UPAYA PASTORAL MENINGKATKAN PERAN SAKSI PERKAWINAN
DALAM
HIDUP BERKELUARGA DI PAROKI
BAB I
PENDAHULAUN
Dunia saat ini telah masuk ke suatu fase yang sangat
menjunjung tinggi kebebasan individu. Atas nama kebebasan ini, orang bisa
melakuan apa saja, yang penting tidak mencelakakan kebebasan orang lain. Dengan
kebebasan juga masing-masing indiviu mendapatkan hak privilasenya termasuk hak untuk
tidak boleh diganggu dan diatur oleh orang lain. Ini adalah fakta yang tidak
bisa kita pungkiri.
Gereja adala sekelompok umat beriman yang percaya kepada
Yesus dan pewartaan-Nya. Gereja lalu membuat suatu institusi yang sangat
teratur. Sebagai institusi besar maka aturan kehidupan bagi anggotanya mesti
diperhatikan. Selama 2000 tahun gereja berdiri ternyata didapatkan banyak
tantangan dari dalam tubuh Gereja itu sendiri, salah satunya adalah tentang
masalah hidup perkawinan. Di masa modern ini justeru kasus-kasus kehidupan
rumah tangga semakin marak. Banyak keluarga yang tidak dapat mempertahankan
bahtera kehidupannya hingga akhir hayat. Kasus perceraian sering kita saksikan
walau Gereja memakai istilah yang lebih halus yakni anulasi namun bagi saya faktanya
tetap sama yakni memisahkan pasangan yang tidak saling cocok lagi.
Menghadapi kompleksitas persoalan seputaran perkawinan
Katolik maka perlu yang namanya pembekalan-pembekalan teologis bagi pasangan
yang hendak menikah. Namun kali ini fokus ulasan saya merujuk pada peran saksi
perkawinan. Jika suatu pasangn dilihat semakin renggang dan jarang terjadi
kontak personal seharusnya saat itu peran saksi menjadi penting. Saksi
perkawinan adalah umat Allah atau segenap anggota Gereja yang hadir dalam
upacara perkawinan itu, tapi secara spesifik saksi perkawinan biasanya adalah
satu pasang suami isteri yang lebih tua dengan kriteria- kriteria rohani dan
moral yang memadahi, misalnya keluarga tersebut tidak pernah malas berdoa,
memiliki kehidupan yang baik di masyarakat, dan sebagainya. Sebab orang tua
sasksi perkawinan ini akan menjadi panutan kehidupan berkeluarga bagi pasangan
yang akan menikah. Sehingga jika terjadi persoalan dalam rumah tangga yang
sulit dicari jalan keluar, orang tua saksi mestinya menjadi solutor terbaik.
BAB II
UPAYA PASTORAL MENINGKATKAN PERAN SAKSI PERKAWINAN DI PAROKI
2.1 Perkawinan
Perkawinan adalah suatu sakramen yang mengikat pasangan
suami isteri. Dalam ajaran Katolik upacara perkawinan ini biasanya dilakukan di
Gereja atau tempat yang layak serta dihadiri oleh Imam sebagai perwakilan dan
perestu serta penyalur rahmat Kristus,
juga umat beriman sebagai saksi. Perkawinan itu dikatakn sah adalah kesepakatan
antara pihak laki-laki dan perempuan yang akan menjalani kehidupan bersama
hingga akhir hayatnya.[1]
Ciri-ciri perkawinan Katolik ialah satu dan tak
terceraikan. Artinya seorang laki-laki hanya memperistrikan seorang perempuan
dan tidak bisa lebih, begitupun sebaliknya, sekaligus tidak terceraikan hingga
akhir hidupnya. Tujuan perkawinan adalah kebahagiaan pasangan tersebut serta
melanjutkan keturunan, dan mendidik anak-anak yang dilahirkan.[2]
2.2 Saksi Nikah
Secara sederhana saksi nikah sebenarnya merujuk pada
orang yang menyaksikan secara langsung upacara pernikahan tersebut. Mereka yang
menjadi penjamin dan informan kunci bahwasannya ada pernikahan yang mereka
saksikan. Berangkat dari defenisi ini sebenarnya yang menjadi saksi nikah tentu
ialah semua orang yang hadir pada upacara perkawinan itu, sebab mereka malihat secara
langsung.[3]
Dalam KHK (kitab hukum kanonik) dikatakan bahwa perkawinan
itu sah juga bila ada saksi dua orang. Saksi inilah biasanya dipilih dari suatu
keluarga tertentu. Mereka dimintai kesediaanya oleh pasangan yang akan menikah.
Dua orang saksi ini sering disebut orang tua saksi atau bapa mama saksi. Ada
beberapa hal penting seperti yang sudah dikatakan di atas bawasannya orang tua
saksi ini akan menjadi panutan bagi keluarga baru. Panutan dalam hal kehidupan
berumah tangga baik secara iman maupun secara moral.
2.3 Upaya Pastoral
Meningkatkan Peran Saksi Perkawinan di Paroki.
Upaya pastoral meningkatkan peran saksi perkawinan ini
adalah suatu usaha dari pihak Gereja untuk memberi peneguhan atau imput-imput
positif bagi para saksi perkawinan atau bapa mama saksi. Pihak Gereja merasa
perlu meyakinkan para saksi ini bahwa peran mereka penting bagi suatu
perkawinan Katolik. Berikut ini saya akan menampilkan hasil bacaan saya tentang
betapa pentingnya peran saksi perkawinan bagi suatu keluarga baru apalagi di
era yang sangat kompleks ini. Saya temukan tulisan ini dari internet judulnya
ialah “Bapa mama saksi perkawinan tempat curhat saat mengalami masalah rumah
tangga.”[4] Beberapa poin yang saya
dapatkan ialah:
a.
Alasan pertama, bapa mama saksi itu sikapnya netral. Artinya, jika
keluarga baru ini bercecok maka bapa mama saksi bukan menjadi pendukung salah
satu pihak tetapi penengah dan penemu jalan keluar yang baik. Hal ini berbeda
jika pasangan pergi ke orang tua kandungnya akan ada kecendrungan orang tua kandung
pasti memihak anak mereka.
b.
Alasan kedua ialah cara hidup bapa mama saksi itu menjadi panutan
bagi pasangan yang sedang bentrok ini. Alasan mereka dipilih menjadi bapa mama
saksi tentu karena mereka memiliki kehidupan yang baik secara moral dan iman serta
sudah teruji sekian lama. Bahtera kehidupan rumah tangga telah dikarungi
berserta untung ruginya dan maju mundurnya. Paling tepat datang bertukar
pikiran dengan bapa mama saksi perkawinan.
Ini adalah pengandaian terburuk. Maksud saya ialah seandainya
keluarga baru mengalami persoalan dalam rumah tangganya maka solusi paling
tepat datang ke bapa mama saksi perkawinan. Ini adalah pengandaian keburukan
maka sebaliknya justeru jika perkawinan seuatu keluarga muda itu baik, bapa
mama saksi merasa sukses dalam misi mereka. Upaya pastoral peningkatan peran
saksi perkawinan di wilayah paroki yang paling tepat menurut saya adalah
memberi penyadaran kepada bapa mama saksi ini tentang betapa penting peran mereka bagi keluarga
baru, sebagai pihak yang netral dan panutan hidup moral serta rohani.[5]
BAB III
PENUTUP
Fakta bahwa perjalanan
kehidupan perkawinan selalu mengalami maju mundur tidak bisa dipungkiri. Namun
dalam semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Begitupun kompleksitas masalah
perkawinan Katolik dewasa ini, suatu upaya agar perkawinan bisa diselamatkan
dan terhindar dari ancaman “perceraian” (anulasi) maka pihak gereja melalui
kegiatan pastroral selain selalu mendampingi pasangan bersangkutan tetapi
membangkitkan semangat dan peran saksi perkawinan atau yang disebut sebgai
orang tua saksi. Mereka bisa menjadi orang-orang andalan sebab mereka lebih
paham kehidupan berkeluarga daripada pastor atau diakonnya.
Upaya pastoral untuk meningkatkan peran saksi perkawian
paroki adalah suatu usaha yang baik demi memberi imput positing bagi para saksi
bahwa mereka itu sangat penting perannya bagi suatu keluarga baru yang masih
tertati-tati menata kehidupan rumah tangganya. Dua hal penting di atas yang
menandakan saksi perkawinan itu sangat penting yakni a, mereka netral, b,
mereka adalah panutan kehidupan keluarga baru. Dengan dua hal ini saja maka
para saksi perkawinan bisa menjadi penyelamat bagi setiap kasus perkawinan yang
terancam bubar.
SUMBER BACAAN
1. https://www.kaj.or.id/dokumen/kursus-persiapan-perkawinan-2/hukum-gereja-mengenai-pernikahan-katolik.
2. https://yrwidadaprayitna.wordpress.com/2015/10/11/saksi-nikah-apa-atau-siapa/.
[1] https://www.kaj.or.id/dokumen/kursus-persiapan-perkawinan-2/hukum-gereja-mengenai-pernikahan-katolik. Diakses pada hari Kamis 11
Februari 2021, jam 11.00 pagi. File disimpan di catatan penulis.
[2] Ibid.
[3] https://yrwidadaprayitna.wordpress.com/2015/10/11/saksi-nikah-apa-atau-siapa/. Diakses pada hari Kamis 11
Februari 2021 jam 11.15 pagi. File disimpan di catatan penulis.
[4] http://kompasiana.com/dosom/5e588bb7097f3658a54b5572/bapa-mama-saksi-perkawinan-tempat-curhat-saat-berhadapan-dengan-masalah-rumah-tangga.
Diakses pada hari Kamis 11 Februari 2021, jam 11.30 pagi. File tersimpan
pada catatan penulis.
[5] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar