KAITAN
ANTARA
SASTRA KEBIJAKSANAAN ISRAEL DENGAN
TEOLOGI KRISTIANI
Pengantar
Pada
video terkahir dari Romo saya menemukan sintesis atau kesimpulan dari
perkuliahan kita selama satu semester ini. Ada beberapa hal mendasar yang
dibicarakan di 13 kali pertemuan kita, pertama
tentang hukum retribusi atau pembalasan di bumi. Secara sederhana mau
mengatakan bahwa dalam seluruh kitab kebijaksanaan Israel diusung satu tema
yang selalu sama yakni teori pembalasan di bumi. Bawasannya semua perbuatan
manusia itu akan mendapat balasanya, jika Ia berbuat baik maka balasannya
adalah kebaikan pula atau berkat dan jika perbuatannya jahat tentu balasannya
adalah kejahatan atau kutuk. Sesuai dengan pepatah kuno yang berbunyi “bermain
api terbakar, bermain air basah” “siapa menabur angin akan menuai badai”. Jadi
segala perbuatan akan ada balasan. Namun yang menarik dari kitab kebijaksanaan
Israel ini bahwa balasan itu bukan nanti di akhirat, balasan itu justeru
langsung dialami sekarang selama hidupnya di dunia ini. Implikasinya ialah
orang akan mudah menilai seseorang lain hanya dari nasibnya, jika orang
tersebut sukses, kaya dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi pasti itu orang
baik dan terberkati, sementara sebaliknya orang yang miskin, tersingkirkan
pasti Ia terkutuk. Walaupun kemudian teori ini dilawan oleh penulis kitab Ayub,
bawasannya penderitaan tidak selamanya diakibatkan karena dosa dan kutuk. Namun
gagasannya tetap sama tentang teori pembalasan di bumi.
Kedua, absennya
konsep eskatologi. Tidak banyak dibahas tentang kehidupan di akhirat, atau
kehidupan setelah kematian. Tidak ada gambaran tentang surga, neraka ataupun
api penyucian seperti yang kita kenal dalam teologi Katolik sekarang. Benarlah
apa yang dikatakan oleh Romo dalm soal di atas bahwa ini adalah teologi tentang
cipataan. Orang pada zaman itu memang tidak terlalu memikirkan hal-hal
eskatologis. Saya merefleksikan absenya konsep eskatologis ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti, ambiguitas tentang kebangkitan, sebagian percaya ada
kebangkitan yang lainya tidak percaya. (Mat 22:23-34, Mar 12:18-28, Luk
20:27-39). Faktor berikut kemungkinan para penulis masi berfokus atas hal-hal
duniawi.
Walaupun
demikian tidak menutup kemungkinan sumbangan besarnya terhadap teologi
Kristiani. Teologi bicara tentang Tuhan, bukan berarti hanya toh mengulas
tentang siapa itu Tuhan, lebih dari itu berbicara juga tentang apa hubungan
Tuhan dan manusia serta ciptaan lainnya. Pada paper ini saya akan
mempresntasikan bagaimana sumbangan Sastra Kebijaksanaan Israel bagi teologi
Kristen atau bagaimana menghubungkan suatu pembahasan yang hanya berkonsern
pada hal-hal duniawi dan suatu pembahasan lain lagi yang justeru berkonsern
pada hal-hal ilahi.
Teologi Kristiani
Teologi sendiri berarti suatu
disiplin ilmu yang mempelajari tentang Allah dari kata dasar theos= Allah dan logos=ilmu atau wacana sering disebut ilmu agama wacana yang
berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan. Dengan demikian
teologi Kristiani adalah ilmu yang memperlajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berkaitan
dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen
rational untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang
dari topik-topik agama. Teologi memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi
keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainya, menolong membuat
perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan memperbarui suatu tradisi
tertentu, menolong peyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber dari suatu
tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai
alasan lainnya.
Sumbangan Sastra Kebijaksanaan Israel
Kepada Teologi Kristiani
Beberapa sumbangan sastra
kebijaksanaan Israel bagi teologi Kristiani :
a. Kristologi
Dalam
Kitab Amsal 8:22-36 kebijaksanaan itu
dipersonifikasi oleh penulis. kebijaksanaan bukan lagi sebagai seperangkat
pengetahuan tetapi sudah menjelma menjadi pribadi. Pribadi ini memiliki
hubungan dengan Allah dan juga dengan manusia. Dalam hubungannya dengan Allah
Ia dibentuk, diciptakan oleh Allah, dilahirnkan oleh Allah, Konsep ini jika
disbandingkan dengan teologi Katolik ada kemiripan. Yesus dalam Injil Yohanes adalah San
Sabda/Logos yang menjelma (inkarnasi) menjadi pribadi manusia (Yoh 1:1,14). Ia hadir pada saat penciptaan. Konsep ini
juga persis sama dengan teologi Yohanes dalam Injilnya yang menyatakan bahwa
Yesus itu pada prainkarnasi sudah ada bersama Allah dan ambil bagian dalam
penciptaan semesta ini (Yoh 1:2-3).
Dalam
hubungannya dengan manusia Kebijaksanaan yang sudah dipersonifikasi dalam kitab
Amsal tadi sebagai Guru bagi manusia, siapa yang terbuka terhadap pengajarannya
akan hidup bahagia, bijak, dan yang menolaknya akan masuk ke dalam lingkaran
maut. Teologi Kristen menampilkan Yesus sebagai guru atau Rabi/Rabuni. Sebab
Yesus datang untuk mewartakan tentang Kerajaan Allah, mengajarkan ajaran Kasih
maka ia disebut guru (Bdk.Yoh 1:38, 3:2, 4:31, 11:28).
b. Keadilan
Allah
Saya
berpikir tema tentang keadilan Allah ini sangat penting dan tentu ada
hubungannya dari Perjanjian Lama terkusus dari sastra kebijaksanaan Israel
dengan Perjanjian Baru atu teologi Katolik. Berbicara mengenai keadilan Allah
tidak terlepas dari hubunganya dengan penderitaan. Dalam hukum retributif
dikatakan bahwa penderitaan itu akibat dari dosa, sebenarnya hal ini merujuk ke
kisah manusia pertama dalam kitab Kejadian 3:1-24, dimana Allah menghukum Adam
dan Eva setelah mereka memakan buah terlarang, menarik bahwa bukan hanya Adam
dan Eva yang dihukum melainkan juga keturunan mereka. Dosa Adam dan Eva inilah
dalam Gereja Katolik disebut dosa asal. Pembaptisan menjadi moment seorang
Katolik membebaskan diri dari dosa asal.
Kita
kembali ke tema bawasannya orang yang melakukan dosa akan menanggung akibatnya,
Allah katakana bahwa untuk Eva dan keturunannya mereka akan mengalami sakit
bersalin setiap kali proses kelahiran, untuk Adam dan keturunannya mereka harus
bekerja keras demi menghidupi keluarganya. Artiya memang manusia mengelami
penderitaan di dunia ini diakibatkan oleh dosa. Jadi dosa mengakibatkan
penderitaan, membuat kerenggangan hubungan antara Allah dan manusia itu
sendiri. Saya merefleksikan bahwa dalam ayat-ayat hukum retributuf di sastra
kebijaksanaan Israel ini terdapat penegasan-penegasan atas paham penderitaan
dakibatkan oleh dosa.
Pertanyaan besarnya adalah apakah semua
penderitaan diakibatkan oleh dosa? Jika melihat realitas zaman sekarang ini
banyak orang yang menderita bukan semata-mata karena dosa, ada yang diakobatkan
oleh orang lain, ada yang diakibatkan oleh struktur sosial yang tidak baik, ada
yang terlahir sebagai penderita. Tidak semua penderitaan diakibatkan oleh dosa.
Ayub membuktikan itu, Ia orang yang sangat taat tapi toh menderita. Dalam
kitab-kitab perjanjian baru direfleksikan bahwa dosa itu tidak selalu langsung
mengakibatkan penderitaan. Walaupun kita lihat banyak orang yang berdosa
justeru hidup baik dan banyak orang yang taat kepada Allah justeru hidup susah.
Dosa dipahami sebagai suatu sikap atau tindakan yang melawan Allah dan
perintah-perintahNya. Akibat dari dosa akan ada pembalasan di akhirat nanti, maka
dalam teologi Katolik kita mengenal tentang konsep surga sabagai tempat bagi
orang-orang benar (Wahyu 21:3) dan neraka sebagai tempat bagi orang yang jahat
(KGK 1033), serta api penyucian tempat peralihan atau pemurnian seorang yang
ada potensi untuk selamat (KGK 1030).
Keadilan Allah memang tidak bisa diukur
dengan kosep manusia, bahwa Allah adil jika menghukum mereka yang melanggar
perintahnya di bumi ini, sebab dari fakta justeru orang jahat tetap hidup baik.
Keadilan Allah boleh bisa dirasakan setelah kehidupan ini bahwa orang jahat
akan masuk neraka dan orang baik akan masuk surga. Santo Paulus coba beteologi
tentang keadilan Allah ini, dalam Roma 11:19-21 terlihat jelas. Atau dalam
Injil Matius 7:21-23 menunjukan Yesus yang menyatakan sekelompok orang tertentu
yang walaupun berteriak Bapa, tapi tidak melakukan kehendak Allah tetap akan
dibuang ke neraka. Dan tentu yang lebih menarik dari Roma 2:6-8, Allah akan
membalas semua orang menurut perbuatannya. Hidup kekal bagi yang baik.
Kesimpulan
Pembelelajaran
tentang sastra kebijaksanaan Israel sangatlah bermanfaat bagi kehidupan saya. Ini
adalah ajaran yang sangat praktis dan aplikatif bukan ajaran teologis sulit. Dalam
sastra kitab kebijaksanaan Israel saya menemukan kumpulan pepatah, kata bijak
sederhana yang mengatur tingkah laku untuk keseharian hidup saya. Walaupun
demikian sastra kebijaksanaan Israel juga menyumbang untuk teologi Katolik yang
saya Imani, teristimewa untuk dua konsep teologi Katolik sesuai pencarian saya
di atas yakni tentang Kristologi dan Keadilan Allah.
Daftar Pustaka
Lembaga Alkitab Indonesia, Anggota
IKAPI, Alkitab, Jakarta: LAI, 1996
Ryadi, Eko., Yesus Kristus Tuhan Kita, Yogyakarta: Kanisius, 2011
Sunarko, Adrianus., Kristologi, Tinjauan Historis-Sistematik, Jakarta:
Obor, 2017
Weiden, Wim van der., Seni Hidup, Sastra Kebijaksanaan Perjanjian
Lama, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar