BUDAYA DAN PEMIKIRAN INDONESIA KONTEMPORER
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengatar
Budaya
dan pemikiran Indonesia kontemporer adalah salah satu mata kuliah yang
diajarkan pada Fakultas Teologi Wediabhakti, Universitas Sanata Darma. Dalam perkuliah
ini dipresentasekan dinamika kebudayaan Indonesia kontemporer diawali sejak
zaman penjajahan hingga era revormasi. Penekanannya pada hibriditas yakni
perjumpaan budaya berbeda dalam hal ini kebudayaan non Indonesia dan kebudayaan
Indonesia itu sendiri lalu melebur dan terciptalah suatau kebudayaan baru. Budaya-budaya
non Indonesia yang paling berpengaruh untuk Indonesia khusus yang diapaparkan
dalam perkuliahan ini adalah kebudayaan India yang hadir melalui agama Hindu
dan Budha, kebudayaan China, Kebudayaan Islam yakni ajaran-ajaran agamanya, kebudayan
Barat yang hadir melalui para penjajah dari bangsa Belanda, lebih pada gaya
hidup tetapi juga budaya Kristen yang hadir melalui agama Kristen. Setelah terjadi
perjumpaan maka hal tersebut membawa banyak perubahan bagi kebudayaan Indonesia
itu sendiri.
Selain belajar tentang hibriditas
kebudayaan tapi juga kami diperkenalkan kepada tokoh-tokoh pemikir Indonesia
kontemporer, sebut saja Sutan Syahriri, Mohhamad Hatta, Tan Malaka, Ki Hajar
Dewantara, Sutan Takdir Alisyahbana, Pramoedya Ananta Toer, Mangunwijaya,
Sindhunata serta Ayu Utami. Secara sederhana saya boleh mengatakan bahwa tokoh-tokoh
ini adalah orang-orang Indonsia asli yang belajar di Barat maupun belajar
mengenai konsep-konsep barat lalu menerapkannya di Indonesia tentu kita
menemukan begitu banyak pertentangan tetapi para tokoh ini mampu
mengintegrasikannya. Inilah suatu bentuk perjumpaan yang membawa banyak
perubahan.
Konsep perjumpaan selalu
menghasilkan suatu konsensus kea rah yang lebih baik. Dari konsep perjumpaan atau
hibriditas kebudayaan dan pemikiran Indonesia kontemporer inilah para mahasiswa
di fakultas Teologi akan mampu menemukan inspirasi atau kekuatan dalam
mengembangkan teologi kontekstual sebagai roh Teologi di fakultas Wedyabhakti
ini. Maka melalui tulisan ini saya akan
mempresentasikan kembali hasil revew saya selama mengikuti perkuliahan dalam
semester ini. Memang tulisan ini sebenarnya sebagai jawaban saya atas
pertanyaan dosen pengampuh, pengganti UTS tapi saya menarasikan jawaban saya
ini dalam bentuk makalah. Narasi makalah ini dituntun oleh beberapa pertanyaan
dasar berikut.
1.2 Pertanyaan Dasar
1.2.1
Dengan menggunakan
argumen dan ilustrai dari bacaan-bacaan kuliah sampai saat ini, bagaimana perjalanan budaya dan pemikiran
Indonesia ditandai oleh “hibriditas”, perjumpaan antar pelbagai arus budaya dan
pemikiran? Terangkan!
1.2.2
Bagaiman bunyi penjelasan
anda tentang 2 contoh hasil “sintesis” pemikiran dari beberapa pemikir
yang sudah kita bahas dalam matakuliah ini. Satu sintesis pemikiran dalam
bidang budaya, ekonomi, atau politik, dan satu sintesis pemikiran dalam bidang
agama? Terangkan!
