Minggu, 03 Maret 2019

revolusi sampe mati



“REVOLUSI SAMPE MATI!!!!!”
Catatan:
1. Drama ini dipentaskan oleh para frater Filsafat, biarawan OCD Kupang, terinspirasi dari novel berjudul “belis imamat ”karya Inyo Soro, SVD dan diramu ulang oleh anggota Litbul, serta disusun kembali oleh Sintus. Dipentaskan pada tanggal 25 Januari 2019, di aula biara Karmel San Juan Kupang, dan mendapat pujian dari Pater Superior (P. Abdul).
2.    Nama-nama peserta, Litbul IV (Liturgi bulanan), bros. Sintus, Tony, Vian, Us Leu, Domi, Renol, Faris.
3.   Pemeran a) Pengusaha =Sintus. Pengawal= Tony dan Domy. Petani=Vian, Uss, Renol, Faris. Musisi=Renol, Uss, Faris. Pemuda=Vian. B) Puisi=Us Leu, Renol.
4. Isi: Drama ini menceritakan tentang system pemerintahan saat ini yang lebih memihak pada kaum kapitalis. Sehingga sulit terciptanya keadilan sosial. Dan menjadi tambah paradoksnya ketika para pemimpin agamapun terlibat dalam penindasan ini. Mereka yang seharusnya menjadi corong pejuang keadilan malah, suara mereka diredam oleh sogokan-sogokan kaum kaya. Ceritanya diramu ulang, terisitimawa kata-katanya diberi tambah konsep-konsep filsafat sejauh dengan pertimbangan bahwa audience adalah para pelajar filsafat.




“PENINDASAN PROLETARIAT, KRITIK AGAMA OLEH KARL MARX”
Pembukaan :
Selamat malam para pemuda. Selamat malam pejuang keadilan. Selamat malam para faylasuf, foolofsophy, para pemikir. Selamat malam religious. Selamat malam untuk anda semua. Selamat datang di panggung teater kehidupan ini. Mari bermenung bersama tentang ketimpangan sosial yang memilukan. Tertawalah usaha politisasi identitas. Tak dapat dipungkiri bahwa sosialisme itu tetap utopis!!! Demokrasi kontemporerpun tak dapat menyelesaikan ketimpangan ini. Feodalisme, kapitalisme, bahkan klerikalisme, bukankah itu hidup sekarang?Fakta adalah fakta! Hingga kapan? Tidak pasti! Bahwa ada sebagian besar orang yang dirugikan dan segelintir lainya mendapat keuntungan. Bahwa ada segelintir yang mengendalikan kehidupan dan masyrakat kecil bak bebek yang digiring sekehendak tuannya. Bukankan ini pilu? Derita? Serta olok-olokan bagi humanisme, eksistensi Tuhan dipertanyakan. Itulah drama kehidupan, apakah tidak dapat dirubah? Bisa!! Lalu siapa? Kita, para pemikir, kaum muda, religious. Tidak harus menjadi Marxis dulu untuk revolusi. Perjuangan kita adalah, humanisme.“Liberte, Fraternite, Egalite.”
       Marilah melalui drama singkat berikut, bersama Litbul IV kita semua berefleksi tentang filsafat Marx teristimewa teori kelas dan kritiknya terhadap agama….. selamat menyaksikan.
(sebelum narrator selesai membacakan naskah, personel anggota litbul semua menuju panggung untuk menyanyikan lagu pembukaan).
Lagu :Do=A
Pusara tak Bernama
Dalam belaian angin gersang di atas bukit nan sepi
engkau terbaring dalam tidurmu yang gelap
dalam temaram senja kelabu, di sisi lorong yang sepi
engkau tertidur di kesunyian abadi
engkau tak dikenal namamu, di lembaran bunga bangsa
engkau dilupakan jasamu di lembaran sejarah
Reff: Pusara tak bernama
Kau ditinggal terlantar penuh debu
Pusara tak bernama
Siapa pemilikmu sejak itu
Pah…. La… wan
Intro…. Modulasi ke Bes
Dalam belaian angin gersang di atas bukit nan sepi
Engkau terbaring dalam tidurmu yang lelap
Dalam temaram senja kelabu di sisi lorong yang sepi
Engkau tertidur di kesunyian abadai
Engkau tak dikenal namamu di lembaran bunga bangsa
Engkau dilupakan jasamu di lembaran sejarah
Reff,
(Pembawa puisi maju selangkah kedepan dan mulai membacakannya sebelum lagu selesai dinyanyikan. Bacakan puisi penuh emosi. Ingin menentang tapi tidak mampu).
Puisi :Tangisan Lilin Kecil”(Oleh Lorens Gabun).
“Tangisan Lilin Kecil”
Sebuah jeritanbagi para penambang

Di bayang kegelapan ini aku berdiri
Menerawang asa dengan berkas sinar yang rapuh
Menyendiri tanpa seorangpun peduli
Sedang musuh kegelapan mengerumuni aku
Mencengkram dan mencekik cahayaku.
Raga  merapuh
Tak sanggup bendingamuk kegelapan

Mereka berteriak-teriak tidak mengambil nyawaku
Demi sebuah pesta tanpa cahaya
Sebuah pesta dimana tawa geni torang rakus.
Bergemuru laksana laksana mesin bor
Merayap kedinding-dinding kehidupan
Dengan sobekan-sobekan yang besar
Kuingin membela amara kehidupan dalam ruang semesta ini
Melawan kegelapan berkas-berkas sinarku
Tapi apa dayaku…?
Aku hanya sebangsa lilin yang mudah leleh
Dan cahayaku cuman  beberapa senti sekelilingku
Sekali tiup akur oboh dan mati
Sedangkan kematianku tak satu pun ditangisi…..
Narator:
Pada hari itu, di suatu desa di kecamatan Riung, ketika para petani kecil, penjual sayur, pedagang kaki lima, kaum marhaen. Dari anak -anak hingga orang tua, lelaki maupun perempuan. Berkumpul di balai Desa untuk menyaksikan konser dari artis local. Sebagai hiburan satu-satunya selain seks. Bagi marhaen tidak ada yang lebih berarti dari hidup ini selain mendapatkan sesuap nasi. Bahkan konser malam itupun serasa surga. (para personel konser: Renol, Uss dan Faris masuk panggung dengan membawakan alat-alat musiknya)…. System terasa tidak bisa menolong marhaen untuk keluar dari keterpurukannya. Konser sebagai surga kecil di desa ini malah diakhiri dengan tangisan pilu. Kaum feodal, sekarang kapitalis terus menggerus dan menindas marhaen sekarang proletar, dalam berbagai cara dan kesempatan….
Suasan Konser :
(para petani, sedang berpesta kecil-kecilan. Seorang bermain gitar sambil menyanyikan lagu “Rame Rentok”. Bersamaan dengan itu mereka berbagi suka cita dengan menari bersama. Para petani tetap berpesta hingga  Polisi datang dan menghentikan pesta mereka).
Rame Rentok
Rame rentok mai rame ge…..
Patas golo rame, rame ge….
Buang suling, mai rame rame
Rame adat adat Riung eee..
Ooooo…. Oooooo. Ooooo.
More sama-sama, lako sama-sama
Rame adat-adat Riung eww.
Polisi :
(bunyi sirene – patroli). Seseorang mengeraskan suara sound, yang berbuyi sirene polisi).
Adegan  1.
(Ketika lagu sedang dinyanyikan oleh sekelompok musisi yang menghibur masyarakat, tiba-tiba terdengar bunyi sirene yang mengacaukan acara hiburan masyarakat di sebuah daerah. Belum kekacauan sepenuhnya terjadi para musisi berlari anter gopoh-gopoh mengangkat properti musik milik mereka). (catatan jadi yang sedang menyanyi di panggung adalah musisi. Mereka menghibur masyrakat. Andaikan bahwa penonton itu masyarakata).
Polisi :
“Tangkap Mereka!...... Tangkap!!!!!!!!!!” (Polisi yang teriak, bukan pengusaha, polisi menangkap musisi, serta mengkocar-kacir koser tersebut). “dasar bodoh… miskin… orang-orangkalah… mengapa kamu ingin menghibur petani-petani yang tidak mampu membayar suara-suara emasmu.? Mengapa kamu berani berkonser di atas tanah yang bukan milikmu lagi..? angkat tangan kalian!!!!! Jangan bodok! Petani-petani kecil itu tidak pantas mendengar suara kalian. Mereka hanyalah orang-orang malas yang terlalu nyaman dan gembira dengan kemiskinannya, sebab menurut mereka Surga itu ada, surga itu milik orang miskin. Bukankah ini kekeliruan besar?
Pengusaha :
(Sesudah itu terdengar suara gelak tawa dari bali panggung. Seorang pengusaha tambun berpenampilan rapi, berjas dan tertawa terbahak-bahak. Ia bekerja sama dengan pihak keamanan (polisi). Pada  awalnya ia tampil monolog).
“Hahahahahahhahhh………… tanah ini sekarang menjadi milikku. Tiada seorangpun yang dapat mengambilnya dari tanganku.!!!!!!! Di atas tanah ini akan kubangun menara pencakar langit yang tinggi dan kalau bentuk tingginya kurang artistik akan kuperlebar lagi dengan tanah di sekitarnya”.(sambil menunjuk ke arah penonton….)
“Hei anak-anak muda dan kamu anak kecil ingusan, jangan coba-coba berani melawan aku!!!!! Hahahahahhhahhah…………………………“
(ia menggumamkan banyak kata hinaan dan beraksi monolog ditemani beberapa petugas keamanan. setiap perkataannya disambut anggukan kepala dari pihak keamanan. Seorang yang bertindak sebagai tokoh antagonis tiba-tiba berteriak):
Pemuda:
“Puihhhh…… Enak Saja Kau!!! Kau memang kaya, bukan berarti kau mengendalikan kehidupanku”
(sang pengusaha menanggapainya dengan nada mengejek dan menyindir).
Pengusaha:
“Apa????? siapa yang berani-berani menantangaku????. Kamu anak muda????“. (sambil menatap dan menunjuk pemuda itu. selanjutnya sambil mengarahkan pandangan ke pada penonton).
“hai kamu orang-orang muda, ratapi diri kamu sendiri dan masa depan kamu. baru berani melawan aku. apa pentingnya kamu di mataku. sekolah saja tidak becusssss. pergi dari sini sekarang juga…”berusahalah untuk mengimangi diriku, barulah aku bisa mendengar suara kalian. Jadilah hebat baru aku perhitungkan kalian. hahaha
Adegan 2.
Narator:
(adegan ini adalah adegan penderitaan orang-orang yang tanahnya digusur) orang-orang miskin, petani, penjual sayur…mereka masuk ke panggung dengan wajah lesuh. mereka mengeluh lantaran rumah mereka, dan tanah pertanian mereka dirampas untuk dijadikan bangunan para pengusaha. mereka berdiri membentuk lingkaran dan berkeluh kesah).
harta berharga satu-satunya dari para pertanian, dan penjual sayur adalah tanah mereka.  Tetapi harta itu justeru diambil, pengusaha bekerja sama dengan penguasa, menindas rakyat. Mereka merbut hak rakyat,. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Para marhaen itu hanya bisa mengeluh dan mengeluh.
Petani :
“kini aku tak dapat bekerja lagi karena sebagian ladangku telah dirampas”. Hmmm… Darwin benar, ramalanya tepat. Aku awalnya tidak peraya, tetapi sekarang baru aku rasakan. “Struggle for life, survival of the fittest.!” Spesies yang kuatlah yang bisa eksis dan terus eksis. Spesies manusiapun tidak semua bisa bertahan, hanya segelintir orang, pemilik modal, kapitalis dan mereka-mereka yang mengambil keputusan di pemerintahan. Hanya merkalah yang bisa tetap bertahan hidup, karena hidup berpihak kepada mereka. Sedangkan kita..?kita hanyalah sampah.
Penjual Sayur :
“di kebun sayurku sekarang telah didirikan sebuah mall dan kini aku tak dapat berjualan lagi untuk membiayai hidup kedua istriku dan anak-anakku. ”Nietzche benar, bahwa hanya Ubermanch/Manusia super yang bisa eksis. Kita adalah orang-orang terlahirdariras yang lemah, spesies terendah. Nasib, nasib. Padahal aku tidak pernah ingin untuk dilahirkan. Andaiakan aku diberi pilihan antara dilahirkan atau tidak, pasti aku memilih untuk tidak dilahirkan jika hidup adalah derita.
Seorang Lain :
“hei teman-teman, bukankah hidup itu absurd? Yah, Albert Camus sudah mengatakanya, memang hidup itu absurd, ketiadaan nilai. Bagaimana tidak absur, masih banyak yang menderita. Apakah Tuhan yang menyebabkan penderitaan? Karena manusia dari kodratnya tidak pernah ingin menderita. Lalu mengapa kita derita.? Mengapa Tuhan diam saja? Epikurus, bilang jangan sampai Tuhan mampu menghapus penderitaan tetapi Dia tidak mau, berarti dia jahat. Atau mungkin saja dia mau menghapus penderitaan tetapi dia tidak mampu, Tuhan macam apa yang lemah begini.? Atau mungkin dia mau dan mampu mengapa penderitaan, tetapi penderitaan tetap ada.? Dia lemah sekaligus jahat. Penderitaan kita alami tidak pernah dia perhatikan, berarti dia tidak ada, teman-teman. Percuma saja kita berdoa. Rumahku telah digusur. sejak kemarin aku dan istriku tidur di kolong jembatan. padahal kami baru menikah sebulan yang lalu. ”Apa arti semua ini.? TegakahTuhan mencobai aku hingga aku tidak kehilangan iman akan kemahakuasaannya?
Petani :
“Tuhan kepada siapakah kami akan pergi….kalau bukan kepadamu……semua orang yang berada di sekitar kami, bahkan mereka yang menjadi perpanjangan tangan kasihmu memandang kami bagaikan badut-badut yang lucu. Tetapi mengapa Engkau diam ya Tuhan? Mengapa Engkau tidak menjawab kami? Mengapa Engkau tidak menghiraukan kami? Apa arti semua ini Tuhan? Kami kehilangan tanah, kami takut juga kehilangan  diriMu Tuhan.
(panggung gelap)……..
Puisi :(puisi Ws Rendra-para petani dan orang miskin tetap berada di panggung), oleh Us Leu
ORANG-ORANG MISKIN

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandungbuahjalanraya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan  kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuhi gauan,
dan bahasa anak-anakmusukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang miskin berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang diri mukaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya terompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk kedalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bungaraya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor darijalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologi mu.
Gigi mereka yang kuning
akan  meringis di muka  agama mu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku program magedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau mereka
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Yogya, 4 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
Adegan 3.
(kali ini sang pengusaha masuk lagi, diiring ioleh para pengawalnya sambil tertawa terbahak-bahak dan bergaya menyindir).
Pengusaha:
“hahhahahhahhahhaha………………. sekarang tanah ini menjadi milikku. dan aku hendak menjadikan sebagian dari tanah ini sebagai lokasi pertambangan. dan untuk menutupi semua ini, aku akan memberikan sumbanganku kepada gereja-gereja dan lembaga keagamaan lain. biar kelihatan dermawan dan saleh sekaligus untuk menyumbat suara-suara kebenaran yang diserukan oleh para pemimpin agama. Bukankah para pemimpin kita menjadi lamah di depan uang? Uang adalah dewa, bukan Tuhan lagi. Hehehe. Siapa yang memiliki banyak uang dialah yang bertahan hidup, dialah yang mengabil keputusan-keputusan besar. Apa arti seorang pemimpin saat ini, bukankah ia dikendalikan oleh pemodal?(sambil menunjuk ke arah pengawal)panggil orang-orang miskin dan pinggiran itu..
(orang-orang miskin ditarik ketengah panggung, ditempatkan persis di hadapan sang pengusaha)
Pengusaha :
(sambil melempar sejumlah uang ke muka orang-orang miskin itu) ……hai orang-orang miskin………. ambil uang-uang itu dan pergi dari sini. cari tempat kalian yang baru. uang-uang itu lebih besar jumlahnya dari pada harga rumahmu…..tinggalkan tanah ini… biarkan aku yang mengolah tanah ini, sebab orang bodoh dan tak berpendidikan lagi  miskin seperti kalian, tidak tahu mengolahnya. pergi………!!!!!!!! Hidup berpihak kepadaku.
Pengusaha :
(sambil memandang ke arah pengawal dan membentak)….hei kalian, mengapa masih berdiri, usir mereka pergi dari sini dan bawauang-uang itu……
Lagu:
Revolusi/ Bangun Pemuda/i
       Revolusi!!!!! Revolusi!!!!! Revolusi Sampe Mati!!!!
          Revolusi!!! Revolusi!!!! Revolusi Sampe Mati!!!!
                    Bangun pemda/i Indonesia
                    Tangan Bajumu stisingsikan
                    Untuk Negara…
                    Masa yang akan datang
                    Menjadi tanggunan.
                    Menjadi tanggunngan
                    Mu terhadap Nusa, 2x.
Narator :
Tidak dapat menunggu lama lagi. Apa yang harus kita lakukan? Revolusi, apa yang harus direvolusi? System pemerintahan kita? Pola pikir kita? pendidikan kita. Yah, semuanya. Demokrasi harus menguntungkan masyrakat yang paling menderita. Itulah keadilan. Sebab semua orang tentu tidak ingin untuk hidup melarat. Tetapi mereka bahkan telah terlahir dari orang yang terlarat.
          Mari kita anak muda, para pemimpin masa depan, para religious jangan tinggal diam lagi saat kita tahu penderitaan ini.

Sekian dan terimakasih
Sintuz Bezy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...