Jumat, 12 Februari 2021

12022021

 

12022021

Angka unik dan terjadi hanya sekali dalam sejarah peradaban manusia yang hidup di tahun masehi ini. Aku mungkin tidak akan menafsirkan apa arti dari tanggal manis itu tetapi aku mesti menjadikan tanggal ini manis dengan suatu kenangan tertentu. Dua hari lagi perayaan Valentine Day, itu justeru tanggal manis yang disepakati dan menjadi hari kasih sayang. Tanggal hari ini tidak pernah disepekati untuk terjadi. Semuanya mengalir dan terjadi apa adanya sesuai dengan kalenderium masehi.

Anak-anak muda mungkin memilih hari ini sebagai hari tunangan atau hari jadi atau mungkin hari pernikahan sehingga kenangan akan tetap terpatri sampai akhir hayat mereka. Tanggal unik biasanya selalu diisi dengan peristiwa yang istimewa. Dan aku selalu mengininkannya walau itu tidak mungkin, sebab aku begitu jauh dari dunia. Semua pengalaman romantis yang seharusnya aku nikmati tidak akan pernah terjadi padaku. Bukan karena apa- apa tetapi itulah konsekwensi suatu pilihan hidup. Hingga saat ini aku malah menjadi tidak paham dengan pilihan ini. Mengapa mesti menghandiri hal-hal yang seharusnya aku alami? Masa remajaku habis dalam kehidupan yang serba terbatas ini, kehidupan layaknya anak remaja alami malah nyaris tidak pernah terjadi kepadaku. Apa maksud semua ini? Apa mungkin hingga  aku mencapai masa  tua dengan kenyataan ini? Apa aku harus mengunci semua hasratku, semua banalitasku, semua ekspektasiku tentang kehidupan ini yang sesungguhnya? Kehidupan yang penuh tantangan, darah dan keringat, tapi juga senyum dan tawa bahagia.  Hmmmm.

Rata-rata masa remaja untuk orang Indonesia dimulai sejak umur 17/18 tahun hingga 30 tahun. Selebihnya, orang tergolong ke fase berbeda yang disebut masa dewasa. Suatu pemahaman yang sama diterima di selurh pelosok Indonesia juga biasanya, remaja diidentik dengan belum menikah. Sehingga yang sudah menikah walau masih umur belasan tahun Ia sudah tergolong dewasa. Apa arti dewasa? Dewasa bagiku sederhana ialah suatu fase dimana orang sudah terkekang dengan berbagai hal. Terkekang dengan komitmen, cinta,  harga diri, harta kekayaan dan lain-lain. Pada masa ini orang menjadi sangat bertanggung jawab terhadap perbuatannya, keputusannya seta apa yang Ia miliki.  Sedangkan masa remaja adalah fase kemerdekaan, ruang pengekspresian diri sangat besar, masa mencoba-coba, pencarian jati diri, mengalami cinta, berbuat apa saja tanpa harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang besar. Masa ketika seseorang belum terikat oleh hal-hal di atas.

            Hampir dipastikan bahwa semua orang ingin tetap terlihat sebagai remaja, sehingga darinya muncul istlah “peremajaan” atau dalam perkomputeran disebut refresh. Yah, remaja adalah masa fresh, segar dan ideal secara biologis. Banyak atlet mengalami masa kesuksesan justeru mereka yang berusia remaja, sebab remaja sebenarnya surga biologis. Tapi defenisi ini tidak mutlak sebab dalam realitas yang berbeda, remaja tidak selalu surga.  Bagi sebagian orang yang kebabalasan menerjemahkan arti remaja ini justeru tersiksa dan menderita oleh sebab keliru mengaktualisasikan remaja yang seharusnya. Bayangkan anak-anak yang hamil di masa mudanya oleh karena kebebasan, anak muda yang harus mengakhiri hidupnya hanya karena putus cinta, anak-anak muda yang terjebak dalam dunia narkotika dan seks bebas. Itu semua adalah akibat dari kebabalasan remaja.

            Fakta-fakta ini yang meyakinkanku bahwa pilihan hidupku sebenarnya sudah sangat tepat. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika aku tidak bergabung menjadi biarawan, apa aku masih menikmati masa remaja hingga saat ini? Atau jangan sampai aku sudah terjebak dalam narkotika, atau mungkin aku telah membangun suatu keluarga dengan pasangan yang ternyata tidak aku sukai lagi, tapi tetap harus mempertahankannya sebab itulah komitmen? Atau jangan sampai aku ternyata  sedang berada di bui oleh karena kasus pemerkosaan, pencurian? Aku tidak tahu! Denganya aku bersyukur sebab pilihanku tepat, bahwa aku tidak mengalami semua kejadian terburuk yang tidak pernah aku bayangkan. Pihak keluarga dan kenalan bahkan sangat men-support aku, bahwa setidaknya aku dididik di biara, tempat yang ideal dalam bayangan mereka, tempat seorang remaja tidak mungkin melakukan hal terburuk yang bisa dilakuakn oleh seorang remaja biasa.  Tapi apakah hidup membiaraku ini adalah pelarian dari realitas masa muda yang mungki saja  suram bagiku? Pada tataran ini akupun tidak tahu! Aku tahu bahwa aku tidak tahu.

            Hidup memang suatu misteri, orang bisa merencanakan tetapi Ia tidak dapat memastikan bahwa itu akan terjadi seratu persen. Aku mungkin beruntung memilih hidup membiara, terhindar dari segala kemungkinan buruk yang bisa aku lakukan jika aku tidak menjadi biarawan. Tapi dalam refleksiku, pencarianku dan permenungan yang terus menerus terkadang aku bertanya, apakah memang jika aku di luar maka segala hal buruk itu bisa terjadi padaku? Teryata itupun belum tentu pasti terjadi. Hari-hari ini aku semakin ragu dengan panggilanku ini. Benarkah pembentukan karakter seorang anak muda Khatolik yang paling tepat adalah di seminari? Belum tentu benar. Banyak orang-orang suskses yang tidak pernah mengalami masa formasi seminari. Tapi suteru banyak seminarian atau biarawan yang buruk dan bahkan lebih buruk dari kemungkinan buruk yang dapat orang luar lakukan. Fakta membuktikan bahwa pernah terjadi ada pastor yang membunuh suster karena ketahuan suster sudah hamil hasil dari hubungan gelap mereka berdua. Lalu Ia menguburkan suster itu secara diam-diam tanpa seorangpun yang tahu. Sedangkan pastor tersebut tetap menjalani tugas-tugas pastoralnya dengan santai, hhingga kasusnya diketahui publik barulah Ia mengakuinya. Bayangkan sekian lama pastor tersebut hidup dalam dua pribadi yang berbeda, sebagai orang baik dan suci sekaligus penjahat kemanusiaan kelas kakap. Padahal Ia tetap mengajaran umatnya tentang pentingnya kejujuran. Ada uskup yang memiliki isteri simpanan, ada banyak biarawana yang memiliki gaya hidup berbeda 180 derajat dari ajaran Yesus. Terkadang aku menyimpulkan secara naka “Menjadi seminarian atau biarawan tidak mutlak karakternya baik.”

            Selain kesimpulan kecil itu, aku juga mengafirmasi banyak hal lain, yang tentu akan aku bahas pada kesempatan berbeda, yakni “Menjadi kudus tidak harus masuk biara”. Menjadi orang baik tidak harus jadi seorang biarawan. Tanggal manis sebagai tahun baru Cina hari ini 12022021 meninggalkan kenangan serba absurd bagiku, sebab aku tidak memaknainya sebagai tanggal manis seperti anak-anak remaja seumuranku. Pada tanggal ini aku justeru memikirkan ulang panggilanku dan berniat untuk berbalik arah. Maaf ini bukan refleksi rohani, bukan analisis filosfis-teologis ini cuman ungkapan isi hati dari seorang musafir cinta yang terjebak dalam pilihannya untuk menemukan Sang Cinta Sejati dengan kehidupan membiara. Ini goresan akhir hari dariku di penjara suci ini yang merasa perlu untuk menguji kehidupan panggilanku. Sebab hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi. (Platon)

 

Sintuz Bezy, Jumad 12022021

Biara Karmel Jogja.

5 komentar:

  1. Holla mi amigo..

    Tentunya menjalankan suatu komitmen tidaklah gampang. Akan ada suatu titik di mana kita ragu menjalankan apa yang telah kita pilih..
    Kadang saat menjalani hidup kami berpikir, jika masuk biara apakah tidak akan mengalami masa² sulit seperti yang kami hadapi sekarang?

    Saya pribadi yakin setiap jalan yang kita pilih adalah yang terbaik jika kita mengusahakannya. Sebagai awam dan biarawan, kita memiliki porsi tantangan dan masalah yang berbeda. Kita tidak mungkin menghindarinya dan malah harus menghadapinya. Itulah hidup


    Heheheheheh✌️

    Selain itu, tanggal manis itu juga emmm menjadi hal yang biasa untuk saya, dan saya yakin banyak juga remaja yang berpikir begitu.
    Seperti halnya frater akan mengatakan bahwa di dalam biara ada juga tantangan² yg akan kita hadapi, tidak selamanya tenang, saya juga akan mengatakan kalo kehidupan di luar biara tidak selamanya indah.. ☺️ Justru lebih banyak yang menghabiskannya untuk bersama keluarga dan teman² daripada mengurus soal cinta
    Percayalah frater cinta itu 25% saja senangnya😂 50% perjuangan yang belum tentu berakhir baik dan 25% nya lagi sakit hati😂😂 Tapi disitu seru dan kenangannya



    BalasHapus
  2. Helo Mi Amigo. Sy tahu siapa yg komen ini.
    Terimakasihh yah. Paling tidak kamu telah berbagi ttg pengalaman kehidupanmu dri perspektif org awam. Yah itu yg TDK pernah sy rasakan.

    BalasHapus
  3. Happy valentine day ka. Dalam tulisan ini aku menemukan kejujuran penulis. Satu hal yang perlu aku apresiasi bahwa seorang biarawan berani mengungkap satu sisi yang dari sudut pandang awam kami dan saya secara khusus terlihat begitu 'sempurna'. Aku juga sebagai remaja awal 20 an penuh dengan berbagai macam pertanyaan yang kemudian menghadirkan rasa cemas dan ingin mengetahui jawaban secara cepat pula karena begitulah manusia(kek indomie). Maaf agak sharing sedikit yaa wkkwk. Aku secara pribadi mengalami banyak pergumulan salah satunya adalah aku cemburu dengan kehidupan para biarawan/wati "Mengapa hidup mereka sempurna yaa?" Lalu aku menyadari bahwa kita saling cemburu terhadap kehidupan kita,kaumku(awam) terhadap kaummu kaummmu terhadap kaumku. Tapi terlepas dari semua itu aku secara pribadi sedang dan akan selalu belajar dalam segala hal. Terima kasih. Salam dewasa dan kejujuran🌼

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trima kasih yh....hehehe pertama krna sudah membaca tulisan ku, kedua karena mau sharing pnglmn hidup perspektif awam. Yh memang begitulah hidup... Aku kdg TDK paham, mana yg baik sih sbnarnya. Tapi rupanya ke manapun dan apapun status kita tantangan sllu ada..tinggal cari cara menghadapinya.. Life is problem solving

      Hapus

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...