UPACARA PODO PENTONG DAN MAKNANYA
BAGI MASYARAKAT MARONGGELA
Oleh : Sintus Bezy, S.Fil
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Kata Pengantar
Di Maronggela terdapat suatu praktek budaya yang sangat
menarik untuk diketahui dan direfleksikan. Acara ini disebut Podo’ Pentong. Kata podo pentong secara harafia artinya antar bambu. Padanan kata Podo’ (antar) dan Pentong (seruas bambu yang sudah dilubangi pada sisinya), yang bisa
menghsilkan bunyi tertentu. Dalama bahasa
Indonesia pentong ini disebut
kentungan.
Upacara
podo pentong terjadi setahun sekali
yaitu pada hari yang telah disepakati oleh para tetua adat khususnya Dor Maronggela. Upacara ini sangat
sacral sebab pelaksanaanya harus melalui beberapa tahap dimana ada larangan dan
pantangan tertentu serta doa-doa adat. Selain di Maronggela upacara Podo’ Pentong juga d ilaksanakan di kampung-kampung tetangga
sedaerah Riung. Semua warga pelaksana upacara dan orang Maronggela khususnya
sangat antusias menyambut upacara ini, sehingga berbagai persiapan
kecil-kecilan menyongsong berlangsungnya upacara pasti dipersiapkan minimal 2
atau 3 hari sebelumnya. Persiapan yang paling utama adalah bahan dan juga fisik
serta mental masyarakat. Bahan dasar pembuatan pentong in sangat sederhana dan
mudah didapatkan di kawasan hutan milik warga, yakni bamboo yang dalam bahasa
daerah disebut pering dan alat pukulnya terbat dari satu kayu kering dengan panjang
10-20 cm sebagai alat yang akan dipukulkan pada pentong dan menghasilkan bunyi. Sedangkan alasan perlunya persiapan
fisik sebab akan ada acara rame pentong yang berlangsung hingga larut malam,
sedangkan persiapan mental itu menyangkut hasil apa yang didapatkan.
Dalam tulisan singkat hasil penelitian saya ini akan diulas
secara baik dan detail tentang upacara podo pentong serta temuan makna serta niali penting bagi
masyarakat yang menjalaninya. Saya
mengucapkan limpah terima kasih kepada banyak pihak yang mendukung penelitian
kecil ini. Pertama kepada Pater Superior Biara OCD Maronggela, atasan saya yang
telah mengizinkan saya untuk bisa melakukan wawancara langsung denga para
narasumber di waktu-waktu senggang biara. Kedua saya ucapkan llimpah terima
kasih saya kepada para narasumber para tetua yang masih hidup. Anda adalah pemegang
tradisi, saya tidak bisa membanyangkan apa yang akan terjadi ketika generasi
mereka ini hilang. Kepada Bapak Petrus Lengu selaku Dor Maronggela yang telah
rela menerima dan memberikan informasi yang sebanyak banyaknya kepada saya.
Kepada bapak Videlis Balkom selaku teman diskusi saya yang juga tidak
bosan-bosan menceritakan kekakyaan Maronggela ini. Terima kasih yang mendalam
juga saya ucapkan kepada bapak Fransiskus Rema yang berhasil membuat saya
kewalahan untuk menampung begitu banya informasi seputaran trasdisi Maronggaela
lupa saya sampaikan terima kasih berlimpah untuk saudara Hermanus Nggawal,
S.Fil teman penelitian saya namun di kampung yang berbeda, beliua berhasil
mempresentasekan hasil penelitiannya dalam bentuk Skripsi. Maka hasil kerja
sama yang baik saya memberi judul tulisan ini Podo Pentong.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Siapa itu Orang Maronggela?
1.2.2
Bagaimana Acara Podo
Pentong dilaksanakan?
1.2.3
Apa Makna dari Upacara
Podo Pentong?
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1
Dapat mengetahui siapa itu
Orang Maronggela.
1.3.2
Mengetahui bagaiman acara
podo pentong dilaksanakan.