1.2.3 Apa perbedaan atau perdebatan gagasan yang ada di dalam tokoh-tokoh pemikir yang sudah kita bahas? Kalian bisa pilih misalkan perbedaan pemikiran Hatta, Syahrir dan Tan Malaka tentang sosialisme dan komunisme sebagai sistem ekonomi politik Indonesia, atau pemikiran tentang peran budaya tradisional dan modernitas dan budaya barat dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, dan Sutan Takdir Alisyahbana. Jelaskan pula pendapat pribadimu tentang perdebatan ini. Jelaskan!
1.3 Tujan Penulisan
1.3.1
Agar bisa memahami perjalanan budaya dan
pemikiran Indonesia yang ditandai oleh hibriditas.
1.3.2
Agar bisa memahami sintesis pemikiran
dalam bidang budaya, ekonomi ataupun politik dan agama sebagai hasil dari
perjumpaan pemikiran.
1.3.3
Agar bisa memahami inti pemikiran
dari beberapa tokoh pemikir Indonesia kontemporer yang ditandai oleh hibriditas
dan menemukan perdebatan antara keyakinan-keyakinan mereka satu sam lain dalam
hal menata Indonesia ini secara baik.
1.3.4
Agar bisa mendapatkan nilai Mid
Semester dari dosen pengampuh mata
kuliah ini.
BAB II
BUDAYA
DAN PEMIKIRAN INDONESIA KONTEMPORER
2.1
Dinamika Perjalanan Budaya Dan Pemikiran Indonesia Ditandai Oleh “Hibriditas”,
Perjumpaan Antar Pelbagai Arus Budaya Dan Pemikiran
Hibriditas adalah suatu istilah
untuk mengatakan tentang situasi atau kegiatan perjumpaan. Perjumpaan yang
terjadi bisa antara budaya, perjumpaan antara agama ataupun perjumpaan antara
pemikiran dan lain lain. Sepanjang semester ini justeru hibriditas itu dibahas
tuntas dengan rujukan adalah hibriditas antara budaya atau agama berhadapan
dengan budaya dan agama di Indonesia. Saya bisa meminjam teori dialektika Hegel
untuk memahami apa itu hibriditas. Hegel melihat suatu hal sebagai tesis, lalu
akan diperhadapkan dengan antithesis dan pada akhirnya akan mendapatkan
sintesis. Sebagai contoh budaya Indonesia adalah tesisnya diperhadapkan dengan
budaya Barat sebagai antithesis lalu akan muncul suatu budaya baru sebagai
penggabungan dan pengingkaran dari budaya Barat dan budaya Indonesia ini. Budaya
baru itulah yang menjadi sintesis.
Dari
perkuliahan selama ini dan bahan bacaan yang saya baca pertama-tama merujuk
pada tulisan Denis Lombard diterangkan tentang adanya hibriditas antara India,
China, Islam, Eropa dan Indonesia teisitimewa pada zaman penjajahan oleh
Belanda. Banyak budaya Belanda dibawa ke Indonesia dan para pegawai Belanda atau
setiap orang Belanda yang ada di Indonesia hidup dengan gayanya sehingga banyak
orang Indonsia yang mengikuti gaya hidup seperti itu. Perjumpaan antara budaya Jawa
dan India teristimewa dengan agama Hindu Budha, perjumpaan dengan budaya Cina. Perjumpaan
dengan agama Islam. Dalam bidang pemikiran, banyak pelajar Indonesia yang
menerima pengajaran dan budaya Belanda sebab mereka pergi bersekolah di
Belanda. Setelah usai pendidikannya mereka kembali ke Indonesia dan menerapkan
ilmu mereka sesuai konteks Indonesia. Terjadilah hibriditas pada saat ini
bagaimana unsur rational Barat disesuaikan dengan keadaan Indonesia yang masih
diliputi gaya berpikir mistis. Berikut saya akan mempresntasikan dinamika
perjalanan hibriditas kebudayaan dan pemikiran Indonesia kontemporer.
2.1.1
Realitas Hibriditas
Hibriditas Kebudayaan Jawa dalam perjumpaan
dengan Barat. Denis Lombard memaparkan bagaimana situasi orang Jawa awal yang
dipengaruh oleh kebudayaan Barat. Terjadi banyak perubahan dalam kebudayaan
Jawa. Perjumpaan ini bisa terjadi disebabkan oleh banyaknya orang Barat saat
itu yang datang ke Indonesia untuk mencari berbagai kepentingan seperti
berdagan, bahkan menyebarkan agama dan akhirnya menjajah Indonesia. Tanpa disadari
justeru kedatangan mereka ini juga lama kelamaan memberi pengaruh bagi orang
Jawa. Ada di sana terjadi pengaruh-pengaruh Kristern baik itu Katolik dan
Protestan. Kehadiran mereka telah membangun berbagai komunitas Kristen juga
membangu gereja-gereja. Ada juga para Priayari yang terpengaruh oleh Barat. (Lombard,
1996: 94-215).
Hibriditas
antara budaya Jawa dan agama Islam. Pada periode ini Lombard menggambarkan
bagaiaman terjadi penyatuan antara kebudayaan asli orang Jawa dengan Islam. Setelah
Islam masuk ke Indonesia khususnya Jawa banyak bentuk kebudaaan yang akan
disatukan dan diberi warna Islam. Lombard menggunakan kata stimulus Islam
artinya dalam hampir segala segi kehidupan orang Jawa diberi warna Islam. Orang
saat itu akan mengenal konsep-konsep
Islam seperti sedekah, menyadari diri
sebagai seorang pribadi atau individu otonom setelah mengetahui konsep nafas. Mengenal lima rukun Islam dan
lain-lain. Tetapi juga dalam bidang asrsitektur banyak banguan yang becorak
Islam seperti masjid. (Lombard, 1996: 149-242).
Pada
bagian berikut ini kita mengenal tokoh bernama Syahrir, dikenal sebagai salah
satu bapak pendiri bangsa. Ia adalah orang yang telah belajar banyak pendidikan
Barat sebab Ia bersekolah di Belanda. Ia kemudian datang ke Indonesia dan
mentrasnferkan ilmunya dalam konteks orang Indonesia. Memang akan ada
pertentangan tetapi Syahriri yang paham budaya Indonesia sebab Ia adalah orang
Indonesia maka Ia bisa dengan mudah mentransferkan pemikiran barat dalam
konteks Indonesia. Hasilnya kita tidak bisa katakan itu sebagai budaya barat
asli atau budaya Indonesia asli namun sudah diintegrasikan. Dua sumber yang
dipakai adalah pertama tulisan Syahrir senditi berjudul Perjuangan Kita dan
juga artikel Y.B Mangunwijaya berjudul Dilema Sutan Syahrir.
Adapun
tokoh lain yang patut dikenang dan dipelajari pemikiran-pemikiran mereka adalah
Mohhamad Hatta sebagai seroang pejuang nasionl juga pemikirannya telah tertampak
bukti hibriditas. Ia beajar ilmu ekonomi di Belanda dan datang ke Indonesia
untuk menerapkan teorinya di Indonesia. Ajaran-ajarannya mengenai Teori Ekonomi
dan Politik Ekonomi Di Indonesia sangat memberikan sumbangsih untuk bangsa. Juga
kita mengenal tokoh revolusi yang kontroverisal bernama Tan Malaka. Beliau juga
seorang founding father bangsa Indonesia yang kurang diingat oleh bangsa. Namun
sebenarnya jika kita menelusuri riwayat hidup dan pemikirannya sangat menarik
dan inspiratif. Bukunya yang sangat
popular berjudul Madilog. Kata madilog ini adalah singkatan dari tiga kata
yakni Materialisme, Dialektika, dan Logika. Tentu ini adalah konsep-konsep
Barat. Seperti yang diulas oleh Alfian dalam kata pengantarnya untuk terjemahan
buku Harry A. Poze.
Akan
ada tokoh lain seperti Sutan Takdir Alihsyahbana melalui pemikirannya tentang
kebangsawanan filsafat yang mana beliau mengagungkan filsafat sebagai suatu
gaya berpikir yang mendalam dan harus menjadi tempat pertama, tentu yang beliau
maksudkan adalah filsafat Barat. Ada lagi tokoh lain yang tidak sempat saya
sebut pada bagian ini dengan alasan pertama saya belum terlalu memahami inti pemikiran
mereka, sebut saja Pramoedya Ananta Toer, Ayu Utami, Y.B Mangunwijaya,
Sidhunata. Terlepas dari itu semua saya yakin bahwa tokoh-tokoh yang telah
disebutkan di atas sebagi bukti bagaimana perjupaan itu terjadi dan
menghasilkan suatu keudayan baru.
2.1.2
Refleksi Tentang Hibriditas
Saya
menemukan dinamika pemikiran para tokoh pemikir Indonesia kontemporer. Saya mengatakan
itu sebagai sejarah kebudayaan yang dinamis progresif, berkembang semakin kaya dan
komples khasanah pemikirannya. Ini semua hasil dari integrasi antara budaya
atau seorang pemikir Indonesia dengan budaya serta ilmu pengerahuan Barat.
Dinamis
progresif maksud saya adalah bagaimana kebudayaan Indonesia atau juga para
pemikir Indonesia yang awalnya sangat sederhana tetapi setelah mengalami
perjumpaan dengan kebudayaan dan pemikiran non Indonesia justeru mengalami
perubahan tentu kea rah yang lebih baik. Dinamis,
dinamis berarti tidak tetap atau berubah-ubah. Bayangkan orang Indoesia
pada umumnya atau orang Jawa pada khususnya sebelum kedatangan bangsa-bangsa
lain, mereka masih hidup dalam kebudayaan setempat dengan system kerajaan yang
mana hanya untuk lingkup mereka setempat. Mereka mengembangkan kebudayaanya dan
tentu hal itu sangat statis tidak ada perubahan. Namun setelah masuknya bangsa
lain katakana agama Islam dengan ajaran-ajarannya mengubah kebudayaan setempat.
Mereka diperkenalkan kepada Allah monoteistik. Inilah bentuk kedimikaan
tersebut, perjumpaan degan budaya lain merubah budaya setempat dan menemukan
budaya baru.
Progresif. Kata
progresif bisa dartikan sebagai suatu gerak maju ke arah yang lebih baik. Progresif
dilawankan dengan regresif yakni beregerak mundur. Saya katakana bahwa
hibriditas antara kebudayaan dan pemikiran Indonesia telah mentrasnformasi
kebudayaan tersebut ke sesuatu yang lebih baik. Saya ambil contoh dalam bidang
pengetahuan. Para tokoh yang disebut di atas telah belajar banyak pengetahuan
dari Barat tentu itu adalah pengeahuan baru yang tidak mereka dapatkan di
Indonesia, dan saya yakin mereka tidak akan mendapatkan pengetahuan baru itu
jika tidak membuka diri dengan mempelajarinya. Sebut saja Tan Malaka yang
terpengaruh oleh filsafat Marxs dan realitas orang Indonesia yang sagat
ditindas oleh penjajah kemudian mendorongnya mendirikan partai juga mendorongnya untuk
menulis buku yang berjudul Madilog itu.
Saya
menilai bahwa dinamika perjumpaan antara kebudayaan dan pemikiran non Indonesia
dengan kebudayaan dan pemikiran Indonesia telah menghasilakan suatu kebudayaan
yang dinamis dan progresif.
2.2 Sintesis Pemikiran Dalam Bidang
Politik Dan Dalam Bidang Kebudayaan
2.2.1
Dalam Bidang Politik
Tokoh-tokoh yang kita pelajari selama satu semeseter ini
adalah mereka yang hidup pada era perjuangang Indonesia yakni perjuangan untuk
memerdekakan diri dari penjajahan. Situasi politik saat itu memang sangat jelas
bagi kita bahwa Indonesia berada di posisi kaum terjajah sedangkan kaum
penjajah adalah negara Belanda, Jepang. Dua negara ini paling membekas dalam
sejarah perjuangan Indonesia. Dari fakta sejarah ini saya dapat memetakan suatu
situasi politik yang disbeut poitik perjuangan. Tokoh-tokoh bangsa tersebut
adalah para pelopor perjuangan yang bergerak melalui gagasan-gagasan mereka
dalam bentuk tulisan ataupun melalui kehadiran langsung di arena politik
praktis. Sebut saja Hatta, Syahrir, Tan Malaka.
Para tokoh pejuang ini hampir semua adalah didikan Belanda. Mereka
pergi bersekolah di negeri Belanda, menimba ilmu pengetahuan di sana, ada beberepa
yang terlibat dalam kegiatan diskusi-diskusi bersama sahabat-sahabat mereka di
Belanda. Isi diskusi mereka tentu menyangkut perpolitikan dunia dan imbasnya
sampai pada perpolitikan Indonesia. Mereka adalah anak bangsa yang tentu
setelah mengenyam pendidikan di Belanda pasti akan kembali ke Indonesia dan
mengaplikasikan ilmu pengetahuan meereka. Sebagai contoh sintesis dalam bidang
politik saya mengangkat tokoh Tan Malaka. Beliau mempelajari pemikiran Marx dan
Lenin dan Ia temukan berbagai konsep tentang revolusi proletariat dan
penghapusan hak milik pribadi. Konsep ini sangat cocok dengan realitas bangsa
Indonesia yang memang terjajah dan tertidas oleh kaum kapitalis, imperialis. Orang
Indonesia hanya sebagai pekerja bagi
pabrik asing yang ada di tanah Indonesia, lalu mereka tidak dihargai. Ajaran Marx
dan Lenin serta kenyataan Inodesia mendorong Tan Malaka untuk mendirkan partai
baru dengan tujuan pembebesan. (Harry A. Poze, 1999: 271-297).
2.2.2
Dalam Bidang Agama
Sintesis dalam bidang agama dapat kita lihat paling cocok
untuk dibahas adalah antara agama Islam dan kebudayaan Indonesia. Lombard memberi
judul stimulus Islam untuk salah satu artikelnya. Pada tulisan tersebut Denis
Lombard menggambarkan bagaimana situasi kebudayaan orang-orang Indonesia itu
dipengaruhi oleh ajaran-ajarann Islam. Orang diperkenalkan dengan konsep sedekah atau zakat yang adalah salah satu dari lima rukun Islam. Dengan ajaran sedekah ini orang digerkan untuk saling
memberi dan menolong teristimewa sesama yang berkekurangan, sebab pada dasarnya manusia itu sama. (Lombard, 1996 :174-175).
Munculnya pengertian pribadi. Orang diajarkan untuk mengenal dirinya sebaga
identitas yang otonom, individualitas melalui konsep nafs yang artinya roh orang perorangan. Kata ini lalu
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata nafas tetapi juga nafsu, yang tentu adalah bahasa Arab dan pasti
ajaran agama Islam. (Lombard, 1996 :180-182). Dari ajaran-ajaran
agama Islam tersebut lantas di Indonesia berkembanglah semangat memberi dan
juga penyadaran siapa aku.
2.3 Perbedaan Pendapat Tentang
Kebudayaan Antara Ki Hajar Dewantara dan Tan Malaka, Sutan Takdir Alisyahbana
2.3.1
Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Kebudayaan
a. Kebudayaan Indonesia tidak boleh
digantikan oleh kebudayaan Eropa yang materialistis (Dewantara, 2013: 3-5).
b. Terus memelihara rasa kebangsaan yakni tradisi kita Orang Indonesia yang lebih menekankan pada kehidupan sosial melalui budaya dan lain-lain. (Dewantara, 2013:6-9).
2.3.2
Tan
Malaka Mengkritisi Budaya Lokal.
a. Budaya Indonesia masih diliputi
hal-hal mistis dan tidak kritis serta nyaman dengan budaya yang ada. Terjadinya
penjajahan yang begitu lama itu juga disebabkan oleh feodalisme yang sudah
mengakar dalam kebudayaan Indonesia. (Poeze, 1999: XXII-XXVI).
b. Madilog adalah salah satu cara
berpikir untuk membongkar budaya bangsa yang menghasilkan cara berpikir
sirkular tidak progresif.
2.3.2 Alih Sabana yang sangat cocok sebagai
pengkritis tentang budaya dan menawarkan filsafat.
a. Kebangsawanan filsafat. Filsafat rational
tentu lahir dari Barat, bermula di Yunani dan hingga ke Eropa. Dengan filsafat
orang bisa menemukan identitas dirinya yang sesungguhna dan berani berpikir
sendiri. Hal ini saya bisa menafsirkan bahwa memang orang Indonesia pada zaman
Alhi sabana tidak banyak yang mau belajar filsafat, sehingga kehidupan mereka
seperti biasa saja, tidak dikritisi dan dipertanyakan. Budi adalah pusat
filsafat, dasar segala kebudayaan manusia. Penekannannya jelas pada akal budi.
(Frans M. Suseno dalam Abu Hasan Asy’ari, ed., 2008: 113-114).
b. Filsafat Nilai. Ada enam nilai yang
membentuk kekuatan integrative masyarakat manusia dalam berbudaya membentuk
kepribadianya, kehidupan sosial, dan kebudayaan. Jadi penekananan pada
kepribadian. (Ibid., 115-117).
2.3.3
Refleksi
Pribadi
Setelah saya mencermati teks-teks yang mengulas tentang isi
pemikiran para tokoh di atas tentang kebudayaan, lebih tepat kebudayaan mana
yang paling baik jika diperbandingkan. Ki Hajar Dewantara tentu berpendirian
teguh bahwa budaya Indonesia adalah identitas bangsa. Kita boleh merdeka tapi
jika kita kehilangan budaya maka kita kehilangan diri kita. Tawaran Ki Hajar
Dewantara agar pendidikan di mantapkan agar orang bisa mempertahankan budaya kebanggannya.
Tan Malaka dan Sutan Tahdir Alihsabana mengagungkan budaya Barat.
Teristimewa dalam berpikir kritis dan rational yakni mengedepankan hal-hal yang
masuk akal dan bukan sebaliknya. Orang Indoesia cendrung tidak kritis dalam
berpikir sebab budaya telah membentuk gaya berpikir seperti itu. Budaya kita
yang dibangun atas feodalisme, dimana orang-orang bawahan tanpa banyak bertanya
mengapa, mengikuti saja perintah atasan para raja atau para tokoh terkemuka pada zaman itu. Para bawahan
merasa lebih baik ikuti saja tradisi yang ada daripada harus berpikir melawan. Padahal
mereka tidak menyadari diri mereka sedang tertindas oleh system feodalisme itu
sendiri. Ini berimplikasi pada zaman penjajajhan, orang Indonesia yang sudah biasa
dengan feodalisme terjajah lagi oleh kaum kapitalis. Alih Sabana menerangkan
bahwa gaya berpikir pertama itulah yang otonom, sedangkan gaya berpikir kedua
heteronom.
Hal
serupa persisi untuk memahami pemikiran Tan Malaka. Konsep Madilog menurut saya
adalah salah satu ajaran yang sangat tinggi, ini bisa dikatakan sebagai
filsafat. Materialisme yakni gaya berpikir yang menekankan pada materi atau
realitas dan fakta manusia yang ada, sehingga Tan berusaha melawan gaya
berpikir orang Indonesia pada umumya yang selalu tahayul, percaya pada
mahluk-mahluk halus, pada sesuatu yang tidak bisa diindrai. Dialektika, Tan
Malaka menawarkan suatu pemikiran yang dialektis dimana terjadi tesis,
antithesis dan sintesis. Bahwa perjalanan hidup manusia atau juga pemikiran
manusia terdiri dari tiga komponen dasar ini. Tesis adanya suatu kayakinan
dasar lalu dilawan dengan antithesis suatu pemikiran yang bertolak belakang
lalu lahirlah sintesis, dua pemikiran ini disatukan. Logika. Tan Malakan
mengatakan bahwa hampir sebagian dari persoalan manusia ini dapat dipecahkan
atau diselesaikan dengan logika. Tan tentu mengkritisi Logika orang Indonesia
saat itu yang beliu sebut logika mistik. Dalam logika mistik Tan menemukan
bahwa orang Indonesia selalu mengaitkan fenomena dunia ini dengan sesuatu yang
mistis, misalnya seseorang mengalami sakit kepala katakana begitu. Orang tersebut
akan berpiki penyebab kesakitannya pasti mahluk-mahluk halus, setan atau
santet. Padahal secara logika formal sakit kepalanya mungkin saja disebabkan
oleh kurang istirahat atau flu dan lain-lain.
Semua
pemikiran ini tentu benar, tugas kita saat ini adalah menyaringnya dan
mengambil yang cocok untuk kehidupan kita. Fakta bahwa kebudayaan kita tidak
boleh dihilangkan itu saya setuju tetapi juga tentang gaya berpikir yang
rational itu juga saya setuju. Hibriditas mesti terjadi pada momen ini, kita
semakin kritis setelah belajar banyak pengetahuan Barat tetapi daam
pengungkapannya harus tetep mengedepankan budaya Indonesia tercinta.
BAB
III
PENUTUP
Tulisan sederhana di atas telah
mempresentasikan isi pengetahuan saya atas perkuliahan tentang Kebudayaan dan
pemikiran Indonesia Kontemporer. Sumber tulisan ini pertama-tama dari
perkuliahan langsung denga dosen pengampuh mata kuliah dan kedua melalui sumber-sumber
bacaan yang diberikan oleh dosen pengmpuj via LMS. Saya bersyukur bisa masuk ke
dalam kekayaan khasanah pemikiran Indonesia, teristimewa tokoh-tokoh nasional
yang selama ini sangat saya agung-agungkan tetapi tanpa mengetahui mengapa. Melalui
tulisan ini kiranya saya memaparkan jawaban atas pertanyaan mengapa orang-orang
tersebut layak saya agungkan.
Tentu jawaban untuk ujian UTS yang
saya narasikan dalam bentuk makalah ini tidak luput dari kekeliruan dan
kegagalan memahami inti pemikiran para tokoh tersebut, maka hal itu akan
menjadi catatan bagi saya untuk terus mencari dan mendalami pemikiran-pemikiran
mereka serta temukan relevansi untuk kehidupan saat ini. Memang ditemukan
banyak perdebatan antara tokoh-tokoh tersebut, masing-masing saling
mempertahankan gagasannya, namun yang menarik adalah mereka mempertahankan
gagasan dengan alasan yang rational. Ratioanalitas inilah yang semetinya
menjadi sumbangsih untuk khasanah pemikiran kita sebagai bangsa.
Jauh dari itu semua bagi saya
pembelajaran tentang hibriditas kebudayaan dan pemikiran Indonesia kontemporer
ini sebagai salah satu bentuk untuk mendalami teologi kontekstual. Saya menemukan
bahwa dalam berteologi kontekstual nanti, gaya hibriditas inilah yang
digunakan. Perjumpaan antara teologi Khatolik dengan budaya lokal. Teologi Katolik
mesti mampu masuk ke dalam kebudayaan lokal dengan tidak merubah isi. Akhirnya saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah ini untuk
stimulusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Denis Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, (Jakarta: Gramedia, 1996).
Franz Magnis-Suseno,
“Sutan Takdir Alisjahbana dan Kebangsawanan Filsafat,” dlm. Abu Hasan Asyari
(ed.), Manusia Renaissance: Relevansi Pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana., (Dian Rakyat, 2008).
Harry
A. Poeze, Tan Malaka Perjuangan Menuju
Republik, 1925-1945, (Jakarta: Pustaka Utama, Grafiti, 1999).
Ki Hajar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka., Jakarta Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, “Jilid II (cetakan
V, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar