Kamis, 01 November 2018

Genosida PKI sebagai Pelecehan Kemanusiaan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Pengantar
Pemimpin Besar Revolusi, juga salah satu founding fathers bangsa Indonesia, Dr. Ir. Soekarno dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966 mengujarkan "Jasmerah".  Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Dalam pidato itu Presiden menyebutkan antara lain bahwa kita menghadapi tahun yang gawat, perang saudara. Perang saudara yang dimaksud Presiden Soekarno adalah antara anak bangsa, dimana satu menyalahkan yang lain. Antara kubu Komunis melawan kubu Pancasilais, dan klaim Soeharto yang menyatakan dirinya sama dengan Pancasila.[1]
Sejarah itu wajib dikatahui oleh anak bangsa, direkonstruksi ulang demi suatu pemahaman yang benar. Sejarah harus ditulis. Pramoedya Ananta Toer pernah berujar “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah”.[2]  kata-kata ini sebagai penegasan terhadap Jasmerah, bahwa tulislah agar sejarah tidak pernah dilupakan. Fakta ada bahwa Indonesia pernah mengalami perang saudara, pernah ada usaha penggantian ideology bangsa, dan pernah hidup seorang tokoh yang berusaha menjaga Pancasila sampai menghianati nilai-nilai kemanusiaan. Hal itu nyata dalam G30SPKI dan Kebrutalan Orba, serta diktatoriat Soeharto.
Semua telah menjadi sejarah, namun sejarah bukan hanya dipahami sebagai peristiwa masa lalu yang sudah lewat. Sejarah adalah dinamika hidup manusia dalam horizon waktu. Dengan kata lain sejarah adalah cara berada manusia dalam menghayati hidupnya dengan menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan membukakannya dengan masa yang akan datang. [3] Bahwa bangsa Indonesi pernah diwarnai masa lalu dengan kebangkitan PKI, masa kini isu itu muncul kembali. Bahwa bangsa Indonesia pernah tergiur dengan propaganda Orba, kini dengan cara yang berbeda mencuat kembali ke permukaan.
 Dalam tulisan (Makalah) singkat ini, kami sebagai pemerhati sejarah dan juga pencinta Pancasila yang benar dengan dibantu oleh sumber-sumber yang bisa kami dapatkan, berusaha meluruskan sejarah, bahwa klaim Soeharto = Pancasila itu justeru melecehkan Pancasila tersebut. Genosida terhadap anggota dan simpatisan PKI adalah pengkianatan terhadap sila ke-2 Pancasila “Kemansiaan Yang Adil dan Beradab”. Dengan dipandu oleh rumusan masalah di bawah kami member judul makalah ini “Genosida terhadap anggota dan simpatisan PKI sebagai pelecehan terhadap sila ke-2 Pancasila.”
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1       Apa Hakekat sila ke-2 Pancasila?
1.2.2       Apa itu genosida terhadap anggota dan simpatisan PKI?
1.2.3       Mengapa genosida kepada anggota dan simpatisan PKI sebagai pelecehan terhadap sila ke-2 Pancasila?
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1       Untuk mengetahui perkembangan PKI dari dulu hingga saat ini.
1.3.2       Untuk memahami indoktrinasi Soeharto demi kedudukannya.
1.3.3       Untuk mengetahui sejarah yang benar, bahwa genosida terhadap anggota dan simpatisan PKI sebagai salah satu usaha kudeta dari Soekarno oleh Soeharto.
1.3.4       Demi mendapat nilai tugas kelompok, dari dosen pengampuh mata kuliah Filsafat Pancasila.
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1       Sebagai pengetahuan tambahan tentang sejarah, dan juga kaitannya dengan isu-isu terkini di Indonesia.
1.4.2  Sebagai sumbangan terhadap Fakultas Filsafat, dalam mengkritisi fakta dan rekayasa G30SPKI.

BAB II
GENOSIDA TERHADAP ANGGOTA DAN SIMPATISAN “PKI”
SEBAGAI BENTUK PENKHIANATAN KEMANUSIAAN,
PELECEHAN SILA KE-2 IDEOLOGI PANCASILA.
2.1 Hakekat Pancasila
            Pancasila adalah ideologi politik[4] bangsa Indonesia. Hari lahir pancasila tanggal 1 Juni 1945. Di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Soekarno dalam pidatonya yang terkenal itu menawarkan dasar bagi Indonesia merdeka, filosofi bangasa yang di atasnya Indonesia berdiri. Yang pertama ialah kebangsaan Indonesia/nasionalisme, yang kedua ialah internasionalisme/peri kemanusiaan. Dasar ketiga yakni mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan/demokrasi. Prisnsip keempat adalah kesejahteraan sosial, tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Dan prinsip terakhir ialah Ketuhanan.[5]
            Soekarno juga memerasnya manjadi tiga sila, yaitu sosio-nasionalisme (gabungan dari nasionalisme dan kemanusiaan), social-democratie (gabungan dari demokrasi dan kesejrahteraan), Ketuhanan.[6] Lalu diperas lagi menjadi satu dasar itulah yang disebutnya “Gotong Royong”.[7] Pancasila menjadi trisila dan trisila menjadi ekasila.
            Pancasila yang kita kenal saat ini bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal. Dimulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.  Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [8] Negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia, maka manusia adalah subyek pendukung pokok negara. Negara adalah, dari oleh dan untuk manusia. Tanpa manusia negara tidak ada.
            Nilai kemanusiaan bersumber pada dasar filosofis antropologis, bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kofrat individu dan mahluk sosial, kedudukan kodrat mahluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Negara harus menjamin harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab. Mengindahkan Hak asasi sebagai hak dasar, sebab kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan. Ini merupakan perwujudan nilai kemanusiaan sebagai sebagai mahluk yang berbudaya, bermoral dan beragama.[9]
2.2 Genosida terhadap anggota dan aktivis PKI sebagai pelecehan sila ke-2 Pancasila.
2.2.1 Genosida di Indonesia.
            Genosida adalah suatu bentuk perbuatan yang tidak memuliakan HAM, yang dilakukan dengan sengaja dengan maksud untuk menghilangkan, menghancurkan serta memusnahkan sebagian atau seluruh kelompok baik itu ras, kelompok etnik, agama maupun bangsa. Dengan cara menyebabakan penderitaan fisik mental ataupun membunuh.
Dalam konteks Indonesia genosida nyata ketika Soeharto sebagai pemimpin otoriter dan dengan otoritasnya lalu disalahgunaka. Adapun Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah surat perintah yang ditandatangani presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.[10] Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu. Dengan supersemar[11] ini Soeharto seolah-olah mendapat legitimasi atas kekuasaanya, kebrtulannya. Soeharto sejak G30SPKI 1965-1966 hingga kudeta terhadap Seokarno 1966 berhasil menumpas jutaan anggota dan simpatisan PKI, demi keutuhan Pancasila menurutnya.
2.2.2 Genosida sebagai Rekayasa Soeharto
Pembunuhan masal oleh rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto sebenarnya adalah suatu rekayasa yang mengatasnamakan Pancasila demi mendapat kedudukan dan mempertahankannya. Menurut Radis Bastian, rakyat Indonesia dicekoki dengan sejarah “palsu”. Film G30SPKI yang menjadi tontonan wajib pada era ORBA hanyalah propaganda Soeharto.[12] G30SPKI tidak murni tindakan PKI, mereka hanya bermaksud untuk menculik 7 jendral yang dicurigai akan mengadakan kudeta terhadap Presiden Soekarno. PKI tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan militer dan jika dapat, mengambil alih kekuasaan demi terjalanya ideology komunis dimana dijunjung tinggi persamaan, anti kapitalis dsb.
Jika genosida adalah pembantain terhadap orang banyak yang berbeda suku, ras negara ataupun ideology, maka korban kebrutalan Soehaarto kira-kira 500.000 orang.[13] Yaitu anggota dan simpatisan PKI adalah genosida. Ini adalah tidakan yang tidak manusiawi. Soeharto telah merekayasa sejarah, dan bahkan Dia juga adalah dalang dari terbunuhnya 7 jendral itu.[14]
2.2.3 Genosida PKI adalah Pelecehan sila ke-2 Pancasila
            Pembantaian sejak 1965-1966 kepada semua anggota PKI dan simpatisannya adalah sutau perbuatan yang sangat kejam. Tidak terpuji. Tidak Pancasilais. Kenapa? Karena Pancasila teristimewa pasal ke-2 berbicara tentang “kemanusiaan yang adil dan beradab” itu berarti sebagai warga negara saling menghargai, dilandasi oleh moral kemanusiaa, dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hokum, sosial dsb. Moral bawaan manusia dimana saling menghargai, saling menjaga keharmonisan.[15]
            Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai mahluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil, dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan orang lain dengan lingkungannya dan dengan Tuhan. Konsekwensinya ialah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggan rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.[16]
            Soeharto walau mengklaim diri penjaga ideologi Pancasila, tetapi sebenarnya tidak Pancasilais. Sejarah ini sebagai pembelajaran untuk terus mengkritisi manipulasi masa lalu demi terciptanya masa kini yang baik. Dasar negara kita selagi belum tergantikan dengan ideology baru dan tidak akan tergantikan pula, maka tidak ada alasan untuk tidak menerima dan menghidupinya. Sebagai bahan pembelajatran Pancasila terus dipelajari tetapi sebgai ideology dia adalah final. Soeharto bukan penjaga keutuhan Pancasila yang selalu kita peringati setiap tanggal 01/Oktober adalah hari kesaktian Pancasil. Bukan kesaktian Soeharto.

BAB III
PENUTUP
      Politisasi Isu Kebangkitan PKI terus dikoarkan. Apalagi bangsa kita sedang dalam tahun Politik menjelang Pilpre 2019 mendatang. Bahwa PKI akan bangit kembali, bahwa siapa saja yang menyatakan dirinya PKI harus dihabiskan, selalu muncul dan ramai diperdebatkan dalam media setiap hariny. Perkembangan bangsa  tidak pernah terpisah dari masa lalu. Entah itu baik ataupun buruknya masa lalu tersebut.
      Isu kebangkitan PKI terus mewarnai panggung politik. Dan sebagai satu ideology sebenarnya PKI sudah dilarang di Indonesia, karena PKI tidak Pancasilais. Namun bukan berarti Komunisme, Marxisme, Sosialisme tidak perlu dipelajari. Sebagai ilmu pengetahuan itu wajib dipelajari karena sejarah bansa tidak terluput dari perkembangan ideologi tersebut.
      Persoalan dalam makalah yang telah diuraikan di atas, bukan tentang ideology PKI, tetapi lebih menyorot kepada bagaiaman seorang Soeharto menanggapi perkembangan PKI. Dengang legitimasi kekuasaan yang sebenarnya diberikan rakyat kepadanya, justeru digunakan untuk membantai 500.000 anggota dan simpatisan PKI. Hal inilah yang tidak boleh terjadi lagi dalam hari-hari mendatang. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Padahal jelas-jelas sila ke-2 Pancasila menunjukan bahwa warga harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
      Dengan berkembangnya isu kebangkitan PKI yang dipolitisasi sebenarnya, opini public diombang-ambing antara boleh sejarah wajib sesua kebijakan negara harus menonton fils G30SPKI atau itu hanya propaganda Militer (AD) untuk mengangkat kebesarnya di masa lalu. Masyrakat harus kritis menanggapinya. Jika masa lalu itu penuh dengan kontroversi, penuh dengan rekayasa, maka kewajiban untuk menonton film terbut sebenarnya adalah usaha untuk pemerintah untuk memaparkan kebobrokan masa lalu. Film itu terlalu subyektif mengangkat nama Soeharto tetapi setelah Orba runtuh segalanya terang benderang.
      Isu-isu sekarang yang sedang berkembang, menjadi cambuk juga untuk membuka kembali lembaran-lembaran yang telah hilang di masa lalu. Kebenaran harus ditegakkan. [17]

DAFATAR PUSTAKA
Sumber – Sumber Buku:
·       Bastian, Radis., Tokoh-Tokoh Gelap Yang Terlupakan Dalam Peristiwa G30S, (Jogjakarta: Palapa, 2013).
·       Darasa, Roso., Total Bung Karno, Serpihan Sejarah Yang Tercecer, (Depok :Imania, 2013).
·       Darmawan, Ikhsan., Mengenal Ilmu Politik, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015).
·       Dwi Sucipto, Herman., Kontroversi G30S, (Jogjakarta: Palapa, 2013).
·       Kaelan,  Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008 ed-8).
·       Sihotang, Kasdin., Filsafat Manusia, Upaya Membangkitkan Humanisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2019).

Sumber Koran:
·       Usman Hamid, Politisasi Isu Kebangkitan PKI, (Kompas, 2 Oktober 2018), hlm. 7

Sumber Internet :
·       https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%931966




[1] Usman Hamid, Politisasi Isu Kebangkitan PKI, (Kompas, 2 Oktober 2018), hlm. 7
[2] Ikhsan Darmawan, Mengenal Ilmu Politik, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015) hlm. vii
[3] Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia, Upaya Membangkitkan Humanisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2019), hlm. 125-126
[4] Ideologi politik dapat didefenisikan sebagai sekumpulan ide yang bertalian satu sama lain dan bersifat logis, yang menjadi pijakan untuk dilakukannya tindakan politik yang dilakukannya dengan terorganisir, baik ideology itu ditunjukan untuk menjaga, memodifikasi atau bahkan menggulingkan system hubungan kekuasaan yang ada. (Ikhsan Darmawan, 2015 : 165).
[5] Roso Darasa, Total Bung Karno, Serpihan Sejarah Yang Tercecer, (Depok :Imania, 2013), hlm. 296-322
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Prof. Dr. Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008 ed-8), hlm. 60
[9] Ibid., hlm. 80-81.
[10] 1966 menjadi tahun yang penuh carut-marut, Keadaan negara secara umum dalam situasi kacau dan genting., Untuk mengontrol keadaan yang tak jelas akibat pemberontakan G 30 S/PKI., Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.,Untuk mengembalikan situasi dan wibawa pemerintah. Maka supersemar dibuat.

[11] Supersemar masih belum jelas kebenarannya. Entah ada atau tiada, dan jikapun ada sulit diyakini bahwa itu benar-benar isi perintah Soekarno, jika benar Soekarno memerintahkan untuk mengambil alih pemerintahan pasti ada tekanan dari pihak Soeharto.
[12] Radis Bastian, Tokoh-Tokoh Gelap Yang Terlupakan Dalam Peristiwa G30S, (Jogjakarta: Palapa, 2013), hlm. 5-8.
[13] https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%931966
[14] Herman Dwi Sucipto, Kontroversi G30S, (Jogjakarta: Palapa, 2013), hlm. 174-175
[15] Prof. Dr. Kaelan, M.S., Loc.Cit.
[16] Ibid.
[17] Usman Hamid, Ibid.


Penfui, Jumad 02-November-2018 oleh Sintuz Bezy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...