Selasa, 29 Januari 2019

Anak kampung yg hedonis (Hedonime)



Anak kampung yang hedonis

Arman salah satu mahasiswa di sebuah universitas di Kota Kupang. Demikian juga Peter sahabatnya. Arman dan Peter adalah sahabat dekat. Persahabatan mereka terjalin sejak kecil. Mereka berdua berasal dari kampung yang sama di pedalaman Flores. Setelah tamat SMA mereka sepakat untuk datang kuliah di Kota Kupang pada Universitas apa saja, yang penting kuliah.  18 tahun mereka berdua hanya berkeliling di kampungya saja. SD sampi SMA di kampung, gayanyapun biasa-biasa saja seperti orang kampung pada umumnya. Tetapi karena di kampungnya hanya mereka yang bersekolah, terkadang mereka angkuh jika berhadapan denga anak kampung lainnya yang tidak sekolah. itulah Arman dan Peter. 
Arman adalah cowok yang mati gaya saat berbaur bersama teman2 barunya di Kupang. berbanding terbalik dengan Peter. Peter seolah menemukan gaya hidup yang sesungguhnya sebagai anak kota. Bagi arman Peter kelihatanya terlalu membuang waktu dengan setiap malam begadang sampai jam-jam tidak enak. Hobinya makan bakso saja dan jika istirahat kelas, maunya kopi saja hampir setiap hari, dan yang sialnya lagi ialah Peter selalu mengajak teman ke kantin. Selain untuk menemaninya tetapi agar dia tidak kelihatan gila, suka jalan sendiri-sendiri
Pablo mengisahkan cerita ini kepada Santiago, Pablo hanya ingin mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi terhadap Peter. kata orang dia terkena virus hedonis. Pablo tidak tahu semuanya itu. Padahal dia sangat peduli terhadap Peter, dia peduli akan pendidikannya, akan masa depannya, akan pengorbanan orang tua Peter. bagaimana mungkin datang kuliah dengan hanya menhabiskan begitu banyak waktu untuk senang-senang. Santiago lalu mengulas pengalama tersbut dalam satu artikel sederhana, ia beri judul "anak kampung yang hedonis".

Pengantar:

          Salah satu virus yang sedang berkembang pada zaman kita (modern) ini ialah virus hedon yang bisa menyebabkan penyakit hedonisme. Virus hedon ini mewabah di negara-negara makmur maupun Negara berkembang dan bahkan dunia ketiga.[1] Seiring dengan kemajuan teknologi virus ini juga tersebar secara leluasa menembusi berbagai sela dan sulit untuk dibendungi. Yang paling banyak bermasalah dengan hedonisme ini justeru remaja, tanpa mereka sadari itu. Hal ini sangat disayangkan, mengingat remaja adalah masa depan negara, dalam Kristianitas disebut masa depan Gereja. Pertanyaannya ialah masa depan negara/gereja yang bagaimana nantinya, jika saat ini remaja kita sudah terjangkit penyakit hedonisme? Nah, karena masa depan itu selalu menjadi suatu pertanyaan bagi kita, artinya kita tidak dapat ketahui secara defenitif palingan hanya dapat diprediksi maka lebih baik kita menyiapkannya. Daripada mengobati nanti lebih baik kita mencegah sekarang.
          Daripada kita menyaksikan Gereja dan Negara kita di masa depan yang hancur, lebih baik kita arahkan para remaja sekarang agar tidak tenggelam dalam virus hedon yang akhir-akhir ini bahkan sudah menjadi semacam life-style. Tidak perlu harus menunggu pihak lain yang lebih berwenang untuk memperhatikan dan mengarahkan para remaja yang hedonis ini, kita, saya dan anda sebagai sesama remaja dan lebih lagi sebagai seorang pelajar filsafat dan agen pastoral yang menurut saya lebih tahu tentang hakekat kehidupan ini, bertanggung jawab dan wajib mengarahkan saudara-saudara kita yang sudah terjerumus dalam virus hedon.

          Apa itu hedonisme ?

          Pertanyaan yang pasti muncul dalam benak anda saat membaca tulisan ini ialah, apa sebenarnya hedonism itu, sehingga seolah-olah seperti suatu monster yang sangat menakutkan? Hedonisme secara sederhana sebenarnya ialah rasa nikmat. Kita lalu menyebut seseorang sebagai hedonis jika terlalu mencari kenikmatan dalam hidupnya. Baginya kebahagiaan itu sama dengan kenikmatan sehingga, jika dia ingin bahagia dia akan berusaha untuk mencari apa yang nikmat, apa yang membuat dia senang. Seorang hedonis sebenarnya adalah orang yang men-tuhan-kan keenakan dan kesenangan pribadi, kemewahan, kemapanan dan kenikmatan.[2]
          Epikurus (341-271 SM) seorang filosos Yunani dalam konsepnya tentang Atraxia (ketenangan batin) justeru mengatakan bahwa tujuan hidup adalah hedon yang terjadi jikalau batinya tenang dan tubuhnya sehat. Ketenangan batin ini hanya dapat dicapai jika semua keinginanya terpuaskan, sehingga tidak ada yang diinginkan lagi. Di sini orang hanya menikmati saja. Jadi makin sedikit keinginan makin besarlah kebahagiaan. Oleh karena itu orang wajib membatasi apa yang diinginkan.[3] Saya dapat mendefenisikan seperti ini bahwa menurut Epikuros untuk mencapai ketenangan batin itu anda harus “menghindari” segala sesuatu yang tidak enak atau tidak nikmat. Yang harus digaris bawahi ialah kata hindarilah yang tidak membawa kenikmatan. Sehingga jangan heran kaum epicurean terlalu individualistic karena mereka tidak akan terlibat dalam kehidupan sosial jika hal tersebut tidak membawa ketenangan batin bagi mereka.
          Intinya menurut Epikuros anda harus menghindari segala sesuatu yang tidak membawa kenikmatan. Namun bagi Arristipus justeru sebaliknya. Dia katakana bahwa tujuan hidup itu ialah hedone yaitu dengan menikmati apa saja yang member anda rasa nikmat. Ada dua posisi yang berbeda untuk mecapai hedone, Epikuros menyatakan “hindarilah hal-hal yang tidak nikmat”. Arristipus justru menekankan kata “nikmatilah” Tetapi nikmat yang dimaksudkan oleh Arristipus lebih ekstrem adalah kenikmatan badaniah. Kebahagiaan terbesar baginya ialah dengan semakin banyakm engumpulkan rasa nikmat. Inilah konsep hedonisme yang bagi saya masih dipahami oleh orang hingga saat ini. Hedonisme adalah kenikmatan badaniah seperti yang dirumuskan oleh Arristipus ini.

Bagaimana hubungan hedonisme dengan remaja?

Ada pepatah yang berbunyi, KECIL BAHAGIA, MUDA FOYA-FOYA, TUA KAYA-RAYA, MATI MAUNYA MASUK SURGA. Yang perlu digarisbawahi di sini ialah “Mudafoya-foya”.Tak dapat dipungkiri bahwa masa muda atau remaja itu adalah saat yang sangat membahagiakan. Sehingga jangan heran jika banyak anak-anak yang ingin cepat-cepat menjadi remaja dan bayak orang tua yang maunya tetap muda. Remaja itu sendiri adalah sebenarnya masa dimana seseorang bukan anak kecil lagi tetapi bersamaan dengan itu juga belum dewasa. Masa remaja adalah masa transisi mau menjadi dewasa tetapi belum saatnya ingin tetap anak kecil namun juga tidak mungkin maka dia memang adalah remaja. Menurut saya bentangan antara SMP-Kuliah ini yang digolongkan sebagai remaja. Mengapa masa remaja sangat membahagiakan? Pertanyaan ini tentu sangat kompleks untuk ditelaah, namun dalam hubunganya dengan hedonism ialah karena saat ini seseorang bebas untuk menikmati apa saja  yang dia inginkan, terbuka ruang yang luas baginya untuk memenuhi segala nafsunya tanpa perlu terlalu takut tekanan daripihak lain, dan tanpa perlu terlalu harus bertanggung jawab kepada pihak manapun. Artinya dia bebas dan hanya “berfoya-foya”  saja.
          Hedonisme tentu memakai ruang ini, dimana remaja dengan semboyannya ialah foya_foya. Tidak sulit kita jumpai dalam keseharian hidup anak remaja  modern ini. Berikut  saya memaparkan ciri-ciri atau gambaran seorang hedonis secara sederhana. Seorang hedonis biasanya:
a.    Murung dan kurang bergairah bila harus bekerja keras atau berkorban,
b.    Terlalu bersemangat bila berhubungan dengan yang enak-enak dan nikmat-nikmat,
c.    Gampang pusing dan susah tidur kalau baru lihat barang bagus atau enak yang menggiurkan,
d.    Indranya sangat sensitive menangkap dimana ada pesta, kegembiraan dan kesenangan.
Praktek hidup seorang hedonis dalam konteks remaja kita nyata  sekali sesui dengan cirri-ciri di atas. Untuk bagian (a) menggambarkan orang yang punya mental cari gampang. Ingin punya nilai bagus dalam sekolah tapi menempuhnya dengan menyontek. Bagian (b) menggambarkan anak remaja yang suka mabuk-mabukan, habiskan uang untuk membeli rokok, mau makan minum yang enak saja, yang biasanya mengadakan pesta seks (orgi), mendapatkan kesengan seksual dengan O Nani dan Mas Turbasi. Sedangkan nomer (c) sederhananya ialah remaja yang terlalu sibuk dengan penampialn luar, habiskan uang untuk mendapatkan pakain yang bagus-bagus, baginya keberadaanya teruji dengan sebagus mana dia berpakaian. Dan bagian d) dapat kita temukan dalam remaja kita yang habiskan tenggelam dalam pesta yang berlarut-larut yang menghabiskan banyak waktu dan biaya. Inilah praktek hidup anak remaja dengan semboyannya “foya-foya”. Bagi saya kemungkinan besar anak remaja terpengaruh oleh ungkapan Epikurus sesuai yang diurai oleh Bryan Magee dalam bukunya yang berjudul the story of pholisophy. “Tidak usah takut pada kematian, sebab kematian itu tidak ada. Kalau kematia itu ada maka tentu kita tidak ada, tetapi nyatanya kita ada maka pasti kematian tidak ada. Kalau kita mati berarti kita sudah tidak ada lagi maka “kematian itu tidak ada artinya bagi kita”. Kaum Epicurean hedonis menyimpulkan bahwa hidup itu memamang untuk mencari kenikmatan badani semata. Tetapi apakah kebahagiaan itu sama dengan kenikmatan? Tentu jawabannya tidak!!!! Nah, mengapa tidak, dan siapa yang harus menjelaskan bahwa kebahagiaan tidak sama denga kenikmatan badani semata?

       Bagaimana saya harus berperan?

Kita, saya dan anda sebagai pelajar filsafat dan filsafat yang benar akan membawa kepada keselamatan tentu tidak ingin teman-teman kita terkungkung dalam pemahaman yang salah yaitu kebahagiaan sama dengan nikmat. Sebagai seorang pencinta kebijaksanaan, berarti kita lebih tahu apa yang lebih baik dan lebih benar, tentu kita tahu juga kebahagiaan yang benar itu berbeda dengan pemahaman para remaja yang hedonis ini. Filsafat juga selalu bertanya tentang apa itu? Artinya filsafat adalah ilmu kritik berarti kita diajak untuk mampu mengkritisi realitas yang tidak pada tempatnya ini. Kita berani mengkrtisi gaya hidup teman-teman remaja yang hedonis, mengkoreksi yang salah.  Inilah ruang yang luas untuk berperan, supaya filsafat kita tidak mengambang.
Dalam mengkritk gaya hidup hedon yang dipraktekan oleh kaum muda tentu kita harus punya pemahaman yang lebih sebagai pegengan supaya apa yang kita katakana memang benar, oleh sebab itu  cari pemikiran-pemikaran para filsuf yang menentang gaya hudup Epikurena hedonis ini. Salah satu yang saya pilih di sini ialah Aristoteles.
          Bagi Aristoteles (384-322 SM) seperti yang diulas oleh Simon Petrus dalam bukunya Petualangan Intelektual, mengakui bahwa tujuan terkhir manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan merupakan tujuna terkahir manusia karena di satu pihak, apabila sudah bahagia, manusia tidak memerlukan apa-apa lagi. Dilain pihak kalau sudah bahagia, adalah tidak masuk akal kalau orang mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan itulah yang baik dan bernilai pada dirinya.[4]
          Aristoteles justeru mengkritik gaya hidup hedonis sebagai hidup seperti bibatang karena menurutnya perasaan nikmat tidak khas manusiawi. Orang yang hanya mencari nikmat sama derajatnya dengan binatang. Namun kerena manusia bukan binatang, hidup seperti binatang tentu tidak membahagiakan. Jika kebahagian menjadi tujuan tertinggi, lalu bagaimankah cara untuk mencapainya? Menurutnya manusia adalah binatang yang berakal budi (animale rationale est), walau dia dikatakan binatang tetapi masih ada rationya. Binatang secara instingtual selalu mencari yang enak-enak saja, makan apa saja yang dapat dia makan tanpa harus mempertimbangkan apakah itu baik atau tidak. Binatang minum apa saja yang dapat dia minum, tanpa tahu apakah minuman itu berguna untuk tubuhnya atau tidak. Binatang kawin dimana saja tanpa pernah pertimbangkan apa yang akan orang katakan nanti. Itu semua menandakan bahwa binatang tidak punya ratio, dan hidupnya hanya bertujuan untuk memenuhi nafsu. Maka kalau masih ada manusia yang memang terlalu mendewakan kenikmatan, rationalitasnya diragukan. Aristoteles, untuk mencapai kebahagiaan itu ialah dengan mengaktifkan rationya yang diaktualisasikan dalam dua pola kehidupan, yakni dalam theoria dan praxis.[5]
          Theoria berarti manusia memandang atau merenungkan hakikat realitas secara mendalam, artinya berfilsafat karena dengan berfilsafat orang merealisasikan bagian jiwanya yang paling mulia dan obyek permenungannya ialah realitas yang tidak berubah, abadi dan ilahi. Itulah yang mungkin dalam agama disebut Tuhan. Dengan itu manusia mencapai kebahagiaan. Sementara praxis sederhanya ialah bertindak atau terlibat dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga yang kecil maupun dalam komunitas yang lebih besar dengan tanpa paksa dan demi kesejahteraan bersama. Maka jika itu tercapai saya juga pasti bahagia. Dari sini dengan mengikuti Aristoteles saya hanya mau mengatakan bahwa memang tujuan hidup manusia bukan untuk memuaskan nafsu, tetapi untuk mencari kebahagiaan. Karena jika hidup hanya sekedar memuaskan nafsu itu tidak berbeda dengan binatang, karena kita bukan binatang maka gaya hidup hedon tetu tidak baik. Hal ini yang harus kita jelaskan kepada para remaja supaya mereka tidak dianggap seperti binatang. Persoalanya apakah remaja mau mendengarkan penjelasan kita atau tidak. Memang jika hanya berbicara akan menjadi sulit untuk diikuti, tetapi perkataan itu dinyatakan dalam tindakan (action speak louder than words), maka saya sangat yakin bahwa itu bisa menginspirasi remaja kita, dan juga itu berarti filsafat kita sudah punya dampak.
       Berbicara tentang kabar gembira di tengah arus zaman modern ini sebenarnya sederhananya menurut saya ialah dimana kita menjelaskan kepada orang apa yang benar yang tentu kita tahui itu. Tentu kabar gembira tersebut ialah Yesus Kristus sendiri tetapi dengan filsafat yang benar kita sudah menyiapkan jalan bagi Yesus Kristus.

Penutup

       Hedonisme adalah penyakit modern. Nyata dalam remaja kita yang larut dalam pesta-pesta yang hanya menghabiskan waktu dan uang, minum-minuman keras yang justeru membawa dampak negative untuk diri dan lingkungan sosial, orgi/pesta seks dll. Orang mudah sudah banyak yang keliru dalam mengejar kebahagiaan dalam hidup, mereka terlalu sempit mendefenisikan kebahagiaan sama dengan nikmat. Maka langkah kita sebagai pelajar filsafat yang mengerti tentang kebaikan kebenaran tertinggi untuk menjelaskan kepada sesama remaja kita dengan pertama-tama kita menghiduinya (action speak louder than words), tindakan/gaya hidup kita inilah yang mengingspirasi kaum muda untuk kembali merefleksi diri tentang mencari kebahagiaan yang benar. Dengan mamakai kekayaan filsafat kita menginspirasi kaum muda untuk memahami bahwa ada hidup yang lebih penting dari sekadar foya-foya. Tentu masih banyak kekayaan pemikiran para filsuf yang dapat kita gali untuk memerangi salah satu virus modern ini. contoh yang saya ambil di atas hanyalah salah satu saja. Saya hanya mau mengajak kita semua pelajar filsafa untuk menanggapi realitas serta fenomenanya dari perspektif kita sebagai pencinta filsafat. Maka kehidupan yang baik, benar, indah (whats true, good, and beautiful) yang dicintai semua pencinta kebijaksanaan itu tercapai.
          Pengayaan ialah inspirasi dari kitab suci sebagai sumber wahyu. Mengingat kita juga sebagai agen pastoral, kekayaan kitab suci kita renung untuk mendapat nilai injilinya dan kita hidupi.



[1]Remajatentanghedonisme, kanisius Yogyakarta 1999 hlm. 19-20.
[2]  A. Mangunhardjana,  Isme-IsmedalamEtikadari  A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997, 90-92.
[3] Dr. HarunHadiwijono, Sari SejarahFilsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, 1980, 54-56
[4] Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual, Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm.70-72.
[5]Ibid.,

Oleh: Sintuz Bezy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...