Jumat, 01 Februari 2019

puisi tanpa judul



Puisi tanpa Nama….!
      Aku memberi nama catatan ini, puisi tanpa nama. Anda lalu bertanya mengapa? Pertanyaan mengapa adalah khas dalam dunia filsafat. Mengapa puisi itu tanpa nama? Apa karena penulisnya anonim? Atau karena tidak tahu diarahkan kepada siapa? Atau mungkin karena puisi itu tidak diberi judul? Aku lalu menjawab, yah. Semua pertanyaan itu benar. Anda hanya bertanya karena anda sudah tahu apa jawabannya. Bukankah isi pertanyaan itu bernada tautologi?
          Sudahlah, ini problem kita. Tetapi persoalan belom selesai. Siapa pemilik puisi itu? Aku tidak tahu, dia berinisial A R. tapi dari isi puisinya aku bisa menebak bahwa dia seorang Marxis, bukan komunis tentunya, tetapi sosialis. Dia benci kapitalis dan berpihak pada marhaen. Dia benci teori, tetapi memuja praksis. Bagiku, A R, bukan orang sembarangan. Apa mungkin dia ingin negri yang anarkhis? Entahlah. Aku hanya bisa menebak siapa dia dari apa yang dia tulis. Hmmm, tapi deskripsi tidak hanya sebatas itu. Tentu dia adalah orang baik-baik yang hanya pilu dan menderita melihat sosialisme tetap utopis. Politik kontemporer belum seratus persen menyelesaikan problematika kelas atas, kelas bawah. Kapitalis-proletar, kesenjangan sosial.
          Sesederhana itukah anda mendeskripsikan siapa itu A R? oww, tentu tidak! Dia masih jauh lebih hebat dari apa yang baru aku deskripsikan. Masih bertolak dari puisi tanpa nama, dia resah dengan realita, sistem yang tidak berpihak pada rakyat miskin, sistem yang tidak mengurangi penderitaan. A R bosan dengan kalimat bijak bestari, teori-teori hampa. Ini membuktikan bahwa A R adalah seorang pemikir handal, jika tidak demikin maka tidak mungkin dia bisa mengrtik pemikiran lain. Pemikiran hanya dikritik dengan pemikiran.
          Anda memang pantas dijuluki faylasuf, karena terus bertanya kepadaku tentang siapa itu A R. aku tidak tahu banyak tentang dia. Buku apa yang dia baca, organisasi apa yang dia ikut. Siapa sahabat-sahabat diskusinya. Aku cuman menafsir A R dari tulisannya, bukankan tulisan itu adalah sebagian dari jiwa penulis. Lupakan anda pada Pramoedya Ananta Toer, lupakah anda pada ucapanya? Tulisan adalah sebagian dari jiwa penulis. Dari tulisan aku tahu apa yang ada dalam pikiran penulis, walau tidak mungkin semua aku bisa tahu, sebab Plato katakan bahwa saat anda bicara berbarti anda membatasi pikiran. Jadi tulisannya hanya sebagian kecil dari luasnya cakrawala pemikirannya.
          Kalau boleh aku tambah, A R, seorang pemerhati politik dan isu-isu sosial. Buktinya dia berbicara tentagn hoax. Satu kata hasil post truth. Hoax adalah satu fonomena sosial. Dia bicara tentang dampak hoaks, nah, itulah A R. daripada anda terus penasaran mendingan langsung saja baca puisi tanpa nama berikut:







 




Sabtu, 02-02-19
Sintuz Bezy



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...