Selasa, 05 Februari 2019

hoax dimulai dari ruang kuliah



“Hoax Dimulai dari ruang kuliah”

       Akhir-ahir ini publik Indonesia dihebohkan dengan seorang tokoh fenomenal yang meyebut dirinya sebagai Presiden Republik Akal Sehat. Di saat hebohnya menjelang Pilpres, tokoh ini juga terus mempromosikan dirinya sebagai presiden yang seharusnya. Sebab presiden baginya haruslah pribadi yang mempunyi kapasitas episteme memadai. Jokowi tidak memenuhi kategori ini, sehingga jangan heran orang nomor satu di Indonesia ini terus menjadi bulan-bulanannya. Dia tidak pernah gentar mengritik serta mengoreksi Presiden yang disebut dungu. “Jokowi dungu”, itulah yang sering keluar dari mulut orang ini. 
       Manto memang bukanlah seorang pelajar politik secara reguler. Dia hanya tertarik dengan Politik, sebab baginya politik itu luhur, mengatur kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara secara baik dan benar. Jangan heran kalau Manto setiap malam menghabiskan banyak waktu dengan terus mengikuti berita-berita politik nasional. Berbagai chanel politik dia ikuti, mulai dari ILC, Mata Najwa, CNN, A & Q. Chenel kesukaannya ialah Rocky Gerung. Hmmmm, hampir semua video2 Rocky di Youtube tak pernah dia lewatkan. Gaya berpikir Rocky diikutinya secara lurus. Bahkan Manto menyetuji pernyataan Rocky bahwa “Kitab Suci adalah fiksi.” Seperti Rocky, mantopun mengafirmasi bahwa politis Indonesia tidak mengerti logika, sebab kata fiksi yang mereka pahami itu berbeda dengan fiksi yang Rocky pahami. Menurut Rocky, jika fiksi itu membangkitkan imajinasi, maka Kitab Suci adalah fiksi, sebab fiksi itu membangkitkan imajinasi. Surga dan neraka yang dibicarakan dalam Kitab Suci tidak pernah dapat dibuktikan secara factum. Hanya berdimensi fiksional, karena membangkitkan imajinasi umat beriman akan suatu telos, atau tujuan akhir dari kehidupan ini. Para politisi memahami fiksi sama dengan fiktiv.
       Roocky Gerung, itulah nama Presiden Republik akal sehat yang terus mengkritik presiden itu. Manto adalah pencinta Rocky Gerung. Jadi Manto dan Rocky identik dalam pemikirannya. Namun lebih dari itu, sebenarnya ada kepentingan politik yang terselubung dari Manto. Maklumlah dia terlahir dari kubu Gerindra. Sepupunya saat ini adalah calon legislatif DPRD 2 dari partai Gerindra. Sedangkan Rocky Gerung, pendukung Prabowo (Ketum Gerindra). Semua ada korelasinya. Semua kritik Rocky yang Manto pelajari, bukan sebuah kebenaran tetapi itulah kepentingan. Dalam politik sulit bagi kita menemukan kebenaran, yang ada hanya pembicaraan tentang kepentingan. “tidak ada musuh abadi, tidak ada sahabat abadi, yang abadi dalam Politik hanyalah kepentingan.” Terbukti bahwa Rocky katakan bahwa 12 menit setelah Prabowo dilantik (jika terpilih) dia akan langsung mengritiknya, sebab tugas seorang pengamat politik adalah mengkritik pemerintah.
       Itulah fenomena perpolitikkan national hari-hari ini. Apakah belajar politik akan menjadi seperti ini? Apakah politik itu adalah retorika tipu? Apakah hoax justeru semakin marak dalam dunia politik? Hoax, hoax, hoax, satu kata yang menggemparkan, kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan karena hoax. Apa itu hoax? Banyak defenisi yang beredar di medsos. Tapi secara sederhana hoax berari berita bohong. Berita bohong ialah, suatu informasi yang tidak benar, sulit diverivikasi. Menyangkut informan, hoax berarti informasi yang disebarkan oleh orang yang tidak mengetahui kebenaran berita dan diinformasikan tanpa intensi apapun, dan kedua berarti informan tahu kebenaran yang sesungguhnya namun dia terus menyebarkan hal tersebut dengan intensi tertentu. Itulah yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet.
       Hoax adalah fenomena sosial politik, seperti sebagai ssalah satu ekspresi dari post truth. Era milenial akhir-akhir ini diwarnai dengan post truth. Post truth atau pasca kebenaran, dimana seseorang berbicara dan bahkan menggiring opini publik bukan dengan mangatakan kebenaran obyektif yang diterima banyak orang tetapi berdasarkan pendapat pribadi dan perasaan pribadi, apa yang dianggapnya benar, dia sebarkan. Sesuatu yang salah jika dikatakan berulang-ulang maka akan menjadi kebenaran. Itulah era post truth, yang mewarnai perkembangan di era milenial ini. Lantas siapakah orang-orang yang terjerumus kedalam post truth? Bukankah mereka adalah kau terpelajar? Bukankan mereka adalah para politisi papan atas seperti Donald Trump? Bukankan mereka para pakar politik? Bukankah mereka adalah orang-orang yang terlahir dari universitas? Hmmm, saya menjadi anti intelektualisme sekarang.
       Anti cendekiawan, anti intelektualise, yah, Santiago memilih menjadi orang yang anti intelektualisme, apalah arti pendidikan jika pada akhirnya menghasilkan pribadi-pribadi yang incsredible, yang tidak mempunyai harga diri, sulit dipercaya, memecahkan masyarakat akar rumput? Inikah hasil dari demokrasi kapitalisme? Lebih baik menjadi Marxis, jika demokrasi yang menjujung tinggi liberalsime ini justeru menghasilkan kebebasan yang kebablasan. Apa arti kebebasan jika, orang tidak tahu mengisinya dengan sesuatu yang benar dan berguna serta bernilai? Cita-cita revolusi borjuice Prancis, egalite, fraternite, liberate? Terasa hampa. Santiago lebih memilih pergerakan Marxisme eropa beberapa tahun lalu, new left atau pergerakan kira baru, yang anti kapitalisme, anti peraturan, anti intelektualisme, anti kampus. Yah, lebih baik saya perjuangkan Sosialisme yang masih utopis itu. Kata Santiago.
       Saat ini, Santiago adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu Universitas di Nusantara ini, dan dia belajar filsafat, sebab Santiago mahasiswa fakultas Filsafat. Dia begitu mencintai filsafat. Filsafat yang adalah ilmu kritis, sistematis dan rational itu harus menangkal fenomena sosial ini. Pelajar filsafat harus terjun ke realitas, jangan hanya nyaman di dunia ideal, kata Marx. Sebagai pencinta Marx, Santiago tidak seperti Manto, dia berusha sekuat kemampuan epistemenya untuk menangkal post truth, hoax,dsb. Sebab filsafat akan menjadi berguna jika dia berhasil menyelesaikan masalah-masalah ini dengan akal sehat.  Filsafat tidak boleh dibelokkan seperti yang Rocky lakukan, Rocky Gerung justeru menurut Boni Hargens, diidentikkan seperti kaum sofisme di Yunani Kuno, yang menjual filsafat demi uang dan kepentingan. Tidak!!! Filsafat adalah ilmu kritis, tenang dan tahu tempat serta tahu diri, kapan dan di mana harus berbicara. Tokoh-tokoh nasional, seperti Magnis Suseno, F.B. Hardiman, I. Bambang, Setyowibowo, itulah pencinta filsafat yang sebenarnya. Mereka mengritik pemerintah tetapi dengan gaya filsafat yang benar. Adapun budayawan national, seperti Gunawan Muhamad, Sejiwo Tedjo, Karni Ilias, ataupun kaum sufis seperti Cak Nun, Umbu Landu. Merekalah yang harus dicontohi, menurut Santiago.
       Belajar reguler tidak terlalu penting, sebab “ijasah hanyalah tanda bahwa seseorang tamat dari sekolah tertentu, bukan tanda bahwa dia pernah berpikir”. Berpikir itu bebas, siapa saja bisa lakukan, ilmu pengethuan terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar. Otodidakpun bisa.
       Kekesalan Santiago terhadap perpolitikan national, dan pengamat politik national yang adalah hasil dari universitas semakin memuncak ketika pagi ini dosen mengecewakan mereka. Yah, pagi tertanggal Rabu, 06/02/2019, seharusnya Santiago dan para pelajar lainya berada di fakultas untuk mengikuti perkuliahan, namun dosen mengecewakan mereka. Dosen yang mengampuh mata kuliah hari tersebut tidak datang ke kampus tanpa ada info, mengapa? Santiago menuimpulkan bahwa hoax dimulai dari kampus.!!! Apa arti kuliah kalau dosen saja tipu?
Apa arti pendidikan?????
*******
Rabu, 6/2/19,
Sekret Rania,
Oleh: Sintuz Bezy



1 komentar:

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...