1.3.3 Menemukan Makna Di Balik Pelaksanaan Upacara Podo
Pentong.
BAB II
MAKNA DAN
NILAI UPACARA PODO PENTONG
BAGI
MASYRAKAT MARONGGELA
2.1 Makna Upacara
Podo Pentong Bagi Orang Maronggela
2.1.1 Orang Maronggela
Pada
beberapa tulisan saya sudah dipaparkan secara detail mengenai Orang Maronggela.
Dalam melengkapi tuntutan suatu artikel sederhana ini maka adalah lebih baih
jika saaya harus menyertakan lagi data tentang siapa itu orang Maronggela.
Orang
Maronggela adalah sekelompok manusia yang menetap dan hidup di suatu kampung
yang bernama Maronggela. Dari sejarah yang diceritakan turun temuru dan dari
berbagai bukti arkeolog serta peninggalana sebenarnya orang-orang Maronggela
ini datang dari Warukia. Kampung tua milik orang MAronggela di tempat yang
bernama Warukia. Pada tahun 80-an warga Warukia ini bertranslokasi ke
Maronggela dengan beberapa alasan yakni tanah Warukia tidak terlalu member
harapan untuk diolah dan mendaparkan hasil, sebab letak kampung tersebut berada
di dataran tinggi. Alasan berikut ialah akses ke pusast kabupaten dan kecamatan
sangat susah sebab Warukia begitu terisolir.
Orang
Maronggela yang adalah orang Warukia ini adalah gabungan dari 2 suku besar yang
menjadi satu yakni berasal dari suku Rettas dan berasal dari suku Poso. Menurut
ceritera para tua adat, suku Retas itu datangnnya dari Wolomeze sedangnkan suku
Poso datangnya dari Sulawesi. Secara geografis, tanah milik suku retas itu
adalah Warukia sendangkan bukit Poso dan
Maronggela sekarang adalah tanah milik suku Poso. Namun berkat kawin
mengawin maka dua suku ini menjadi lebur. Secara structural dalam kampung
orang-orang Suku Retas lebih merasa superior sebab merekalah yang melindungi
suku Poso.
Pengalaman
masa lalu ini terbawa hingga saat ini, saya melihat ada perasaan superiorrotas
dari orang-orang suku Retas. Itu Nampak dari ekspresi para tetua ketika mereka
sedang menceritakan asal-usul dan kebanggaan sukunya, di samping merasa
superior orang-orang suku Retas harus rendah hati sebab tanah yang mereka diami
saat ini adalah tanah milik orang suku Poso. Sedangkan perasaan inferior juga
datang dari masyarakat suku Poso, mereka selalu mengingat budi baik dari
Terlepas
dari cerita masa lalu, saat ini yang perlu diketahui adalah bahwa Orang
Maronggela telah bersatu dan mendiami satu kampung yang sama serta melakukan
budaya yang sama dan dimaknai secara
bersama tanpa ada perbedaan asal-usul suku tertentu. Kegiatan adat dilakuka
sepanjang tahun. Saya melihat bahwa upacara-upacara adat tersebut dipengaruhi
oleh lingkungan serta musim tertentu. misalnya saat musim kemarau tiba orang
lebih sibuk untuk berburu sebab pada musim ini tidak ada pekerjaan pertanian
yan dilakukak. Untuk mengisi waktu-waktu mereka dilakukan acara berburu baik
secara adat atau berburu secara pribadi.
Maronggela
saat ini adalah nama suatu kampung yang dinaikan statusnya menjadi nama suatu
kecamatan. Ketika orang menyebut kecamatan Riung Barat itu diidentikkan dengan
Maronggela. Penduduk kini datang dari berbagai daerah sebab transmigrasi . tetapi focus penelitian
saya tetap pada kampung Moronggela secsara spesifik, sebab budaya Podo Pentong ini masih dilaksanakan
secara baik.
