“Hoax Dimulai dari ruang kuliah”
Akhir-ahir
ini publik Indonesia dihebohkan dengan seorang tokoh fenomenal yang meyebut
dirinya sebagai Presiden Republik Akal Sehat. Di saat hebohnya menjelang
Pilpres, tokoh ini juga terus mempromosikan dirinya sebagai presiden yang
seharusnya. Sebab presiden baginya haruslah pribadi yang mempunyi kapasitas episteme memadai. Jokowi tidak memenuhi
kategori ini, sehingga jangan heran orang nomor satu di Indonesia ini terus
menjadi bulan-bulanannya. Dia tidak pernah gentar mengritik serta mengoreksi
Presiden yang disebut dungu. “Jokowi dungu”, itulah yang sering keluar dari
mulut orang ini.
Manto memang
bukanlah seorang pelajar politik secara reguler. Dia hanya tertarik dengan
Politik, sebab baginya politik itu luhur, mengatur kehidupan manusia dalam
berbangsa dan bernegara secara baik dan benar. Jangan heran kalau Manto setiap
malam menghabiskan banyak waktu dengan terus mengikuti berita-berita politik
nasional. Berbagai chanel politik dia ikuti, mulai dari ILC, Mata Najwa, CNN, A
& Q. Chenel kesukaannya ialah Rocky Gerung. Hmmmm, hampir semua video2
Rocky di Youtube tak pernah dia lewatkan. Gaya berpikir Rocky diikutinya secara
lurus. Bahkan Manto menyetuji pernyataan Rocky bahwa “Kitab Suci adalah fiksi.”
Seperti Rocky, mantopun mengafirmasi bahwa politis Indonesia tidak mengerti
logika, sebab kata fiksi yang mereka pahami itu berbeda dengan fiksi yang Rocky
pahami. Menurut Rocky, jika fiksi itu membangkitkan imajinasi, maka Kitab Suci
adalah fiksi, sebab fiksi itu membangkitkan imajinasi. Surga dan neraka yang
dibicarakan dalam Kitab Suci tidak pernah dapat dibuktikan secara factum. Hanya berdimensi fiksional,
karena membangkitkan imajinasi umat beriman akan suatu telos, atau tujuan akhir dari kehidupan ini. Para politisi memahami
fiksi sama dengan fiktiv.
Roocky
Gerung, itulah nama Presiden Republik akal sehat yang terus mengkritik presiden
itu. Manto adalah pencinta Rocky Gerung. Jadi Manto dan Rocky identik dalam
pemikirannya. Namun lebih dari itu, sebenarnya ada kepentingan politik yang
terselubung dari Manto. Maklumlah dia terlahir dari kubu Gerindra. Sepupunya
saat ini adalah calon legislatif DPRD 2 dari partai Gerindra. Sedangkan Rocky
Gerung, pendukung Prabowo (Ketum Gerindra). Semua ada korelasinya. Semua kritik
Rocky yang Manto pelajari, bukan sebuah kebenaran tetapi itulah kepentingan.
Dalam politik sulit bagi kita menemukan kebenaran, yang ada hanya pembicaraan
tentang kepentingan. “tidak ada musuh abadi, tidak ada sahabat abadi, yang
abadi dalam Politik hanyalah kepentingan.” Terbukti bahwa Rocky katakan bahwa
12 menit setelah Prabowo dilantik (jika terpilih) dia akan langsung
mengritiknya, sebab tugas seorang pengamat politik adalah mengkritik
pemerintah.
Itulah
fenomena perpolitikkan national hari-hari ini. Apakah belajar politik akan
menjadi seperti ini? Apakah politik itu adalah retorika tipu? Apakah hoax
justeru semakin marak dalam dunia politik? Hoax, hoax, hoax, satu kata yang
menggemparkan, kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan karena hoax. Apa
itu hoax? Banyak defenisi yang beredar di medsos. Tapi secara sederhana hoax
berari berita bohong. Berita bohong ialah, suatu informasi yang tidak benar,
sulit diverivikasi. Menyangkut informan, hoax berarti informasi yang disebarkan
oleh orang yang tidak mengetahui kebenaran berita dan diinformasikan tanpa
intensi apapun, dan kedua berarti informan tahu kebenaran yang sesungguhnya
namun dia terus menyebarkan hal tersebut dengan intensi tertentu. Itulah yang
dilakukan oleh Ratna Sarumpaet.
Hoax adalah
fenomena sosial politik, seperti sebagai ssalah satu ekspresi dari post truth. Era milenial akhir-akhir ini
diwarnai dengan post truth. Post truth atau
pasca kebenaran, dimana seseorang berbicara dan bahkan menggiring opini publik
bukan dengan mangatakan kebenaran obyektif yang diterima banyak orang tetapi
berdasarkan pendapat pribadi dan perasaan pribadi, apa yang dianggapnya benar,
dia sebarkan. Sesuatu yang salah jika dikatakan berulang-ulang maka akan
menjadi kebenaran. Itulah era post truth,
yang mewarnai perkembangan di era milenial ini. Lantas siapakah orang-orang
yang terjerumus kedalam post truth? Bukankah
mereka adalah kau terpelajar? Bukankan mereka adalah para politisi papan atas
seperti Donald Trump? Bukankan mereka para pakar politik? Bukankah mereka
adalah orang-orang yang terlahir dari universitas? Hmmm, saya menjadi anti
intelektualisme sekarang.
Anti
cendekiawan, anti intelektualise, yah, Santiago memilih menjadi orang yang anti
intelektualisme, apalah arti pendidikan jika pada akhirnya menghasilkan
pribadi-pribadi yang incsredible, yang
tidak mempunyai harga diri, sulit dipercaya, memecahkan masyarakat akar rumput?
Inikah hasil dari demokrasi kapitalisme? Lebih baik menjadi Marxis, jika
demokrasi yang menjujung tinggi liberalsime ini justeru menghasilkan kebebasan
yang kebablasan. Apa arti kebebasan jika, orang tidak tahu mengisinya dengan
sesuatu yang benar dan berguna serta bernilai? Cita-cita revolusi borjuice
Prancis, egalite, fraternite, liberate? Terasa
hampa. Santiago lebih memilih pergerakan Marxisme eropa beberapa tahun lalu, new left atau pergerakan kira baru, yang
anti kapitalisme, anti peraturan, anti intelektualisme, anti kampus. Yah, lebih
baik saya perjuangkan Sosialisme yang masih utopis itu. Kata Santiago.
Saat ini,
Santiago adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu Universitas di Nusantara
ini, dan dia belajar filsafat, sebab Santiago mahasiswa fakultas Filsafat. Dia
begitu mencintai filsafat. Filsafat yang adalah ilmu kritis, sistematis dan
rational itu harus menangkal fenomena sosial ini. Pelajar filsafat harus terjun
ke realitas, jangan hanya nyaman di dunia ideal, kata Marx. Sebagai pencinta
Marx, Santiago tidak seperti Manto, dia berusha sekuat kemampuan epistemenya untuk menangkal post truth, hoax,dsb. Sebab filsafat
akan menjadi berguna jika dia berhasil menyelesaikan masalah-masalah ini dengan
akal sehat. Filsafat tidak boleh
dibelokkan seperti yang Rocky lakukan, Rocky Gerung justeru menurut Boni
Hargens, diidentikkan seperti kaum sofisme di Yunani Kuno, yang menjual
filsafat demi uang dan kepentingan. Tidak!!! Filsafat adalah ilmu kritis,
tenang dan tahu tempat serta tahu diri, kapan dan di mana harus berbicara.
Tokoh-tokoh nasional, seperti Magnis Suseno, F.B. Hardiman, I. Bambang,
Setyowibowo, itulah pencinta filsafat yang sebenarnya. Mereka mengritik pemerintah
tetapi dengan gaya filsafat yang benar. Adapun budayawan national, seperti
Gunawan Muhamad, Sejiwo Tedjo, Karni Ilias, ataupun kaum sufis seperti Cak Nun,
Umbu Landu. Merekalah yang harus dicontohi, menurut Santiago.
Belajar
reguler tidak terlalu penting, sebab “ijasah hanyalah tanda bahwa seseorang
tamat dari sekolah tertentu, bukan tanda bahwa dia pernah berpikir”. Berpikir
itu bebas, siapa saja bisa lakukan, ilmu pengethuan terbuka untuk siapa saja
yang ingin belajar. Otodidakpun bisa.
Kekesalan
Santiago terhadap perpolitikan national, dan pengamat politik national yang
adalah hasil dari universitas semakin memuncak ketika pagi ini dosen
mengecewakan mereka. Yah, pagi tertanggal Rabu, 06/02/2019, seharusnya Santiago
dan para pelajar lainya berada di fakultas untuk mengikuti perkuliahan, namun
dosen mengecewakan mereka. Dosen yang mengampuh mata kuliah hari tersebut tidak
datang ke kampus tanpa ada info, mengapa? Santiago menuimpulkan bahwa hoax
dimulai dari kampus.!!! Apa arti kuliah kalau dosen saja tipu?
Apa arti
pendidikan?????
*******
Rabu,
6/2/19,
Sekret
Rania,
Oleh: Sintuz
Bezy
ketika tak tahu bagaimana mengisi waktu
BalasHapus