Senin, 23 November 2020

Paradox hidup membiara

Paradoks Hidup Membiara

            Semalam aku mengirim foto melaui WA ke sepupuku Perim. Di bagian bawah foto tersebut aku tulis “paradox hidup membiara”. Dua foto aku kirimkan ke Perim. Beliau adalah Mahasiswa semester akhir di salah satu universitas di Malang. Dan dia adalah sepupu kandungku. Mamanya dan mamaku kakak beradik kandung. Dan aku sangat dekat dengan beliau. Aku sering kontak dengannya melalu hp. Yah memang di biara kami, sangat dilarang keras untuk menggunakan hp pribadi. Tetapi aku tidak pernah megindahkan aturan ini. Memang Einstein katakana bahwa “jika adan ingin maju, langgarlah aturan”. Tetapi bukan itu alasannya. Aku hanya ingin pegang hp saja dan mudah karena itu sangat membantuku untuk berkomunikasi dengan banyak orang. Serta mendapatkan bayak informasi yang saya butuhkan. Aku sangat suka politik dan itu membutuhkan informasi yang update terus, sehingga yah alternative satu-satunya adalah memiliki hp. Tentang konsekwensi lain yang seperti pihak biara kawatirkan ketika frater menggunakan hp, aku tentu tidak demikian. Aku tidak termasuk dalam golongan orang yang salah menggunakan hp.

            Kembali ke cerita di atas. Perim walaupun umurnya kakak daripada diriku, karena dia kelahiran 93 dan aku 94 tetapi dia di SMA tertinggal setehun dariku. Alasannya karena dia tidak naik kelas 2 kali di SMA Maronggela dan SMA Podor, Larantuka. Setelah dia kembali ke Maronggela dia menjadi adik kelas saya, lalu berkawanlah dia dengan Vian. Saat ini Vian menjadi seorang biarawan Karmel OCD bersama saya.

            Aku dan Vian sangat akrab, seperti Vian dan Perim. Vian memang sangat kudus, maklum dia sebenarnya mempunyai bapak angkatnya ialah Rm. Bass Lewa Pr. Walaupun kami selalu memanggilnya kudus, namun terkadang dia terpleset juga. Dia terkadang nakal dan tidak kudus lagi. Memang “orang kudus punya masa lalu dan orang berdosa punya masa depan”. Vian mungkin saja punya masa lalu yang kelam sebelum dia menjadi kudus saat  ini. Nah, pengalaman kelam masa lalu inilah yang terus membekas dalam dirinya sehingga dia terkadang mengulangi perbuatan-perbuatannya itu. Entah sekedar mempertegas bahwa inilah masa lalunya, atau juga karena ketoledoran.

            Malam ini, Vian datang ke kamarku. Kebetulan kami kamarnya berdekatan, satu lorong di klausura. Kami kamar berpisah setiap frater satu kamarnya. Vian membawakan 2 botol bir bintang dan mengajakku untuk minum bersama dia. Betapa kagetnya aku… tidak sangka-sangka bahwa Vian akan senakal ini, karena minum bir itu dilarang di biara, kecuali atas persetujuan superior. Darimana dia mendapatkan bir itu. Sebab segala sesuatu harus melalui superior dan harus diminum brsama. Tetapi Vian melanggar bebeerapa aturan itu.

            Kami menghabiskan 2 botol bir tersebut dan aku mencoba mengambil gambar lalu aku kirim ke Perim dengan tulisan di bawahnya. “Paradoks Hidup Membiara”.

Penfui, Sabtu, 5/1/19

Sintus bezy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Perihal Hidup: Sejak awal 2023, saya sudah disibukkan dengan satu pekerjaan baru yakni penyelenggara Pemilu persisnya panwaslu desa (PKD...