. Di sini orang hanya menikmati saja. Jadi makin sedikit
keinginan makin besarlah kebahagiaan. Oleh karena itu orang wajib membatasi apa
yang diinginkan.[3]
Saya dapat mendefenisikan seperti ini bahwa menurut Epikuros untuk mencapai
ketenangan batin itu anda harus “menghindari” segala sesuatu yang tidak enak
atau tidak nikmat. Yang harus digaris bawahi ialah kata hindarilah yang tidak
membawa kenikmatan. Sehingga jangan heran kaum epicurean terlalu individualistic karena mereka tidak akan terlibat
dalam kehidupan sosial jika hal tersebut tidak membawa ketenangan batin bagi
mereka.
Intinya
menurut Epikuros anda harus menghindari segala sesuatu yang tidak membawa
kenikmatan. Namun bagi Arristipus justeru sebaliknya. Dia katakana bahwa tujuan
hidup itu ialah hedone yaitu dengan
menikmati apa saja yang member anda rasa nikmat. Ada dua posisi yang berbeda
untuk mecapai hedone, Epikuros
menyatakan “hindarilah hal-hal yang tidak nikmat”. Arristipus justru menekankan
kata “nikmatilah” Tetapi nikmat yang dimaksudkan oleh Arristipus lebih ekstrem
adalah kenikmatan badaniah. Kebahagiaan terbesar baginya ialah dengan semakin
banyakm engumpulkan rasa nikmat. Inilah konsep hedonisme yang bagi saya masih dipahami oleh orang hingga saat ini.
Hedonisme adalah kenikmatan badaniah
seperti yang dirumuskan oleh Arristipus ini.
Bagaimana
hubungan hedonisme dengan remaja?
Ada pepatah yang berbunyi, KECIL
BAHAGIA, MUDA FOYA-FOYA, TUA KAYA-RAYA, MATI MAUNYA MASUK SURGA. Yang perlu
digarisbawahi di sini ialah “Mudafoya-foya”.Tak dapat dipungkiri bahwa
masa muda atau remaja itu adalah saat yang sangat membahagiakan. Sehingga
jangan heran jika banyak anak-anak yang ingin cepat-cepat menjadi remaja dan
bayak orang tua yang maunya tetap muda. Remaja itu sendiri adalah sebenarnya
masa dimana seseorang bukan anak kecil lagi tetapi bersamaan dengan itu juga
belum dewasa. Masa remaja adalah masa transisi mau menjadi dewasa tetapi belum
saatnya ingin tetap anak kecil namun juga tidak mungkin maka dia memang adalah
remaja. Menurut saya bentangan antara SMP-Kuliah ini yang digolongkan sebagai
remaja. Mengapa masa remaja sangat membahagiakan? Pertanyaan ini tentu sangat
kompleks untuk ditelaah, namun dalam hubunganya dengan hedonism ialah karena saat ini seseorang bebas untuk menikmati apa
saja yang dia inginkan, terbuka ruang
yang luas baginya untuk memenuhi segala nafsunya tanpa perlu terlalu takut
tekanan daripihak lain, dan tanpa perlu terlalu harus bertanggung jawab kepada
pihak manapun. Artinya dia bebas dan hanya “berfoya-foya” saja.
Hedonisme tentu memakai ruang ini,
dimana remaja dengan semboyannya ialah foya_foya.
Tidak sulit kita jumpai dalam keseharian hidup anak remaja modern ini. Berikut saya memaparkan ciri-ciri atau gambaran
seorang hedonis secara sederhana.
Seorang hedonis biasanya:
a.
Murung dan
kurang bergairah bila harus bekerja keras atau berkorban,
b.
Terlalu
bersemangat bila berhubungan dengan yang enak-enak dan nikmat-nikmat,
c.
Gampang
pusing dan susah tidur kalau baru lihat barang bagus atau enak yang
menggiurkan,
d.
Indranya
sangat sensitive menangkap dimana ada pesta, kegembiraan dan kesenangan.
Praktek hidup seorang hedonis dalam konteks remaja kita
nyata sekali sesui dengan cirri-ciri di
atas. Untuk bagian (a) menggambarkan orang yang punya mental cari gampang.
Ingin punya nilai bagus dalam sekolah tapi menempuhnya dengan menyontek. Bagian
(b) menggambarkan anak remaja yang suka mabuk-mabukan, habiskan uang untuk
membeli rokok, mau makan minum yang enak saja, yang biasanya mengadakan pesta
seks (orgi), mendapatkan kesengan seksual dengan O Nani dan Mas Turbasi.
Sedangkan nomer (c) sederhananya ialah remaja yang terlalu sibuk dengan
penampialn luar, habiskan uang untuk mendapatkan pakain yang bagus-bagus,
baginya keberadaanya teruji dengan sebagus mana dia berpakaian. Dan bagian d)
dapat kita temukan dalam remaja kita yang habiskan tenggelam dalam pesta yang
berlarut-larut yang menghabiskan banyak waktu dan biaya. Inilah praktek hidup
anak remaja dengan semboyannya “foya-foya”.
Bagi saya kemungkinan besar anak remaja terpengaruh oleh ungkapan Epikurus
sesuai yang diurai oleh Bryan Magee dalam bukunya yang berjudul the story of pholisophy. “Tidak usah
takut pada kematian, sebab kematian itu tidak ada. Kalau kematia itu ada maka
tentu kita tidak ada, tetapi nyatanya kita ada maka pasti kematian tidak ada.
Kalau kita mati berarti kita sudah tidak ada lagi maka “kematian itu tidak ada artinya bagi kita”. Kaum Epicurean hedonis
menyimpulkan bahwa hidup itu memamang untuk mencari kenikmatan badani semata.
Tetapi apakah kebahagiaan itu sama dengan kenikmatan? Tentu jawabannya
tidak!!!! Nah, mengapa tidak, dan siapa yang harus menjelaskan bahwa
kebahagiaan tidak sama denga kenikmatan badani semata?
Bagaimana saya harus berperan?
Kita, saya dan anda sebagai pelajar
filsafat dan filsafat yang benar akan membawa kepada keselamatan tentu tidak
ingin teman-teman kita terkungkung dalam pemahaman yang salah yaitu kebahagiaan
sama dengan nikmat. Sebagai seorang pencinta kebijaksanaan, berarti kita lebih
tahu apa yang lebih baik dan lebih benar, tentu kita tahu juga kebahagiaan yang
benar itu berbeda dengan pemahaman para remaja yang hedonis ini. Filsafat juga
selalu bertanya tentang apa itu? Artinya filsafat adalah ilmu kritik berarti
kita diajak untuk mampu mengkritisi realitas yang tidak pada tempatnya ini. Kita
berani mengkrtisi gaya hidup teman-teman remaja yang hedonis, mengkoreksi yang
salah. Inilah ruang yang luas untuk
berperan, supaya filsafat kita tidak mengambang.
Dalam mengkritk gaya hidup hedon yang
dipraktekan oleh kaum muda tentu kita harus punya pemahaman yang lebih sebagai
pegengan supaya apa yang kita katakana memang benar, oleh sebab itu cari pemikiran-pemikaran para filsuf yang
menentang gaya hudup Epikurena hedonis ini. Salah satu yang saya pilih di sini
ialah Aristoteles.
Bagi
Aristoteles (384-322 SM) seperti yang diulas oleh Simon Petrus dalam bukunya Petualangan
Intelektual, mengakui bahwa tujuan terkhir manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan merupakan
tujuna terkahir manusia karena di satu pihak, apabila sudah bahagia, manusia
tidak memerlukan apa-apa lagi. Dilain pihak kalau sudah bahagia, adalah tidak
masuk akal kalau orang mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan itulah yang baik
dan bernilai pada dirinya.[4]
Aristoteles
justeru mengkritik gaya hidup hedonis sebagai hidup seperti bibatang karena
menurutnya perasaan nikmat tidak khas manusiawi. Orang yang hanya mencari
nikmat sama derajatnya dengan binatang. Namun kerena manusia bukan binatang,
hidup seperti binatang tentu tidak membahagiakan. Jika kebahagian menjadi tujuan
tertinggi, lalu bagaimankah cara untuk mencapainya? Menurutnya manusia adalah
binatang yang berakal budi (animale rationale est), walau dia dikatakan
binatang tetapi masih ada rationya. Binatang secara instingtual selalu mencari
yang enak-enak saja, makan apa saja yang dapat dia makan tanpa harus
mempertimbangkan apakah itu baik atau tidak. Binatang minum apa saja yang dapat
dia minum, tanpa tahu apakah minuman itu berguna untuk tubuhnya atau tidak.
Binatang kawin dimana saja tanpa pernah pertimbangkan apa yang akan orang
katakan nanti. Itu semua menandakan bahwa binatang tidak punya ratio, dan
hidupnya hanya bertujuan untuk memenuhi nafsu. Maka kalau masih ada manusia
yang memang terlalu mendewakan kenikmatan, rationalitasnya diragukan.
Aristoteles, untuk mencapai kebahagiaan itu ialah dengan mengaktifkan rationya
yang diaktualisasikan dalam dua pola kehidupan, yakni dalam theoria dan praxis.[5]
Theoria berarti manusia memandang atau
merenungkan hakikat realitas secara mendalam, artinya berfilsafat karena dengan
berfilsafat orang merealisasikan bagian jiwanya yang paling mulia dan obyek
permenungannya ialah realitas yang tidak berubah, abadi dan ilahi. Itulah yang
mungkin dalam agama disebut Tuhan. Dengan itu manusia mencapai kebahagiaan.
Sementara praxis sederhanya ialah
bertindak atau terlibat dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga yang kecil
maupun dalam komunitas yang lebih besar dengan tanpa paksa dan demi
kesejahteraan bersama. Maka jika itu tercapai saya juga pasti bahagia. Dari
sini dengan mengikuti Aristoteles saya hanya mau mengatakan bahwa memang tujuan
hidup manusia bukan untuk memuaskan nafsu, tetapi untuk mencari kebahagiaan.
Karena jika hidup hanya sekedar memuaskan nafsu itu tidak berbeda dengan
binatang, karena kita bukan binatang maka gaya hidup hedon tetu tidak baik. Hal
ini yang harus kita jelaskan kepada para remaja supaya mereka tidak dianggap
seperti binatang. Persoalanya apakah remaja mau mendengarkan penjelasan kita
atau tidak. Memang jika hanya berbicara akan menjadi sulit untuk diikuti,
tetapi perkataan itu dinyatakan dalam tindakan (action speak louder than
words), maka saya sangat yakin bahwa itu bisa menginspirasi remaja kita, dan
juga itu berarti filsafat kita sudah punya dampak.
Berbicara
tentang kabar gembira di tengah arus zaman modern ini sebenarnya sederhananya
menurut saya ialah dimana kita menjelaskan kepada orang apa yang benar yang
tentu kita tahui itu. Tentu kabar gembira tersebut ialah Yesus Kristus sendiri
tetapi dengan filsafat yang benar kita sudah menyiapkan jalan bagi Yesus
Kristus.
Penutup
Hedonisme adalah penyakit modern. Nyata dalam
remaja kita yang larut dalam pesta-pesta yang hanya menghabiskan waktu dan
uang, minum-minuman keras yang justeru membawa dampak negative untuk diri dan
lingkungan sosial, orgi/pesta seks dll. Orang mudah sudah banyak yang keliru
dalam mengejar kebahagiaan dalam hidup, mereka terlalu sempit mendefenisikan
kebahagiaan sama dengan nikmat. Maka langkah kita sebagai pelajar filsafat yang
mengerti tentang kebaikan kebenaran tertinggi untuk menjelaskan kepada sesama
remaja kita dengan pertama-tama kita menghiduinya (action speak louder than
words), tindakan/gaya hidup kita inilah yang mengingspirasi kaum muda untuk
kembali merefleksi diri tentang mencari kebahagiaan yang benar. Dengan mamakai
kekayaan filsafat kita menginspirasi kaum muda untuk memahami bahwa ada hidup
yang lebih penting dari sekadar foya-foya.
Tentu masih banyak kekayaan pemikiran para filsuf yang dapat kita gali
untuk memerangi salah satu virus modern ini. contoh yang saya ambil di atas
hanyalah salah satu saja. Saya hanya mau mengajak kita semua pelajar filsafa
untuk menanggapi realitas serta fenomenanya dari perspektif kita sebagai
pencinta filsafat. Maka kehidupan yang baik, benar, indah (whats true, good,
and beautiful) yang dicintai semua pencinta kebijaksanaan itu tercapai.
Pengayaan
ialah inspirasi dari kitab suci sebagai sumber wahyu. Mengingat kita juga
sebagai agen pastoral, kekayaan kitab suci kita renung untuk mendapat nilai
injilinya dan kita hidupi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar