Paradoks Hidup Membiara
Semalam aku mengirim foto melaui WA
ke sepupuku Perim. Di bagian bawah foto tersebut aku tulis “paradox hidup
membiara”. Dua foto aku kirimkan ke Perim. Beliau adalah Mahasiswa semester
akhir di salah satu universitas di Malang. Dan dia adalah sepupu kandungku.
Mamanya dan mamaku kakak beradik kandung. Dan aku sangat dekat dengan beliau. Aku
sering kontak dengannya melalu hp. Yah memang di biara kami, sangat dilarang
keras untuk menggunakan hp pribadi. Tetapi aku tidak pernah megindahkan aturan
ini. Memang Einstein katakana bahwa “jika adan ingin maju, langgarlah aturan”. Tetapi
bukan itu alasannya. Aku hanya ingin pegang hp saja dan mudah karena itu sangat
membantuku untuk berkomunikasi dengan banyak orang. Serta mendapatkan bayak
informasi yang saya butuhkan. Aku sangat suka politik dan itu membutuhkan
informasi yang update terus, sehingga yah alternative satu-satunya adalah memiliki
hp. Tentang konsekwensi lain yang seperti pihak biara kawatirkan ketika frater
menggunakan hp, aku tentu tidak demikian. Aku tidak termasuk dalam golongan orang
yang salah menggunakan hp.
Kembali ke cerita di atas. Perim
walaupun umurnya kakak daripada diriku, karena dia kelahiran 93 dan aku 94
tetapi dia di SMA tertinggal setehun dariku. Alasannya karena dia tidak naik
kelas 2 kali di SMA Maronggela dan SMA Podor, Larantuka. Setelah dia kembali ke
Maronggela dia menjadi adik kelas saya, lalu berkawanlah dia dengan Vian. Saat
ini Vian menjadi seorang biarawan Karmel OCD bersama saya.
Aku dan Vian sangat akrab, seperti
Vian dan Perim. Vian memang sangat kudus, maklum dia sebenarnya mempunyai bapak
angkatnya ialah Rm. Bass Lewa Pr. Walaupun kami selalu memanggilnya kudus,
namun terkadang dia terpleset juga. Dia terkadang nakal dan tidak kudus lagi. Memang
“orang kudus punya masa lalu dan orang berdosa punya masa depan”. Vian mungkin
saja punya masa lalu yang kelam sebelum dia menjadi kudus saat ini. Nah, pengalaman kelam masa lalu inilah
yang terus membekas dalam dirinya sehingga dia terkadang mengulangi
perbuatan-perbuatannya itu. Entah sekedar mempertegas bahwa inilah masa
lalunya, atau juga karena ketoledoran.
Malam ini, Vian datang ke kamarku.
Kebetulan kami kamarnya berdekatan, satu lorong di klausura. Kami kamar
berpisah setiap frater satu kamarnya. Vian membawakan 2 botol bir bintang dan
mengajakku untuk minum bersama dia. Betapa kagetnya aku… tidak sangka-sangka
bahwa Vian akan senakal ini, karena minum bir itu dilarang di biara, kecuali
atas persetujuan superior. Darimana dia mendapatkan bir itu. Sebab segala
sesuatu harus melalui superior dan harus diminum brsama. Tetapi Vian melanggar
bebeerapa aturan itu.
Kami menghabiskan 2 botol bir
tersebut dan aku mencoba mengambil gambar lalu aku kirim ke Perim dengan
tulisan di bawahnya. “Paradoks Hidup Membiara”.
Penfui, Sabtu,
5/1/19
Sintus bezy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar