Puisi tanpa
Nama….!
Aku memberi nama catatan ini, puisi tanpa nama.
Anda lalu bertanya mengapa? Pertanyaan mengapa adalah khas dalam dunia
filsafat. Mengapa puisi itu tanpa nama? Apa karena penulisnya anonim? Atau karena
tidak tahu diarahkan kepada siapa? Atau mungkin karena puisi itu tidak diberi
judul? Aku lalu menjawab, yah. Semua pertanyaan itu benar. Anda hanya bertanya
karena anda sudah tahu apa jawabannya. Bukankah isi pertanyaan itu bernada
tautologi?
Sudahlah,
ini problem kita. Tetapi persoalan belom selesai. Siapa pemilik puisi itu? Aku tidak
tahu, dia berinisial A R. tapi dari isi puisinya aku bisa menebak bahwa dia
seorang Marxis, bukan komunis tentunya, tetapi sosialis. Dia benci kapitalis
dan berpihak pada marhaen. Dia benci teori, tetapi memuja praksis. Bagiku, A R,
bukan orang sembarangan. Apa mungkin dia ingin negri yang anarkhis? Entahlah. Aku
hanya bisa menebak siapa dia dari apa yang dia tulis. Hmmm, tapi deskripsi
tidak hanya sebatas itu. Tentu dia adalah orang baik-baik yang hanya pilu dan
menderita melihat sosialisme tetap utopis. Politik kontemporer belum seratus
persen menyelesaikan problematika kelas atas, kelas bawah. Kapitalis-proletar,
kesenjangan sosial.
Sesederhana
itukah anda mendeskripsikan siapa itu A R? oww, tentu tidak! Dia masih jauh
lebih hebat dari apa yang baru aku deskripsikan. Masih bertolak dari puisi
tanpa nama, dia resah dengan realita, sistem yang tidak berpihak pada rakyat
miskin, sistem yang tidak mengurangi penderitaan. A R bosan dengan kalimat
bijak bestari, teori-teori hampa. Ini membuktikan bahwa A R adalah seorang
pemikir handal, jika tidak demikin maka tidak mungkin dia bisa mengrtik
pemikiran lain. Pemikiran hanya dikritik dengan pemikiran.
Anda
memang pantas dijuluki faylasuf, karena terus bertanya kepadaku tentang siapa
itu A R. aku tidak tahu banyak tentang dia. Buku apa yang dia baca, organisasi
apa yang dia ikut. Siapa sahabat-sahabat diskusinya. Aku cuman menafsir A R
dari tulisannya, bukankan tulisan itu adalah sebagian dari jiwa penulis. Lupakan
anda pada Pramoedya Ananta Toer, lupakah anda pada ucapanya? Tulisan adalah
sebagian dari jiwa penulis. Dari tulisan aku tahu apa yang ada dalam pikiran
penulis, walau tidak mungkin semua aku bisa tahu, sebab Plato katakan bahwa
saat anda bicara berbarti anda membatasi pikiran. Jadi tulisannya hanya
sebagian kecil dari luasnya cakrawala pemikirannya.
Kalau
boleh aku tambah, A R, seorang pemerhati politik dan isu-isu sosial. Buktinya dia
berbicara tentagn hoax. Satu kata hasil post
truth. Hoax adalah satu fonomena sosial. Dia bicara tentang dampak hoaks,
nah, itulah A R. daripada anda terus penasaran mendingan langsung saja baca
puisi tanpa nama berikut:
Sabtu,
02-02-19
Sintuz Bezy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar