Rabu, 16 Desember 2020

Sastra Kebijaksanaan Israel dan Teologi Katolik

 

  KAITAN ANTARA

SASTRA KEBIJAKSANAAN ISRAEL DENGAN TEOLOGI KRISTIANI

Pengantar

Pada video terkahir dari Romo saya menemukan sintesis atau kesimpulan dari perkuliahan kita selama satu semester ini. Ada beberapa hal mendasar yang dibicarakan di 13 kali pertemuan kita, pertama tentang hukum retribusi atau pembalasan di bumi. Secara sederhana mau mengatakan bahwa dalam seluruh kitab kebijaksanaan Israel diusung satu tema yang selalu sama yakni teori pembalasan di bumi. Bawasannya semua perbuatan manusia itu akan mendapat balasanya, jika Ia berbuat baik maka balasannya adalah kebaikan pula atau berkat dan jika perbuatannya jahat tentu balasannya adalah kejahatan atau kutuk. Sesuai dengan pepatah kuno yang berbunyi “bermain api terbakar, bermain air basah” “siapa menabur angin akan menuai badai”. Jadi segala perbuatan akan ada balasan. Namun yang menarik dari kitab kebijaksanaan Israel ini bahwa balasan itu bukan nanti di akhirat, balasan itu justeru langsung dialami sekarang selama hidupnya di dunia ini. Implikasinya ialah orang akan mudah menilai seseorang lain hanya dari nasibnya, jika orang tersebut sukses, kaya dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi pasti itu orang baik dan terberkati, sementara sebaliknya orang yang miskin, tersingkirkan pasti Ia terkutuk. Walaupun kemudian teori ini dilawan oleh penulis kitab Ayub, bawasannya penderitaan tidak selamanya diakibatkan karena dosa dan kutuk. Namun gagasannya tetap sama tentang teori pembalasan di bumi.

Kedua, absennya konsep eskatologi. Tidak banyak dibahas tentang kehidupan di akhirat, atau kehidupan setelah kematian. Tidak ada gambaran tentang surga, neraka ataupun api penyucian seperti yang kita kenal dalam teologi Katolik sekarang. Benarlah apa yang dikatakan oleh Romo dalm soal di atas bahwa ini adalah teologi tentang cipataan. Orang pada zaman itu memang tidak terlalu memikirkan hal-hal eskatologis. Saya merefleksikan absenya konsep eskatologis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, ambiguitas tentang kebangkitan, sebagian percaya ada kebangkitan yang lainya tidak percaya. (Mat 22:23-34, Mar 12:18-28, Luk 20:27-39). Faktor berikut kemungkinan para penulis masi berfokus atas hal-hal duniawi.

Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan sumbangan besarnya terhadap teologi Kristiani. Teologi bicara tentang Tuhan, bukan berarti hanya toh mengulas tentang siapa itu Tuhan, lebih dari itu berbicara juga tentang apa hubungan Tuhan dan manusia serta ciptaan lainnya. Pada paper ini saya akan mempresntasikan bagaimana sumbangan Sastra Kebijaksanaan Israel bagi teologi Kristen atau bagaimana menghubungkan suatu pembahasan yang hanya berkonsern pada hal-hal duniawi dan suatu pembahasan lain lagi yang justeru berkonsern pada hal-hal ilahi.  

Teologi Kristiani

            Teologi sendiri berarti suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang Allah dari kata dasar theos= Allah dan logos=ilmu atau wacana sering disebut ilmu agama wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan. Dengan demikian teologi Kristiani adalah ilmu yang memperlajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rational untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama. Teologi memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainya, menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan memperbarui suatu tradisi tertentu, menolong peyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.  

Sumbangan Sastra Kebijaksanaan Israel Kepada Teologi Kristiani

            Beberapa sumbangan sastra kebijaksanaan Israel bagi teologi Kristiani :

a.      Kristologi

Dalam Kitab Amsal 8:22-36  kebijaksanaan itu dipersonifikasi oleh penulis. kebijaksanaan bukan lagi sebagai seperangkat pengetahuan tetapi sudah menjelma menjadi pribadi. Pribadi ini memiliki hubungan dengan Allah dan juga dengan manusia. Dalam hubungannya dengan Allah Ia dibentuk, diciptakan oleh Allah, dilahirnkan oleh Allah, Konsep ini jika disbandingkan dengan teologi Katolik ada kemiripan.  Yesus dalam Injil Yohanes adalah San Sabda/Logos yang menjelma (inkarnasi) menjadi pribadi manusia (Yoh 1:1,14).  Ia hadir pada saat penciptaan. Konsep ini juga persis sama dengan teologi Yohanes dalam Injilnya yang menyatakan bahwa Yesus itu pada prainkarnasi sudah ada bersama Allah dan ambil bagian dalam penciptaan semesta ini (Yoh 1:2-3).  

Dalam hubungannya dengan manusia Kebijaksanaan yang sudah dipersonifikasi dalam kitab Amsal tadi sebagai Guru bagi manusia, siapa yang terbuka terhadap pengajarannya akan hidup bahagia, bijak, dan yang menolaknya akan masuk ke dalam lingkaran maut. Teologi Kristen menampilkan Yesus sebagai guru atau Rabi/Rabuni. Sebab Yesus datang untuk mewartakan tentang Kerajaan Allah, mengajarkan ajaran Kasih maka ia disebut guru (Bdk.Yoh 1:38, 3:2, 4:31, 11:28).

b.      Keadilan Allah

Saya berpikir tema tentang keadilan Allah ini sangat penting dan tentu ada hubungannya dari Perjanjian Lama terkusus dari sastra kebijaksanaan Israel dengan Perjanjian Baru atu teologi Katolik. Berbicara mengenai keadilan Allah tidak terlepas dari hubunganya dengan penderitaan. Dalam hukum retributif dikatakan bahwa penderitaan itu akibat dari dosa, sebenarnya hal ini merujuk ke kisah manusia pertama dalam kitab Kejadian 3:1-24, dimana Allah menghukum Adam dan Eva setelah mereka memakan buah terlarang, menarik bahwa bukan hanya Adam dan Eva yang dihukum melainkan juga keturunan mereka. Dosa Adam dan Eva inilah dalam Gereja Katolik disebut dosa asal. Pembaptisan menjadi moment seorang Katolik membebaskan diri dari dosa asal.

Kita kembali ke tema bawasannya orang yang melakukan dosa akan menanggung akibatnya, Allah katakana bahwa untuk Eva dan keturunannya mereka akan mengalami sakit bersalin setiap kali proses kelahiran, untuk Adam dan keturunannya mereka harus bekerja keras demi menghidupi keluarganya. Artiya memang manusia mengelami penderitaan di dunia ini diakibatkan oleh dosa. Jadi dosa mengakibatkan penderitaan, membuat kerenggangan hubungan antara Allah dan manusia itu sendiri. Saya merefleksikan bahwa dalam ayat-ayat hukum retributuf di sastra kebijaksanaan Israel ini terdapat penegasan-penegasan atas paham penderitaan dakibatkan oleh dosa.

Pertanyaan besarnya adalah apakah semua penderitaan diakibatkan oleh dosa? Jika melihat realitas zaman sekarang ini banyak orang yang menderita bukan semata-mata karena dosa, ada yang diakobatkan oleh orang lain, ada yang diakibatkan oleh struktur sosial yang tidak baik, ada yang terlahir sebagai penderita. Tidak semua penderitaan diakibatkan oleh dosa. Ayub membuktikan itu, Ia orang yang sangat taat tapi toh menderita. Dalam kitab-kitab perjanjian baru direfleksikan bahwa dosa itu tidak selalu langsung mengakibatkan penderitaan. Walaupun kita lihat banyak orang yang berdosa justeru hidup baik dan banyak orang yang taat kepada Allah justeru hidup susah. Dosa dipahami sebagai suatu sikap atau tindakan yang melawan Allah dan perintah-perintahNya. Akibat dari dosa akan ada pembalasan di akhirat nanti, maka dalam teologi Katolik kita mengenal tentang konsep surga sabagai tempat bagi orang-orang benar (Wahyu 21:3) dan neraka sebagai tempat bagi orang yang jahat (KGK 1033), serta api penyucian tempat peralihan atau pemurnian seorang yang ada potensi untuk selamat (KGK 1030).

Keadilan Allah memang tidak bisa diukur dengan kosep manusia, bahwa Allah adil jika menghukum mereka yang melanggar perintahnya di bumi ini, sebab dari fakta justeru orang jahat tetap hidup baik. Keadilan Allah boleh bisa dirasakan setelah kehidupan ini bahwa orang jahat akan masuk neraka dan orang baik akan masuk surga. Santo Paulus coba beteologi tentang keadilan Allah ini, dalam Roma 11:19-21 terlihat jelas. Atau dalam Injil Matius 7:21-23 menunjukan Yesus yang menyatakan sekelompok orang tertentu yang walaupun berteriak Bapa, tapi tidak melakukan kehendak Allah tetap akan dibuang ke neraka. Dan tentu yang lebih menarik dari Roma 2:6-8, Allah akan membalas semua orang menurut perbuatannya. Hidup kekal bagi yang baik.

Kesimpulan

            Pembelelajaran tentang sastra kebijaksanaan Israel sangatlah bermanfaat bagi kehidupan saya. Ini adalah ajaran yang sangat praktis dan aplikatif bukan ajaran teologis sulit. Dalam sastra kitab kebijaksanaan Israel saya menemukan kumpulan pepatah, kata bijak sederhana yang mengatur tingkah laku untuk keseharian hidup saya. Walaupun demikian sastra kebijaksanaan Israel juga menyumbang untuk teologi Katolik yang saya Imani, teristimewa untuk dua konsep teologi Katolik sesuai pencarian saya di atas yakni tentang Kristologi dan Keadilan Allah.

Daftar Pustaka

            Lembaga Alkitab Indonesia, Anggota IKAPI, Alkitab, Jakarta: LAI, 1996

            Ryadi, Eko., Yesus Kristus Tuhan Kita, Yogyakarta: Kanisius, 2011

            Sunarko, Adrianus., Kristologi, Tinjauan Historis-Sistematik, Jakarta: Obor, 2017

            Weiden, Wim van der., Seni Hidup, Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...