2.2 Acara Podo Pentong
2.2.1 Arti Podo Pentong
Podo
Pentong secara dalam bahasa Maronggela adalah gabungang kata Podo dan kata
Pentong. Podo adalah kata kerja mengantar
sesuatu barang tertentu. sedangkan
Pentong adalah nama suatu alat yang terbuat dari seruas bamboo (dalam bahasa
Maronggela disebut pering) yang dilubangi sisi luarnya sehingga berbentuk
rongga dan jika dipukul akan menghasilkan bunyi. Podo pentong sebenarnya suatu upacara adat Orang maronggela memabwa
pentong tersebut atau mengantarnya ke
suatu gunung dekat kampung tersebut. Pentong
itu akan dibelah menjai dua bagia oleh orang-orang yang telah dipercarakan.
Pada akhir upacara, kepala suuku atau dor
akan melakukan ritual sesajian kepada leluhur dan membuka batu di tempat
tersbut untuk mengetahui panenan tahun ini melimpah atau tidak. Adapun tahap-tahap dalam podo pentong;
2.2.2 Tahap-tahap podo pentong
Acara
podo pentong tidak dibuat dalam sehari saja. Semingggu sebelumnya Dor sudah
menyampaikan kepada woe wongko atau warga kampung bahwa akan ada acara podo
pentong.
a. Informasi
Tahap
informasi ini terjadi minimal satu dua hari sebelum rangakain upacara Podo
pentong dilakukan. Pada tahap ini Dor akan memberikan informasi dengan berjalan
sepanjang lorong kampung sambil berteriak supaya semua orang mendengarnya.. teriakkan
tersebut hanyalah informasi bahwa pada
hari tertentu akan ada acara Podo
pentong.
Seminggu
sebelum acara Podo pentong diadakan acara ghan
weton, yang sudah saya jelaskan pada bagian lain.
b. Tara pentong
Tahap
ini terjadi dimana semua warga mulai mempersiapkan Pentong itu. Tara pentong adalah kesempatan dimana masing-masing
kepala keluarga di rumhanya sendiri harus memiliki pentong ini. Tara pentong dibuat pada keeseokan
harinya setelah diinformasikan, seorang perwakilan dari keluarga umumnya ayah atau siapa saja lelaki
dewasa dalam rumah boleh pergi. Pentong tersebut terbuat dari satu ruas
bamboo (pering) yang dilubangi pada sisinya. Memiliki pegangan dan gagang
penahan, sehingga ketika pentong diletakan pada lantai/ tanah sangat indah.
Selain pentong tersebut dibuat juga
sebatang kayu kira-kira 20 cm sebagai alat pukulnya, sehingga bamboo tersebut
bisa menghasilkan bunyi.
c. Rame Pentong
Malam
setelah tara pentong semua warga
berkumpul di rumah adat[1].
Sepanjang malam sambil membunyikan pentongnya semua yang berkumpuk itu baik tua
maupun muda, laki dan perempuan akan menyanyikan lagu-lagu adat dengan
syair-syair yang indah.
d. Ramit San
Keesokan
harinya semua menuju kebun dan sawah masing-masing sambil membawa pentongnya dan melakuka ritual ramit san
yaitu mengumpulkan semua tanaman yang diserang hama, tikus dan lain-lain,
sebagian dimasukan ke dalam pentong tersebut. Hingga siang sekitar jam 2 atau 3
soreh semua kembali ke rumah ada dan berkumpul tentu tetap sambil bernyayni
sair ria. Dengan didiringi music petong. Setela semua berkumpul, mereka akan
melanjutkan tahap berikut yaitu Podo
Pentong.
e. Podo Pentong
Upacara
ini yakni semua dibawa pimpina bapak kepala suku (dor), menuju suatu bukit
kecil yang terletak tidak jauh dari kampung. Pada puncak bukit kecil tersebut
ada suatu tempat yang telah dipercayakan sebagai tempat penentu nasib.
Perjalanan ke tempat tersebut tidaklah lama, semua berjalan bersama sambil
tetap membunyikan pentong dan tetap menyanyikan siar-sair adat.
f. Kelak Pentong
Setelah
sampai pada tempat kelak pentong, Dor akan menginstruksikan untuk membela semua
pentong, usai kepalk pentong aka nada acara pintu pazir, yakni mengucapka siair
adat tersebut. Baisanya sambil
memecahakan sebutir telur untuk mengahargai para leluhhur di tempat tersebut. Selama
uapcara ditempat itu semua harus haning, tidak ada yang bersuara bahkan tidak
diijinkan untuk kentut ataupun bersin.
g. Lakek Watu
Dor
akan membuka suau batu yang mana mereka meyakinisebagai batu nasib. Dari balik
batu akan muncul beberapa ekor semut
merah. Nah penentuan nasib dilihat dari semut-semut tersebut, jika semut
terlihat gemuk dan kenyang maka panen musim ini akan banyak, tetapi jika semut
terlihat kurus dan lapar maka panen musim ini memang akan merosot dan bahkan gagal panen. Semut
diyakini sebagai hermes atau pengantara antara para leluhur dan orang yang masi
hidup.
h. Ghan Rupang
Bekal
yang dibawah dari rumah akan dimakan setelah semua upacara usai. Makan bekal
tanpa minum air. Setelah itu barulah semua warga pulang kembali ke rumah adat
dan dilanjutkan dengan pertemuan bersama untuk upaca ghan weton. Anak-anak dan siapa saja yang tidak berkepentinga
diijinkan pulang dahulu ke rumah mereka sedangkan para tetua tetap harus
melakukan pertemuan. Pada hari inilah akan ditentukan waktu untuk Ghan Weton.
2.3 Makna Podo Pentong
Tentu
semua upaca adat yang dilakuka oleh masyarakat pada suatu tempat pasti memilik
makna tertentu bagi masyarakat tersebut. Makna dan nilai inilah yang tetap walaupun
bentuk pengungkapannya semakin hari semakih tergeser namun ada yang tetap
itulah nilai yang terkandung di dalam suatu upaca tersebut.
Saya
menemukan beberapa nilai dan makna dari upaca Podo pentong.
2.3.1 Nilai religious;
Nilai
religious yang terkandung bisa dilihat dari, syair-syair doa yang diucapkan.
Doa berarti suatu ungkapan sukur atau permohonan kepada suatu wujud tertentu
yang diyakini sebagai pribadi yang bisa mengabulkan semua permohonan umatnya.
Pada buku Tuhan Dalam Pintu Pazir, karya Berto Bolong dan Cyrilus Sungga, dijelaskan
bahwa semua doa yang terkandung dalam pintu pazir terarah kepada Tuhan Allah
yang mana disembah oleh semua agama samawi. Dalam keyakinan Orang Maronggela
Tuhan Allah sebagai wujud tertinggi yang dalam bahasa daerah disebut Mbo Muri.
Namun ada lagi wujud-wujud lain yang eksisntensinya lebih rendah dari mbo muri. Mereka disebut Mbo Nusi, Wura
Bapu, Mata Wae Ulung temok. Mereka inilah wujud yang sangat dekat dengan
manusia dan bahkan hidup berdampingan dengan manusia. Beberapa doa adat juga
diarahkan kepada wujud-wujud ini, sebab mereka juga diyakini memiliki kekuatan
yang bisa mengabulkan dan mendengarkan doa manusia.
Pada
Upaca Podo Pentong, doa dilakukan saat hendak membuka batu. Semua warga dalam kebersamaan meyakini hal
yang sama, percaya pada semut pembawa nasib itu. Ritual podo pentong yang terjadi setahun
sekali bagi Orang Maronggela sangat antusias menyambutnya.
2.3.2 Nilai Historis
Orang
Maronggela hingga kini masi melestarikan budaya podo pentong walau bentuk pengungkapanya sudah bergeser begitu
jauh. Banyak tata tertib upacara yang disepelehkan kini, padahal dahulu tidak
satupun dianggap main-main. Bagi saya fakta bahwa ada pergeseran penghayatan
namun nilai historis itu tetap ada bahwa Orang Maronggela masih melaksanakn
upacara podo pentong.
BAB III
PENUTUP
Budaya adalah hasil olah
pikir yang diwujudkan dalam tindakan nyata, hal tersebut diwarisi dari generasi
ke generasi berikut dengan suatu nilai yang terkandung di dalamnya. Budaya
lahir pada suatu masyrakat terntu. Bentuk-bentuk budaya biasana dipengaruhi
oleh factor lingkungan dan iklim setempat. Budaya yang sangat popular kini
datangnya dari Barat. Semua orang terbawa oleh budaya Pop ini hingga menggerus
budaya-budaya local, padahal budaya local itu adalah hasil dari diri mereka
sendiri. Budaya bisa diartikan sebagai diri yang diekspresikan, kehilangan
budaya sama artinya dengan kehilangan jati diri. Dalam hal tertentu budaya
diartikan sebagai penentu kehidupan moral seseorang, singga ungkapan tidak
berbudaya sama denga tidak bermoral.
Orang Maronggela hingga kini ketika saya meneliti masi
mengahayti budayanya secara baik. Namun untuk keseriusan penghayatan sudah
bergeser semakin pudar. Saya menemukan bahwa tinggal beberapa keluarga yang
masi sangat berpegan teguh pada budaya seperti Dor setempat dan beberapa (ata
ga’e) orang yang dituakan dalam kampung. Orang – orang tersebut masi menghayati
sehingga keseharian hidup mereka selalu diwarnai dengan tindakan budaya. Sejak
masuknya agama Katolik ada beberepa bentuk budaya diberi terang Kristen
sehingga kasanah kebudayaan semakin kaya. Namun sejak masuknya budaya Pop,
penghayatan akan budaya semakin pudar bagi yang lainnya. Hal ini tidak bisa
dipungkiri, untuk beberapa pulu tahun kemudian, semua bentuk budaya ini akan
hilang. Dunia dimana dikuasai oleh kaum kapitalis semua bentuk budaya selalu
akan diwarnai secara komersial. Jika saya melakukakn ini apa yang bisa saya
peroleh secara komersial.
Terlepas dari itu semua adalah sangat penting semua budaya
tersebut diinfentariskan sehingga ketika tiba waktunya tidak ada yang bisa
menceritakan secara baik, tidak ada lagi yang dapat mempraktekkannya secara
sempurna, dan kehilangan nilai pegangan yang harus dihayati, ketika itulah
orang aakan mencari lembaran-lembaran bentuk inventaris ini sebagai acuan
mereka. Jati diri mereka akan ditemukan kembali.
Saya mengucapkan banyak terima kasi kepada semua pihak yang
mendukung penelitian kecil saya ini. Pertama kepada Pater pemipin biara OCD
Maronggela (P. Ubaldus) serta para formator lainya yang telah member kesempatan
kepada saya untuk melakukan penelitian ini. Kedua kepada para narasumber yang
sangat bersemangat memberikan informasi mereka. Mereka adalah bapak Dor
Maronggela (bpk Petrus Lengu), serta tetua adat lainnya. Ketiga saya harus
berterima kasi kepada ..
Podo Pentong.
Daftar Pustaka :
PINTU PAZIR
PROBLEM TANAH
FILSAFAT
Nara Sumber :
1, Bpk.

[1]
Rumah adat terletak di tengah kampong sebagai symbol persatuan dan kesatuan
semua warga. Depan rumah adat biasanya ditanam suatu Watu Ngadu dan atau Kazu
Ngadu. Saat ini rame pentong tidak terjadi di rumah adat namun di rumah ketua
adat yakni bapak Dor.
Makasih Imuk dah berbagi kisah tentang salah satu upacara adat Maronggela. Ditunggu kisah selanjutnya.
BalasHapusSami sami Bu ... Iya nungguin aja... hehhehe
Hapus